Khilafah Perlu Diwaspadai: Emang Boleh Sekhawatir Itu?


Oleh: Cahaya Chem's 

(Pegiat Literasi)


Seorang Akademisi dari Center of Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) UGM Muhammad Iqbal Ahnaf, baru saja melontarkan sebuah ungkapan akan kekhawatirannya terhadap Ideologi Transnasional (baca: khilafah) yang perlu diwaspadai. Hal itu ia nyatakan bertepatan dengan momentum 2024 dimana bertepatan dengan seratus tahun keruntuhan Khilafah Utsmaniyyah. Sehingga ia mengingatkan agar pemerintah dan masyarakat agar mewaspadai adanya narasi-narasi bangkitnya khilafah (Beritasatu, 11/01/24).


Menimbulkan Tanya 


Narasi yang diungkapkan oleh lembaga UGM tersebut tentu saja menimbulkan tanda  tanya besar mengapa khilafah perlu diwaspadai. Ungkapan itu disampaikan seolah-olah narasi "khilafah" merupakan ancaman negara sehingga masyarakat perlu mewaspadainya. Penggiringan opini bahwa khilafah harus diwaspadai menunjukkan bentuk sikap Islamophobia yang akut. Serta seolah menggiring opini agar rakyat memusuhi khilafah sebagai ajaran Islam. Masyarakat  selalu disuguhkan narasi kebencian dan menjauhkan khilafah sebagai pemahaman yang mensejahterakan rakyatnya ketika itu diterapkan dalam kehidupan. Padahal secara hakiki seluruh ulama tidak ada selisih pendapat bahwa khilafah wajib diterapkan dalam kehidupan. Saking pentingnya hal tersebut sampai pemakaman Nabi ditunda selama tiga hari agar kaum muslimin tidak kekosongan seorang pemimpin.


Sejatinya kebencian terhadap bangkitnya khilafah  telah lama "diframing" sebagai sesuatu yang menakutkan ketika itu terjadi di tanah air. Para pembenci dan musuh-musuh Islam buru-buru memonsterisasi dan menyudutkan khilafah sebagai ideologi yang bertentangan dengan negara dan memecah belah persatuan. Lagi, mereka mengatakan tidak sesuai (tidak cocok) dengan corak kehidupan Indonesia untuk diterapkan.

 

Disisi lain, mereka mendadak lupa terhadap sistem  demokrasi yang menunjukkan sistem rusak dari akarnya. Sistem ini dari lahirnya sudah menimbulkan masalah sebab dibangun diatas asas pemisahan agama dari kehidupan. Dari sinilah kemudian masalah itu muncul. Munculah praktik-praktik kecurangan, sistem ekonomi yang ribawi, sistem peradilan yang bisa dibeli, sistem pendidikan yang amoral, korupsi yang merajalela, sistem peraturan perundangan-undangan bisa di tukar tambah sesuai kehendak penguasa, aset negara dapat dijual oleh kelompok tertentu, tambang dan hasil alam dikapitalisasi oleh pengusaha-pengusaha besar dan sekelumit kerusakan lainnya seperti kerusakan moral, ketidakadilan, kecurangan dan manipulatif sistem pemilihan yang sampai hari ini tidak dapat teratasi. Sayang tak banyak yang menyadari.


Jadi, Kekhawatiran oleh lembaga CRCS tersebut sesungguhnya tak beralasan. Sebab yang menyebabkan karut marut negeri ini adalah  sistem kapitalisme yang diterapkan oleh negara yang terbukti telah memporak-porandakan kehidupan umat jadi rusak.


Sumbangan Peradaban Islam Ketika Memimpin Dunia


Muslimin tak perlu takut khilafah, sebab khilafah adalah sebuah sistem terbaik yang memanusiakan manusia dan mensejahterakan kehidupan rakyat.  Ini bukan cerita dongeng yang digunakan sebagai pengantar tidur anak. Namun sudah pernah terjadi dimasa lalu dalam balutan rahim peradaban Islam. Sejarah panjang khilafah Islam penuh dengan kesejahteraan dan keadilan bagi umat manusia telah dicatat oleh dunia.


