Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Katakan “tidak”
pada korupsi merupakan slogan yang sangat fenomenal selalu didengungkan untuk
menarik hati rakyat dalam kampanye pemilihan pejabat
negara. Karena rakyat sudah terlalu lelah dan bosan
dengan pelaku korupsi dari kalangan pejabat negara.
Tindak korupsi yang sering
terjadi dan terus berulang saat masyarakat mengakses layanan publik, seperti layanan kesehatan, dokumen
kependudukan, dan lainnya masih dimintai pungutan liar/pungli. Seperti yang
terjadi pada kasus korupsi anggaran klaim BPJS di RSUD Lembang
senilai Rp7,7 miliar. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat telah melimpahkan
perkara itu ke Pengadilan Tipikor untuk segera disidangkan, karena rakyat dipaksa untuk membayar iuran kesehatan agar dapat
dilayani saat sakit.
Ini membuktikan bahwa rakyat mengobati diri sendiri yang
seharusnya adalah tugas negara, namun ironisnya setelah dana terkumpul justru
dikorupsi yang menyebabkan pelayanan kesehatan kepada rakyat terbatas. Rasanya
seakan bermimpi menghilangkan budaya antikorupsi di masyarakat, karena birokrasi
pemerintahan terbukti masih perlu upaya ekstra terbebas dari kegiatan korupsi.
Sebagaimana yang dilansir www.bps.go.id, Juni 2023, menurut Badan Pusat Statistik
(BPS), nilai Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia 2023, mengalami
penurunan dibandingkan dengan IPAK 2022, menjadi sebesar 3,92. Tahun lalu,
nilai IPAK yang dirilis BPS mencatat angka 3,93. IPAK merupakan indeks yang
mengukur tingkat perilaku antikorupsi masyarakat dengan skala 0-5 pada level
nasional. Semakin tinggi nilai IPAK atau mendekati 5, maka semakin tinggi
budaya antikorupsi. Sebaliknya, semakin rendah nilai IPAK, maka semakin
menunjukkan budaya permisif korupsi di masyarakat.
Area korupsi semakin meluas hingga pada
lingkungan pelayanan publik dan semakin koruptif artinya, upaya
untuk mewujudkan Indonesia yang semakin bersih dari korupsi belum menunjukkan
hasil. Budaya antikorupsi di Indonesia semakin hari bukan semakin baik, tapi
justru mengalami perburukan. Mengapa ini terjadi? Karena masih saja masyarakat menemui
berbagai praktik korupsi ketika masyarakat mengakses pelayanan publik, dan ini
dinilai masih menjadi masalah besar soal perilaku koruptif di birokrasi
pelayanan publik. niscahya negara Indonesia tidak akan bisa maju jika masih ada
pelayanan publik yang korup kepada masyarakat.
Maka perlu ada reformasi birokrasi
dalam memberi pelayanan publik, pemerintah memperketat pengawasan dan
memperbaiki sistem kesejahteraan pelaksana birokrasi dalam upaya penghentikan
korupsi maka dibentuk Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun upaya ini tidak banyak secara
signifikan berpengaruh terhadap spirit antikorupsi pada penyelenggara negara
yang terus kedodoran memberantas korupsi. Seperti diketahui, saat
ini pimpinan KPK diduga melakukan pemerasan terkait penanganan kasus korupsi di
lingkup Kementerian Pertanian (Kementan).
Hingga saat ini, perkara tersebut
masih dalam pengusutan pihak kepolisian dan ditangani Dewan Pengawas KPK. Nama
Ketua KPK Firli Bahuri, diduga juga tersandung dalam pusaran kasus pemerasan
ini. Astaqfirullah ketua KPK saja
tersandung korupsi, bagaimana rakyat yakin pejabat korupsi akan lenyap dari muka
bumi Indonesia.
Pemberitaan soal elite
politik yang ditangkap KPK juga memperkaya persepsi publik dalam melihat
situasi korupsi saat ini di Indonesia. Hal ini dipastikan bahwa menilai,
perilaku koruptif di lingkup elite berpengaruh pada budaya antikorupsi di
Indonesia. Akar masalah koruptif di politik berasal dari konflik
kepentingan yang semakin marak di tubuh elite. Rakyat mendesak pemerintah
membenahi korupsi di lingkup politik, dan berhenti tutup mata pelayanan publik
yang buruk dan tidak inklusif. Semua itu, berakar dari proses politik di
Indonesia yang tidak sehat.
Krisis kepercayaan pada penegak hukum memiliki pengaruh
bagi masyarakat. Umumnya, karena perilaku pemegang kekuasaan tersebut jadi
tontonan yang tidak baik bagi publik. Meskipun demikian bagi para pegiat
antikorupsi yang banyak pengalaman tidak kaget, sebab beberapa kasus korupsi
sarat dengan kepentingan, seharusnya memberantas korupsi di Indonesia tidak
cukup hanya dengan kegiatan penindakan saja, tetapi juga perlu pendidikan dari
masyarakat untuk membangun kesadaran, keprihatinan, pemahaman terhadap generasi
agar tidak melakukankorupsi.
Rakyat
sudah lelah mengikuti pemilu guna memilih pejabat yang tidak
korupsi karena merugikan rakyat, apalagi terbukti semakin banyaknya koruptor
yang tertangkap. Ini meneggambarkan bobroknya sistem negara karena pergantian sosok
pemimpin negara pun tidak
menyelesaikan masalah pejabat korupsi, Bahkan pembentukan lembaga anti korupsi
pun tak mampu mencegah korupsi tidak terjadi lagi.
Untuk itu dapat
disimpulkan bahwa tindakan korupsi merupakan satu keniscayaan dalam sistem
sekuler kapitalis demokrasi. Apalagi
sistem ini berbiaya tinggi dan sarat kepentingan oligarki. Tambah lagi adanya keserakahan,
rusaknya integritas abdi negara dan penguasa, toleransi atas keburukan dan
lemahnya iman makin memudahkan korupsi. Islam mengharamkan korupsi dan
memberikan sanksi yang menjerakan.
Islam memiliki
berbagai mekanisme untuk mencegah korupsi termasuk dalam membangun individu yang
memiliki berkepribadian Islam. Masihkah kita ragu dengan hukum
Islam dan bertahan dengan hukum buatan manusia. Wahai rakyat Indonesia yang
mayoritas Muslim, yang mencintai agamanya dan
negerinya pasti tidak akan mau melihat negeri ini terseret menuju kehancuran.
Maka seharusnya berusaha keras menyelamatkan umat dan
negeri ini agar menjadi negeri yang penuh berkah.[]
Post a Comment