Konflik Agraria Satu Keniscayaan, Sistem Demokrasi Kapitalisme


Oleh: Aulia Manda, S.Pd 
(Aktivis Dakwah)


Konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia meningkat sepanjang 2022 dibandingkan tahun sebelumnya. Seluruh pihak, khususnya pemerintah, harus menunjukkan sikap atau kemauan politik yang kuat untuk benar-benar menyelesaikan konflik agraria yang telah mengakar selama puluhan tahun ini.


Meningkatnya kasus konflik agraria terangkum dalam catatan akhir tahun 2022 Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang diluncurkan di Jakarta, Senin (9/1/2023). Catatan akhir tahun ini menyoroti tentang konflik agraria yang dialami masyarakat, khususnya petani hingga berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah sepanjang 2022.


Berdasarkan catatan KPA, 212 konflik agraria terjadi sepanjang 2022 atau meningkat 4 kasus dibandingkan tahun 2021 dengan jumlah 207 konflik. Kasus konflik agraria tertinggi berasal dari sektor perkebunan (99), infrastruktur (32), properti (26), pertambangan (21), kehutanan (20), fasilitas militer (6), pertanian/agrobisnis (4), serta pesisir dan pulau-pulau kecil (4).


Sementara dilihat dari wilayahnya, lima provinsi dengan konflik agraria tertinggi adalah Jawa Barat (25), Sumatera Utara (22), Jawa Timur (13), Kalimantan Barat (13), dan Sulawesi Selatan (12). Sumatera Utara juga menjadi wilayah dengan konflik agraria terluas mencapai 215.404 hektar.


Meski tidak signifikan dari sisi jumlah, konflik agraria sepanjang 2022 menyebabkan peningkatan drastis dari sisi luasan wilayah terdampak.Luas konflik agraria tahun 2022 yang terjadi di 33 provinsi ini mencapai 1,03 juta hektar dan berdampak terhadap lebih dari 346.000 keluarga.Sementara konflik agraria pada 2021 mencakup luas 500.000 hektar.

Selain itu, KPA juga mencatat sepanjang 2022 telah terjadi 497 kasus kriminalisasi yang dialami pejuang hak atas tanah di berbagai penjuru tanah air. Angka ini bahkan meningkat signifikan dibandingkan tahun 2021 sebanyak 150 kasus dan 120 kasus pada 2020. (Kompas, 09/01/2023)


Jika melihat lebih mendalam, konflik agraria yang ada di negeri ini dan semakin bertambahnya kasus mencerminkan pengelolaan ekonomi kapitalistik. Dalam sistem ekonomi Kapitalis, pengelolaan sumber daya alam (termasuk tanah) dilandaskan pada kepentingan nilai materi untuk sekelompok orang saja.  Sering dengan alasan pembangunan, atas nama proyek strategis nasional, hak-hak rakyat sebagai pemilik tanah dikesampingkan. Digusur oleh kepentingan para pemilik modal.


Konflik agraria juga merupakan cerminan negara korporatokrasi. Negara pada kenyataannya menjadi alat kekuasaan untuk kepentingan para pemilik modal (korporasi). Negara lebih berpihak dan berpihak mengabdi pada kepentingan para pemilik modal.


Apalagi kebebasan kepemilikan menjadi salah satu hak yang diakui

Sistem ini memungkinkan pengusaha atau pemilik modal berkuasa menentukan kebijakan negara yang menguntungkan kelompoknya. Dalam konteks kepemilikan atas lahan, seolah semua tanah milik negara.


Sesungguhnya simpul utama persoalan agraria adalah penerapan ideologi kapitalisme dalam pengaturan agraria. Dalam kapitalisme agraria, penguasaan lahan, pengelolaan lahan dan produksi menggunakan pandangan kapitalis. Pandangan ekonomi Kapitalis dibangun di atas satu keyakinan bahwa masalah utama ekonomi adalah kelangkaan. Aktor-aktor ekonomi harus meningkatkan produksi sebanyak-banyaknya. Tanah yang mereka anggap sebagai faktor produksi juga harus dikuasi sebanyak-banyaknya.


Sudut pandang inilah yang mengawali kekusutan itu. Pada sudut inilah juga permasalahan tersimpul. Para pemilik modal makin rakus dan akan terus berusaha untuk mengakumulasi kepemilikan tanah. Bahkan keluarnya UU Omnibus Law menjadi pintu gerbang perampasan lahan oleh para oligarki yang sering berujung konflik. Karena UU tersebut sangat berpihak kepada mereka.


Sehingga adanya ketimpangan kekayaan termasuk ketimpangan dalam kepemilikan lahan tidak dapat dihindari dalam negara kapitalisme. Ideologi kapitalisme terbukti menciptakan kebangkrutan tatanan alam dan gagal menciptakan kesejahteraan yang merata. 


Sudah seharusnya segera dicampakkan simpul utama persoalan agraria penerapan ideologi kapitalis. Saatnya masyarakat sadar akan hal ini, hingga nantinya tidak ada lagi kejahatan oleh para kapitalis yang merampas lahan, eksploitasi alam, pengerukan terhadap kekayaan bumi Indonesia serta memiskinkan masyarakat.


Dalam hal ini saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang sempurna mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat termasuk masalah agraria.


Islam memiliki konsep kepemilikan yang jelas, dan menjadikan negara sebagai pelindung dan pengurus rakyatnya

Islam mewajibkan negara menghormati dan melindungi kepemilikan individu dan melarang negara semena-mena apalagi dikuasai oleh pengusaha.


Islam sebagai ideologi kehidupan memiliki pandangan yang khas tentang agraria. Berawal dari konsep Islam tentang kepemilikan (milkiyah). Konsep kepemilikan Islam akan terlihat jelas perbedaannya dengan sistem ekonomi Kapitalisme (yang menggunakan kepemilikan individu), juga bertolak belakang dengan sistem ekonomi sosialisme (yang seolah segala aset dimiliki oleh negara).


Dalam Islam kepemilikan sangat jelas, ada tiga unsur kepemilikan, yaitu:

Pertama, kepemilikan Individu Islam memperbolehkan kepemilikan individu dan memberikan mekanisme dalam memperolehnya, bukan membatasi kuantitas. Cara ini sangat sesuai dengan fitrah manusia. Ia akan mampu mengatur hubungan antar manusia dengan terpenuhinya kebutuhan.


Kedua, kepemilikan umum yang termasuk didalamnya sebagaimana sabda Rasulullah Saw. bersabda:

"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang dan api (HR Abu Dawud)


Ketiga, kepemilikan negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum Muslim, sementara pengelolaannya menjadi wewenang negara. Negara berhak mengelola miliknya sesuai dengan pasangan ijtihad khalifah. Yang termasuk harta negara adalah fa'i, kharaj, jizyah dan sebagainya. Dalam hal ini syariah tidak pernah menentukan sasaran dari harta yang dikelola.


Gambaran inilah kepemilikan dalam Islam yang sangat jelas. Selain itu juga dalam Islam tidak boleh merampas tanak milik individu tanpa persetujuan dari yang memiliki dengan alasan apapun.

Tentunya tak akan tercipta dalam sistem kapitalisme kecuali dengan diterapkannya Islam secara sempurna.


Wallahu Alam Bish-Shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post