Klaim "Utang Pemerintah Aman", Gak Bahaya Ta?


Oleh: Wulan Eka Sari, S.H


Bicara soal utang memang tiada habisnya. Apalagi utang pemerintah. Sebenarnya utang sangatlah berbahaya. Namun anehnya ada yang menganggap enteng utang ini sebagaimana statement Dian Lestari, DJPPR Kementerian Keuangan. Ia menyatakan "pinjaman pemerintah masih dalam posisi wajar dan aman". Terhitung per 30 November 2023 total utang pemerintah secara keseluruhan adalah Rp 8.041,01 trilliun. Ia menyebutkan bahwa pinjaman tersebut diperlukan untuk memenuhi pembiayaan defisit APBN dan proyek-proyek prioritas secara langsung. Diantaranya pembangunan infrastruktur jalan tol Cisumdawu, jalan tol Medan-Kualanamu, jalan tol Solo-Kertosono, pembangunan Pelabuhan Patimban dan MRT Jakarta, dll. Menurut Dian, proyek-proyek pembangunan yang dibiayai melalu pinjaman memberikan dampak positif bagi masyarakat terutama dalam menggerakkan ekonomi daerah. (gatra.com, 31/12/2023)


Namun benarkah proyek-proyek yang dibangun dari hasil pinjaman pemerintah berdampak positif bagi masyarakat? Dan benarkah posisi utang pemerintah saat ini dalam kondisi aman dan wajar? Kenyataannya, dengan adanya utang kedaulatan negara justru dapat tergadaikan. Tumbalnya, aset negara banyak tergadaikan bahkan terjual kepada asing dan Aseng. Utang adalah wujud dari hegemoni negara adidaya kepada negara yang diberikan pinjaman. Dengan adanya utang, negara terus dijajah oleh para kapitalis global maupun lokal. Mereka akan membuat kekacauan dan kemiskinan agar dapat terus memaksakan berlangsungnya proyek-proyek tertentu dengan syarat-syarat tertentu di negeri-negeri muslim. Alhasil ini akan menyebabkan ketergantungan Negara penerima utang kepada negara pemberi utang.


Dunia akan terus memberikan penilaian positif terhadap utang suatu Negara karena paradigma yang dipakai adalah kapitalisme.  Makin banyak utang suatu negara, makin untung negara-negara pemberi utang. Karena mereka memberi pinjaman dengan sistem Riba. Sehingga utang tersebut akan terus bertambah banyak dan membengkak. Sehingga semakin kesulitan untuk melunasi utang. Endingnya, banyak aset negara tergadai. Sudah barang tentu, Islam memandang riba adalah haram.


Seharusnya, dengan posisi negara Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Negara dapat menjadi negara yang mandiri serta tidak bergantung kepada utang. Jika negara pandai mengelolanya serta tidak ada campur tangan negara asing dalam pengelolaannya. Hanya saja, hal itu adalah mustahil dalam sistem kapitalisme. Karena sistem kapitalisme dengan jalan ninjanya untuk dapat menguasai suatu negara adalah dengan memberikan utang. Semakin banyak utang suatu negara semakin mudah Negera kapitalis untuk menguasai negara jajahannya. Tak sedikit tambang emas dikuasai asing. Padahal jika tambang emas itu diolah oleh negara secara langsung jangankan untuk membayar utang, untuk menghancurkan perekonomian kapitalisme sangatlah mudah. Itu baru tambang emas, belum aset dan kekayaan lain yang dimiliki oleh negara Indonesia.


Sudah seharusnya Indonesia mandiri dan terbebas dari jeratan utang. Hal itu tidak mungkin dapat dicapai dalam sistem kapitalisme saat ini. Karena kapitalisme menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan SDA kepada swasta atau individu. Sejatinya, hanya dengan sistem Islam saja negara dapat mandiri. Islam menjadikan negara mandiri dengan pengelolaan SDA sesuai tuntunan Islam. Berikut sistem pengelolaan SDA dalam Islam:


Dalam pandangan Islam, SDA dalam jumlah banyak atau depositnya banyak merupakan milik umum atau milik rakyat yang dikelola negara. Rasulullah SAW bersabda: "Manusia berserikat dalam tiga hal. Yaitu air, Padang rumput dan api" (H.R Abu Dawud)


Barang barang tambang seperti minyak bumi beserta turunannya seperti bensin, gas dll, termasuk listrik, hutan, air, padang rumput, api, jalan umum, sungai dan laut. Semuanya ditetapkan oleh syariat sebagai kepemilikan umum. Negara mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk rakyat.


