Tekhnologi bagaikan pedang bermata dua, jika digunakan dengan tepat maka akan membawa manfaat (kemaslahatan), sebaliknya jika digunakan tidak tepat maka hanya akan mendatangkan masalah (kemudharatan).
Dilansir dari Tirto.Id (20/1/2024), Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, mengatakan bahwa kejahatan menjelang Pemilu, dulu itu secara psikologis, kalau sekarang kejahatan modelnya dengan teknologi. “Teknologi mempengaruhi tugas-tugas kepolisian," kata Susatyo.
Ia menyebutkan bahwa ada pelaku yang memiliki ratusan akun palsu untuk meretas hingga 800 akun untuk menyebarkan berita bohong atau hoaks. Modus pelaku menggunakan akun anonim, semi anonim, hingga akun nyata dengan masuk ke sejumlah grup aplikasi perpesanan untuk menyebarkan hoaks.
Karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk menggunakan media sosial dengan bijak, menyaring kebenaran informasi dan melihat sumber informasi tersebut, serta tidak terpancing oleh berita yang disebarkan oleh pendengung atau buzzer. Pihaknya meminta agar masyarakat menyikapi perbedaan politik dengan kepala dingin dan menganggap perbedaan hal yang wajar agar kesatuan bangsa tidak terpecah belah.
*Kejahatan Teknologi Suatu Keniscayaan dalam Sistem Kapitalis*
Kecanggihan teknologi saat ini mengakibatkan munculnya banyak kejahatan selain dari tersebarnya berita hoax dan lain sebagainya, ada lagi modus lain yang terjadi yaitu "love scaming" jaringan internasional yang beroperasi di Indonesia dan menyasar korban dari berbagai negara.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan ada 21 pelaku yang ditangkap oleh pihaknya, di mana tiga di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
"Para pelaku yang kami amankan 19 warga negara Indonesia yang terdiri atas 16 laki-laki dan tiga perempuan. Kemudian kami dapatkan juga dua orang warga negara asing, berjenis kelamin laki-laki," kata Djuhandhani.
Para pelaku ini, ungkap Djuhandhani, ditangkap di sebuah apartemen di bilangan Jakarta. Berdasarkan laporan polisi, penyidik melakukan tindakan penyelidikan dan memperoleh fakta ada korban love scaming asal Indonesia sebanyak satu orang, dan 367 korban warga negara asing dari berbagai negara, seperti Amerika, Argentina, Brazil, Afrika Selatan, Jerman, Maroko, Turki, Portugal, Hunggaria, India, Yordania, Thailand, Austria, Filiphina, Kanada, Inggris, Moldova, Rumania, Italia, hingga Kolombia.
"Para pelaku dengan modus mencari ataupun menipu korban melalui aplikasi Tinder, Okcupid, Bumble, Tantan, dengan menggunakan karakter seorang laki-laki ataupun perempuan yang bukan dirinya," ungkap Djuhandhani.
Ketika sudah berhasil mengelabui korbannya, para pelaku berpura-pura untuk mencari pasangan. Kemudian, setelah mendapatkan korban para pelaku ini meminta nomor ponsel, lalu berkomunikasi percintaan maupun mengirimi foto-foto seksi untuk dapat meyakinkan korban.
Tidak hanya sampai di situ, para pelaku membujuk korban untuk deposit sebesar Rp 20 juta untuk pertama kali transfer agar dapat dibukakan akun toko daring. Dari para pelaku menjalankan modus tersebut, setiap pelaku memiliki empat karakter yang berbeda sehingga dari 21 orang pelaku yang ditangkap ini, dapat meraup keuntungan kurang lebih Rp 40 miliar per bulan. (Tirto.Id/20/1/2024),
Astagfirullahaladzim, begitu berbahaya kecanggihan teknologi saat ini dimana teknologi dibutuhkan manusia untuk kehidupan yang lebih baik. Namun penguasaan teknologi tanpa pijakan yang shahih akan menghantarkan pada kejahatan dan kecurangan yang akan membawa bencana bagi rakyat.
Hal ini adalah satu keniscayaan dalam sistem kapitalisme, karena kehidupan berstandarkan materi. Termasuk penggunaan tekhnologi lebih berorientasi mendapatkan keuntungan materi (profit). Pengguna teknologi seperti untuk bersosial media, bisnis dan lain sebagianya tanpa adanya edukasi dan pengawasan dari pemerintah.
Pemerintah tidak mengontrol konten yang tayang apakah berdampak positif atau negative. Misalnya aplikasi tik tok boleh saja digunakan, selama kontennya tidak melanggar syariat seperti tidak menggumbar aurat, tabaruj, dan tujuannya tidak sekedar mengejar materi saja, tetapi digunakan untuk dakwah.
*Pandangan Islam*
Kecanggihan tekhnologi sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia, tentunya dengan syarat digunakan dalam arti positif misalnya untuk pendidikan, kesehatan dan dakwah. Penggunaan teknologi untuk kejahatan dapat terjadi karena abainya negara dalam membina keimanan dan kepribadian rakyat. Di sisi lain juga menunjukkan ketidakseriusan negara dalam menghadapi kejahatan tekhnologi. Sungguh miris negara justru kalah dengan para pelaku kejahatan. Diperparah dengan lemahnya sistem sanksi.
Berbeda dengan pemerintah pada sistem Kapitalis, pemerintah pada sistem Islam menjalankan amanah sebagai pengurus (periayah) dan pelindung (junnah) bagi umat. Negara menjaga agar penggunaan teknologi tidak salah arah dan membahayakan umat. Negara juga membangun sitem perlindungan yang kuat baik, untuk keamanan data maupun keselamatan umat.
Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai perisai. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah dan adil, dengannya dia akan mendapatkan pahala. Namun jika dia memerintahkan yang lain, dia juga akan mendapatkan dosa / azab karenanya” (HR Bukhari dan Muslim).
Adanya ketaatan yang kuat dan telah terbentuk mulai dari tingkat individu hingga masyarakat membuat rakyat tidak akan melakukan hal-hal yang melanggar syariat. Rakyat juga akan berpikir ratusan kali jika akan melakukan pelanggaran syariat, karena sanksi yang berefek jera.
Betapa lengkap sistem Islam mengatur kehidupan umat. Semoga tidak akan lama lagi sistem Islam kembali tegak. Karena itu umat harus terus memperjuangkannya. Wallahu’alam bishowab.
Post a Comment