Hati ibu mana yang tak sakit melihat anak semata wayang yang sempat dinyatakan hilang, kini ditemukan meninggal dunia. Tilfa Azahra Mokoagow atau yang kerap disapa Adik Zha, bocah berusia 8 tahun yang tewas di tangan kerabatnya sendiri berinisial AM. Demi memuaskan hasrat hedonismenya, AM rela membunuh Zha untuk mengambil perhiasan yang dikenakan.
Emas yang diambil tersebut langsung dijual ke toko emas. Melalui rekaman CCTV di toko emas inilah sebagai bukti penangkapan AM sebagai pelaku pembunuhan. Mirisnya, jasad Adek Zha ditemukan dalam kondisi kepala terpisah dengan badan di perkebunan di Desa Baret Tutuyan, Kecamatan tutuan, Kabupaten Bolaang Monggondow Timur, Sulawesi Utara, (Tribunjakartacom, 19/1).
Daftar Panjang Kekerasan Anak
Sungguh, kasus ini menambah daftar panjang kekerasan pada anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) merilis jumlah anak yang menjadi korban kekerasan di dalam negeri pada 2022, yakni sebanyak 21.241. Berbagai kekerasan tersebut tak hanya secara fisik, tapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi. Anak tak lepas dari ruang kekerasan orang di sekitarnya. Indonesia krisis darurat keamanan bagi anak.
Seperti yang terjadi dalam kasus ini, anak menjadi korban kekejian atas hasrat harta yang belum terpenuhi. Kerabat dekat yang seharusnya menjadi pelindung, nekat menghabisi nyawa saudaranya dengan keji. Padahal, anak-anak butuh hak hidup bahagia, masa bermain, mengenyam pendidikan, dan melanjutkan cita-citanya.
Sebab terkikisnya moral dan iman individu akibat jauhnya dari pemahaman agama, membuat individu mudah sekali berbuat krimininal hingga menghilangkan nyawa. Belum lagi gaya hidup yang diadopsi yakni hedonisme. Harta menjadi standar kebahagiaan, sehingga memperolehnya seperti sebuah keharusan. Anak-anak yang memakai perhiasan di badan, tak lepas dari ancaman, keselamatan mereka jadi taruhan.
Anak Butuh Perlindungan
Oleh karena itu, krisis perlindungan kehidupan anak ini harus segera diakhiri. Anak adalah aset bangsa, sebagai estafet penerus peradaban yang mulia. Kewajiban seluruh pihak untuk melindungi hak dan keamanan seorang anak. Yakni keluarga misalnya, adalah pihak pertama yang berperan melindungi anak. Orang tua memiliki peran penting dalam mendidik dan menjaga keimanan dan ketakwaan anak.
Ibu dan Ayah saling bekerja sama membentuk generasi menjadi generasi Islami. Dekat dengan agama sebagai landasan dalam berbuat. Sebab, jauhnya kita dari agama membuat diri makin tersesat dan mudah melakukan maksiat. Sehingga standar bahagia bukan lagi harta, tapi tercapainya kehidupan di surga.
Selain itu, dibutuhkan juga peran perlindungan dari lingkungan masyarakat. Masyarakat Islam akan senantiasa mengontrol perilaku kejahatan yang membahayakan anak. Namun, jika masyarakat hidup dalam kecukupan ekonomi sebagaimana terwujud dalam penerapan syari'at, amat kecil pelaku kejahatan yang menghilangkan nyawa.
Terakhir, dibutuhkan peran penting dari negara sebagai pelindung dan pengurus utama kehidupan rakyat. Negara wajib menjamin ketersediaan kebutuhan pokok dan kebutuhan tambahan seperti keamanan. Terlebih, menghilangkan nyawa adalah kejahatan besar. Allah Swt. mengancam pelakunya sebagai penghuni neraka.
Allah Swt. berfirman, “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa [4]: 93)
Pelakunya harus dikenakan sanksi tegas agar tidak terjadi hal yang sama. Dalam Islam, membunuh dengan sengaja dihukum dengan Qishash (dihukum sesuai dengan kejahatan yang dilakukan). Kecuali, pihak keluarga memaafkan, maka si pembunuh wajib membayar tebusan.
Ketiga mekanisme ini jika diwujudkan, akan mampu menciptakan perlindungan bagi anak. Anak akan memperoleh hak hidupnya. Kita tentu tidak ingin kasus seperti adik Zha ini terulang kembali. Semoga pelaku diberikan balasan yang setimpal atas perbuatan keji yang dilakukannya. Agar memberikan efek jera, dan mencegah bagi siapapun yang mempunyai niat jahat yang sama.
Wallahu a'lam bis ash-shawab.
Post a Comment