Keselamatan Transportasi dalam Islam


Oleh Hasna FK

Pegawai Swasta


Kabar duka menyelimuti moda transportasi kereta api negeri ini. Pada hari Jum’at, 5 Januari 2024 telah terjadi tabrakan antara Kereta Commuterline Bandung Raya dengan Kereta Api (KA) Turangga pada pukul 06.03 WIB. Kecelakaan terjadi di jalur Km 181+700 petak jalan antara Stasiun Haurpugur-Stasiun Cicalengka, Jawa Barat (antaranews.com).


Ada banyak faktor penyebab, salah satunya seperti human error atau sistem error. Wakil ketua pemberdayaan dan pengembangan wilayah masyarakat transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno menjelaskan bahwa sinyal di stasiun Cicalengka masih menggunakan sinyal blok mekanik, sedangklan sinyal di stasiun Haurpugur berupa sinyal elektrik. Perbedaan model persinyalan ini akan membedakan cara pengoperasiannya (ekonomi.republika.co.id)


Pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung, Sony Sulaksono, juga menyebut tabrakan yang terjadi seperti di Cicalengka rentan terjadi, jika muncul masalah sinyal maupun kesalahan manusia. Seharusnya faktor penyebab yang demikian bisa dilakukan upaya mitigasi, sehingga masyarakat mendapat jaminan keamanan dalam bertransportasi. Sayangnya, negara yang menerapkan sistem kapitalisme telah gagal mewujudkannya. 


Kapitalisme menjadikan paradigma penguasa kepada rakyat adalah bisnis. Alhasil, orientasi keuntungan dijadikan landasan kebijakan sehingga mudah sekali mengabaikan nyawa rakyatnya. Pada jalur terjadinya kecelakaan tersebut, pemerintah melalui kementerian perhubungan sebenarnya tengah menjalankan pembangunan jalur ganda kereta. Hanya saja, aspek keselamatan tidak pernah disebut sebagai tujuan utama pembangunan tersebut. Dari sini kita dapat melihat, kecelakaan bukan sekedar musibah, namun juga akibat kezaliman karena ada hal yang diabaikan oleh penguasa kapitalisme.


Sangat berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan secara praktis dalam naungan negara khilafah. Jaminan transpormasi yang aman, nyaman, bahkan murah bukan impian, tetapi nyata terwujud untuk semua masyarakat. Hal ini karena pemimpin dalam khilafah memiliki mafhum ra’awiyah yakni pemahaman bahwa mereka adalah pelayan atau pengurus bagi rakyatnya. Bahkan,  tanggung jawab pelayanan atau pengurusan mereka tidak berhenti di dunia tapi juga sampai ke akhirat. 


Sehiggga keberadaan negara khilafah bukan seperti negeri kapitalisme yang penguasanya hanya sebagai regulator kebijakan untuk pemilik modal. Khilafah terwujud dalam hadis Rasulullah saw.:


“Pemerintah adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.”

(H.R. Bukhari)


Dengan pemahaman ini seorang khalifah akan mengurus rakyatnya sesuai dengan hukum syariat. Dalil-dalil syariat menjadi dasar kebijakannya. 


Paradigma pembangunan infrastruktur dalam Islam adalah kemaslahatan umat yang memudahkan dan tidak membahayakan umat. Oleh karena itu, modal transportasi harus dipastikan nyaman, aman, dan murah bahkan gratis. Selain itu, modal transportasi senantiasa di-maintenance, di-upgrade dengan teknologi terbaru, operator alat transportasi adalah orang yang amanah, dan lain-lain.


Bahkan dalam khilafah, modal transportasi juga dibangun untuk menjaga interaksi dan kesucian lawan jenis, seperti pemisahan antara penumpang laki-laki dan perempuan. Adapun murah dan gratis adalah bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya. Hal ini dilakukan karena insfrastruktur transportasi merupakan kebutuhan publik, sehingga menjadi tanggung jawab penguasa untuk mengadakannya. Inilah jaminan keselamatan alat transportasi dalam khilafah.


Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post