Berikut gambaran kesejahteraan rakyat dalam naungan khilafah. Pada bidang ekonomi, kehidupan rakyat benar-benar terjamin diperhatikan oleh negara. Negara hadir sebagai pengurus dan pelayan umat secara totalitas kepada seluruh warga negaranya baik muslim maupun non muslim. Hal itu tercermin di zaman khilafah era kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz. Negara sampai kesulitan menemukan orang miskin agar dibantu secara cuma-cuma, hingga dana itu dialihkan untuk pemberian santunan kepada pemuda yang siap menikah namun terkendala biaya. MasyaAllah.


Pada bidang pendidikan dan riset negara juga telah memberikan perhatian amat serius. Ilmu pengetahuan maju dan berkembang pesat mengalahkan dunia Eropa saat itu. Konsep pendidikannya yang berbasis aqidah Islam sehingga melahirkan rakyat yang bersyakhsiyah Islamiyah. Contoh kasus, di masa khilafah Baghdad telah menjadi saksi bagaimana ketinggian ilmu pengetahuan, sains dan teknologi yang ke semuanya dapat diakses oleh warganya tanpa terkecuali bahkan tanpa biaya. Oleh sebab itu orang-orang Eropa datang berbondong-bondong untuk belajar ke universitas Islam pada masa itu. Tak heran banyak ulama, sastrawan, filsuf dan para pakar yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi  terus bermunculan. Banyak buku-buku diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Sastra, seni dan kebudayaan, berbagai penemuan, kemajuan bangunan dan infrastruktur dengan arsitektur yang rumit.


Berikutnya dalam bidang sistem peradilan, masyarakat dijamin hak-haknya tanpa dizalimi sedikitpun. Termasuk dalam hal memperoleh keadilan. Hal ini tercermin pada masa khalifah Umar bin Khattab. Suatu hari di Mesir  sahabat  Amru bin Al Ash sebagai gubernur Mesir bersengketa dengan seorang yahudi.  Amru ra hendak meluaskan bangunan masjid hingga sampai pada tanah milik seorang yahudi. Tak terima, akhirnya orang yahudi tadi pergi ke Madinah dan mengadukan hal tersebut kepada Umar ra. Beliau hanya memberikan sebuah tulang yang telah diberi kode untuk diserahkan kepada gubernur Mesir Amru.  Alhasil tanah itu dikembalikan kepada lelaki yahudi tersebut. Demikian gambaran keadilan diperolehnya.


Berikutnya dalam bidang medis dan kesehatan, perlu diketahui bahwa pelayanan khilafah dalam dunia medis menjadi tanggung jawab negara secara mutlak. Karena itu layanan publik menjadi tanggung jawab negara termasuk layanan kesehatan dan diberikan secara gratis kepada rakyatnya. Misalnya pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit Al Fustat  di Kota Mesir pada 872 M. Rumah sakit ini menjadi pusat pengobatan pertama hingga enam abad lamanya. Dan uniknya rumah sakit ini menyediakan bangsal khusus  untuk penderita pasien dengan gangguan kejiwaan. Sekaligus menjadi rumah sakit pertama yang menyediakan perawatan serta bangsal khusus bagi pasien gangguan kejiwaan. Demikian kesaksian yang diungkapkan oleh Harold. G. Koening seorang psikiater fakultas Duka University. 


Rumah sakit ini tidak hanya menjadi pusat pengobatan saja namun juga menjadi pusat akademi kedokteran dan perpustakaan sebagai literatur medis dengan jumlah koleksi seratus ribu jilid buku mengalahkan koleksi perpustakaan terbesar Eropa yang hanya mengoleksi empat ratus jilid buku saja. Kejayaan layanan medis rumah sakit Al Fustat merupakan wujud dari totalitas periyahan (pengurusan) dari khilafah Abbasiyah.


Alhasil demikianlah gambaran khilafah ketika diterapkan. Tidak terbatas pada bidang diatas, masih banyak dalam bidang lainnya bagaimana kontribusi khilafah yang telah terbukti mensejahterakan rakyatnya. So, masih takut khilafah?.Wallahualam.

Post a Comment

Previous Post Next Post