Secara administrasi, pengelolaan SDA yang masuk dalam kategori milik umum, dalam sistem ekonomi Islam menggunakan sistem sentralisasi. Artinya, SDA yang ada disebuah negeri bukan hanya milik negeri tersebut, tetapi milik kaum muslim. Setelah negeri tersebut terpenuhi kebutuhannya, SDA tersebut akan dialokasikan ke negeri negeri lain yang membutuhkan sehingga akan terjadi pemerataan pemanfaatan SDA.


Secara teknis pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dapat di lakukan dengan dua cara, yaitu:


Pertama, yaitu pemanfaatan secara langsung oleh masyarakat. Air, Padang rumput, api, jalan umum, laut, samudra, sungai besar adalah benda-benda yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu. Siapa saja dapat mengambil air dari sumur, mengalirkan air sungai untuk pengairan pertanian, juga menggembalakan hewan ternaknya di Padang rumput milik umum. Dalam konteks ini negara tetap mengawasi pemanfaatan milik umum ini agar tidak menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat.


Kedua, pemanfaatan di bawah pengelolaan negara. Kekayaan milik umum yang tidak dapat mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi serta biaya yang besar seperti minyak bumi, gas alam dan barang tambang lainnya langsung dikelola oleh negara. Negara lah yang berhak mengelola dan mengeksplorasi bahan tersebut. Hasilnya dimasukkan ke dalam kas Baitul Mal. Khalifah sebagai kepala negara adalah pihak yang berwenang dalam pendistribusian hasil tambang dan pendapatnya sesuai dengan ijtihadnya demi kemaslahatan umat.


Dalam mengelola kepemilikan tersebut, negara tidak boleh menjualnya kepada rakyat untuk konsumsi rumah tangga dengan mendasarkan pada asas mencari keuntungan. Harga jual kepada rakyat hanya sebatas harga produksi. Namun, boleh menjualnya dengan mendapatkan keuntungan yang wajar jika dijual untuk keperluan produksi komersial. Jika kepemilikan umum tersebut dijual kepada pihak luar negeri, boleh pemerintah mencari keuntungan semaksimal mungkin.


Hasil keuntungan penjualan kepada rakyat untuk kepentingan produksi komersial dan ekspor ke luar negeri digunakan untuk:


Pertama, dibelanjakan untuk segala keperluan yang berkenaan dengan kegiatan operasional badan negara yang ditunjuk untuk mengelola harga kepemilikan umum, baik dari segi administrasi, perencanaan, eksploitasi, produksi, pemasaran dan distribusi.


Kedua, dibagikan kepada kaum muslim atau seluruh rakyat. Dalam hal ini pemerintah boleh membagikan air minum, listrik, gas, minyak tanah, dan barang lain untuk keperluan rumah tangga atau pasar-pasar secara gratis atau menjualnya dengan semurah-murahnya, atau dengan harga wajar yang tidak memberatkan.


Barang-barang tambang yang tidak dikonsumsi rakyat, misalnya emas, perak, tembaga, batubara dijual ke luar negeri dan keuntungannya termasuk keuntungan pemasaran dalam negeri dibagi keseluruhan rakyat dalam bentuk uang, barang, atau membangun sekolah-sekolah gratis, rumah sakit gratis dan pelayanan umum lainnya.


Itulah pengelolaan SDA dalam islam. Dan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem pemerintahan Islam yakni khilafah Islam. Jika sistem tersebut belum ada saat ini, maka kewajiban kita sebagai muslim untuk menegakkan kembali. Wallahu a'lam bisy syawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post