Kedaulatan Pangan Makin Kandas, Buktinya Impor Beras Makin Deras


Oleh: Lilik Solekah , SHI.

(Ibu Peduli Generasi)


Ironis di negara wilayah agraris, dimana wilayah yang seharusnya subur namun nyatanya selalu impor pangan terutama beras yang sebagai bahan makanan pokok penduduk negeri ini. Presiden kita mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada pangan. Terlebih disebabkan jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras. 


Mengapa penguasa hanya memandang satu sisi yaitu melihat dari jumlah kelahiran bayi yang lahir sekitar 4 hingga 4,5 juta jiwa bayi lahir sebagai alasan?  Dengan dalih kelahiran mereka, maka  kebutuhan akan beras bertambah banyak. Sehingga mengharuskan impor. Dalam CNBC indonesia Jokowi menegaskan bahwa penduduk Indonesia 280 Jiwa semua butuh makan, butuh beras.


Bukankah setiap tahunya juga ada kematian? mengapa tidak diperhitungkan? bukanya bayi baru lahir juga belum membutuhkan banyak beras? mengapa tidak diupayakan melalui pertanian di negara ini? sehingga ketika para bayi yang lahir itu sudah waktunya membutuhkan makanan beras pokok sudah bisa mencukupi, bukan impor saat ini.  Jika sebagai alasan impor saat ini adalah bayi yang baru lahir bukanya saat dibutuhkan sudah lapuk?


Impor Beras Cara Praktis Mengeruk Keuntungan.


Perlu kita cermati pula bahwa Impor beras adalah sebuah solusi yang pragmatis dan bukan penyelesaian persoalan secara mendasar.  Bahkan cenderung menjadi cara praktis mendapatkan keuntungan sebesar- besarnya untuk mereka tanpa memandang kebutuhan rakyat yang sesungguhnya.


Seharusnya negara berusaha untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan dengan berbagai langkah solutif dan antisipatif.  Termasuk di dalamnya : 

1. bagaimana pemerintah  menyediakan lahan pertanian di tengah banyaknya alih fungsi lahan, 2. Bagaimana meng solusi berkurangnya jumlah petani saat ini.

3. Dan bagaimana mengatasi makin sulitnya petani mempertahankan pertanianya (  semisal; mahalnya pupuk, adanya kelangkaan pupuk, susahnya penyediaan bibit yang unggul, belum memadainya peralatan pertanian yang canggih, dll) 


Keniscayaan Dalam Sistem Kapitalisme.


Dalam sistem kapitalisme sekuler meniscayakan adanya impor. Dimana setiap kebijakan yang mampu mendatangkan pundi-pundi uang dengan cepat tanpa mempertimbangkan adanya kesengsaraan rakyat tanpa menimbang kedaulatan negara, kedaulatan pangan. 


Keniscayaan dalam sistem kapitalisme "Aji Mumpung". Mumpung berkuasa, mumpung masih bisa mengotak atik kebijakan maka keruk sebesar- besarnya untuk kepentingan pribadi, untuk kepentingan keluarga dan kolega tak peduli melindas siapa dan bahkan menjual kedaulatan negara. 


Karena dalam sistem kapitalis menuhankan uang dan jabatan demi kepentingan dan keuntungan semata.


Islam Menjamin Kebutuhan Pokok Warganya.


Islam adalah agama sekaligus sistem yang sempurna.Islam mengatur segala hal yang ada di dunia karena memang aturan dari sang pembuat kehidupan ini. Sehingga bertanggung jawab akan kebaikan dunia ini termasuk di dalamnya  Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab menyediakan kebutuhan pokok  manusia termasuk didalamnya negara wajib menyediakan kebutuhan akan makanan.  Oleh karena itu, negara Islam akan mencari berbagai jalan agar terwujud kedaulatan pangan.  


Lebih dari itu, Islam akan mewujudkan negara adidaya sebagai cita-cita dalam perjalanan panjangnya. Sehingga tidak sekedar memenuhi kebutuhan pokok warga negaranya namun bisa sebagai negara nomor satu yang diperhitungkan oleh negara lain. Tidak pernah ada ketergantungan dengan negara lain terutama dalam hal yang penting seperti halnya persenjataan dan juga pangan.


Maka hukum yang manakah yang kalian kehendaki? masih mempertahankan hukum yang lahir dari sekuler kapitalisme? atau hukum Allah yang jelas mampu menjamin kedaulatan pangan dan kedaulatan Negara?  Tidaklah kalian takut dengan ayat-Nya di Quran surat Az-zumar: 54 "Seorang mukmin tidak akan dikatakan seorang mukmin sampai dia menyerahkan segala urusan hanya kembali kepada (tuntunan) Allah".

Post a Comment

Previous Post Next Post