Konflik Lahan dan Paradoks Pembangunan


Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.


Konflik lahan menjadi salah satu persoalan serius yang dihadapi rakyat saat ini. Bagaimana tidak? Faktanya, ada sekitar 80 juta (lahan) yang belum bersertifikat. Hal ini tentu memicu banyaknya kasus sengketa lahan, baik antar warga, warga dengan pemerintah, atau warga dengan perusahaan. (Detik. 28/12/2023).


Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) hanya mampu mengeluarkan 500.000 sertifikat per tahun. Maka, dengan kondisi ini rakyat harus menunggu sangat lama agar seluruh lahan di Indonesia memiliki sertifikat, bahkan jika dihitung bisa sampai membutuhkan waktu 160 tahun lamanya.


Bukan hanya soal itu, masih terekam diingatan kita terkait kasus proyek pembangunan kawasan Remang Eco-City atau proyek pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas yang benar-benar melukai dan merampas hak rakyat. Pemerintah mengklaim  tanah tersebut adalah milik negara, hal itu diperkuat lagi dengan alasan demi kepentingan umum supaya peristiwa itu tidak dimaknai sebagai aksi perampasan.


Di sisi lain perusahaan merujuk pada hak guna atau konsesi yang diterima dari negara supaya mereka aman dan tidak dipersalahkan. Ini adalah bukti mirisnya realita hari ini, rakyat merasakan penderitaan nyata sedangkan negara dan perusahaan terus menerus memanfaatkan kurangnya pengetahuan rakyat dan lemahnya bukti kepemilikan lahan rakyat sebagai alat argumentasi. Sungguh kacau sistem administrasi hari ini yang menitik beratkan rakyat sebagai korban penderitaan.


Belum lagi gagasan pembangunan yang sering dijadikan tameng untuk mengenyangkan pengusaha dan penguasa semata. Betapa banyak dan parahnya kerusakan iklim yang terlahir dari proyek-proyek pembangunan yang tidak bertanggung jawab dan berapa banyak pula hak-hak rakyat yang terampas sehingga bukannya sampai pada kemajuan, tapi justru memasukkan kondisi pada kerusakan semata.


Inilah buah sistem kapitalisme yang melahirkan politik oligarki. Sosok-sosok di dalamnya adalah sekumpulan orang yang hanya merusak bumi dengan mengendarai kekuasaan. Pembangunan di sistem kapitalisme ini bermakna menuju kemajuan fisik yang materialistik. Penguasa hanya sebagai regulator yang bisa dipengaruhi oleh kepentingan tertentu.


Maka betul yang Allah SWT sampaikan bahwa “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). QS. Ar-Rum: 41.


Dengan demikian, sudah saatnya kita menyadari berbagai permasalah ini dan selamatkan kondisi pembangunan ini dengan solusi yang terbaik dan menyeluruh. Semua itu hanya akan bisa dijumpai pada konsep pembangunan dalam Islam. Dengan Islam, maka kemaslahatan umat mengacu pada syariah, bukan yang lain. Sebagaimana Allah sampaikan pada QS. Al-Maidah: 2, “ Milik-Nyalah kerajaan di langit dan di bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”


Di dalam Islam filosofi kepemilikan lahan yaitu pemilik hakiki dari tanah adalah Allah SWt dan Allah SWT sebagai pemilik hakiki telah memberikan kekuasaan kepada manusia untuk mengelola tanah menurut hukum-hukum-Nya. Di dalam Islam pun dibagi kepemilikan menjadi tiga yaitu, kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan juga kepemilikan negara. Dalam Islam negara wajib untuk mengelola sumberdaya alam milik umum, negara pun sebagai wakil rakyat wajib mengelola sumber daya alam sebagai sumber utama APBN, dan negara tidak boleh menyerahkan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam kepada swasta baik lokal dan juga asing.


Semua bukanlah dongeng semata, semua solusi tuntas Islam telah terbukti secara nyata pada masa kegemilangannya terdahulu. Yaitu pada masa Khalifah Umar bin Khattab misalnya, beliau membangun kanal dan Fustat ke Laut Merah untuk memudahkan akses perdagangan. Selain itu juga membangun kota dagang Basrah (jalur dagang ke Romawi), kota Kufah (jalur dagang ke Persia) dan memerintahkan Gubernur Mesir membelanjakan sepertiga pengeluaran untuk infrastruktur, dan lain sebagainya. Semua pembangunan infrastruktur yang megah dan modern dilakukan tanpa berhutang sepeserpun kepada negara luar.


Sungguh luar biasa bukan bila kita menyandarkan pengelolaan lahan dan pembangunan hanya pada landasan Allah SWT semata? Lantas tunggu apa lagi? Sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalisme yang menyengsarakan dan bergegas kembali menerapkan Islam untuk menjemput keselamatan di bumi Allah SWT ini dan sebagai menjadi sebaik-baik muslim yang menggenggam Islam menyeluruh untuk mengejar ridho-Nya. Wallahu a’lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post