Koruptor Penjahat Berdasi dari Perguruan Tinggi


Oleh: Dewi Putri, S.Pd


Kasus korupsi semakin subur. Anehnya, pelaku justru bukan orang yang tidak berpendidikan, akan tetapi justru lulusan Perguruan Tinggi. 


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan sekaligus Calon Wakil Presiden nomor urut tiga, Mahfud MD, mengungkapkan data mengejutkan terkait kasus korupsi di Indonesia. Dalam acara pidato di hadapan ribuan wisudawan Universitas Negeri Padang pada Minggu (17/12/2023), Mahfud MD menyatakan bahwa 84 persen koruptor yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lulusan Perguruan Tinggi (jateng.tribunnews, 17/12/2023).


Mengetahui bahwasanya korupsi itu adalah salah satu tindakan kriminal yang berdampak negatif. Bahkan dunia mengakui bahwa korupsi ialah tindakan negatif atau buruk yang tidak beradab dan harus di tiadakan demi adanya kemajuan bangsa. Namun sayang, bagaimana mau maju bangsa ini jika praktek haram ini masih dilanggengkan? Belum lagi korupsi ini secara agama telah diharamkan.


Sangat disayangkan ialah ketika banyak para pejabat menduduki jabatan tinggi ini. Mereka mengatakan anti korupsi, tetapi mereka juga yang masuk dalam kasus gratifikasi, sama persis dengan maling teriak maling. Tersebab banyak pejabat tinggi yang terlibat kasus korupsi ini.


Meskipun ada sejumlah pejabat negara yang tidak terseret pada kasus korupsi. Ini bukan berarti mereka bersih dari korupsi, melainkan menurut pernyataan pengamat bahwa mereka disebut dengan "the lucky  man" yaitu tidak terciduk karena kuatnya perlindungan pada diri mereka.

Dengan demikian pemberantasan tikus-tikus berdasi di sistem kapitalisme hari ini memang sangat sulit, karena mereka ada pada setiap sudut jabatan dari pusat hingga pada daerah-daerah. Jika kita melihat kacamata lebih besar, maka persoalan korupsi bukanlah karena perilaku individu saja melainkan ini secara sistematik.


Banyak penyebab terjadinya korupsi ini karena semakin tertancap kuatnya paham sekularisme pada diri individu. Dari paham inilah yang membuat hilangnya nilai- nilai ketakwaan sehingga tidak terkontrol internal para pejabat. Sebab mereka tidak takut akan dosa karena paham sekularisme membuang ajaran agama dari kehidupan. Sehingga membuat nafsu dunia telah menguasai mereka. Inilah sebabnya menjadi subur perilaku korupsi di sistem saat ini.


Terlebih sistem politik demokrasi yang mahal dan meniscayakan adanya kasus korupsi. Banyak membutuhkan biaya untuk menjadi kepala daerah, Kota dan Kabupaten apalagi Presiden. Allhasil politik transaksional tidal bisa dihindari, banyak yang datang untuk menjadi pahlawan yaitu para cukong politik bermain, mensponsori para calon untuk ikut dan agar lancar bisnisnya. Ketika sudah mendapati kursi jabatan, alih-alih mendapatkan atau melayani masyarakat, malah fokus melayani para cukong politik tadi. Apatah lagi ada partai pendukung yang terus melakukan suntikan agar mesin partai tersebut tetap berjalan. Inilah watak buruknya demokrasi yang semakin menyuburkan korupsi.


Sebab selanjutnya ialah adanya sanksi dan hukum untuk para pelaku koruptor tidak memberikan efek jera. Sebagian besar hukuman yang diberlakukan hanyalah hukuman ringan 2 tahun penjara sudah cukup. Wacana hukuman mati diberlakukan pada koruptor kelas kakap pun hanyalah merugikan negara mendzalimi rakyat. Wajar saja faktanya koruptor kian hari kian subur. Budaya korupsi kian menggurita di negeri ini karena budaya ini memang dilahirkan oleh sistem kapitalisme sekularisme. Maka dari itu agar terbebas dari praktik budaya korupsi ini hanyalah mampu merubah sistem demokrasi dengan sistem Islam.


Dalam Islam, ada beberapa langkah yang dilakukan untuk mencegah dan menghilangkan kasus korupsi. Yakni pertama, aqidah Islam yang ada di dalam setiap individu masyarakat yang senantiasa merasa diawasi oleh Allah tatkala melakukan perbuatan apa pun. Demikian halnya para pejabat atau politisi yang bertakwa dan senantiasa takut akan melakukan perbuatan dosa seperti halnya korupsi.


Kedua, Islam akan menerapkan sistem politik Islam yaitu kepemimpinan Islam bersifat tunggal. Pengangkatan atau pencopotan pejabat negara menjadi kewenangan seorang khalifah atau pemimpin maka tidak akan muncul adanya persekongkolan atau pun pengembalian modal serta adanya keuntungan kepada cukong politik. Inilah yang mencegah adanya praktik korupsi atau praktek haram.


Ketiga, politisi dan proses politik tidak bergantung kepada partai politik. Melainkan peran partai politik di dalam Islam adalah hanya fokus mendakwahkan Islam, amar ma'ruf nahi mungkar dan mengoreksi serta mengontrol penguasa atau khalifah.  Ketika seseorang menjadi anggota partai yang sudah terpilih menjadi pejabat maka ia harus melepaskan dirinya dari partai karena inilah salah satu upaya untuk mencegah adanya tindak korupsi.


Selanjutnya, seluruh struktur dalam Daulah Islam berada di bawah satu kepemimpinan yakni Khalifah. Maka di dalam sistem Islam ini tidak ada yang mengenal pembagian atau pemisahan jabatan atau kekuasaan semuanya atas kontrol dari Khalifah. Inilah salah satu upaya untuk mencegah adanya konflik kelembagaan dan mafia anggaran. Segala praktik korupsi yang mungkin saja akan terjadi di dalam Daulah Islam, maka akan diberantas dengan sanksi Islam dan dicegah agar tidak terjadinya tindak korupsi. Karena dalam Islam, harta yang diperoleh karena adanya faktor jabatan, tugas, posisi kekuasaan dan sebagainya sekali pun itu dinamakan hadiah maka di dalam Islam haram hukumnya untuk mengambilnya.


“Siapa yang kami pekerjakan atau satu pekerjaan dan kami tetapkan gajinya apa yang diambil selain itu adalah ghulul “  (Hadits Riwayat Abu Daud dan Ibnu khuzaimah).


Sanksi bagi pelaku kriminal atau pun  koruptor maka akan diberikan sanksi takzir yaitu sanksi yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ijtihad khalifah atau hakim. Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar pada masa kepemimpinannya yang memberikan hukum sanksi Yakni dengan ta'zir atau dipenjara hingga hukuman mati dan khalifah Umar bin Abdul Aziz pun memberikan sanksi dengan hukuman cambuk dan ditahan dalam waktu yang sangat lama bagi pelaku kriminal atau koruptor. Inilah bagaimana sistem Islam menerapkan solusi utama dalam menyelesaikan persoalan korupsi dan hanya mampu terwujud dalam sistem Khilafah Islamiyah.


Wallahu'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post