Saat ini dunia masih dihadapkan dengan berbagai krisis multidimensional. Mulai dari permasalahan kemiskinan, kelaparan, krisis pangan, krisis ekonomi, narkoba, seks bebas, hingga berbagai bencana yang terjadi diakhir tahun semisal banjir, erupsi gunung merapi hingga permasalahan migrasi para pengungsi juga masih terus terjadi. Termasuk berbagai konflik lahan atau konflik agraria yang juga saat ini merupakan permasalahan global. Dilansir dari www.landmatrix bahwa berbagai negara didunia mengalami konflik ini, Argentina, Australia, Brazil, Liberia, termasuk Indonesia.
Dan Indonesia menduduki level teratas perampasan lahan sebagai ruang hidup akibat pelayanan penguasa yang berpihak kepada para pengusaha. Penguasa memimpin negeri ini demi memuluskan keinginan para pengusaha. Bahkan dari fakta yang diungkapkan oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) bahwa ternyata dari 53 juta hektar lahan dinegeri ini hanya 2,7 juta lahan yang dikelola oleh masyarakat, sementara 94,8 % nya dikuasai oleh Oligarki. Dan KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria) menyebutkan bahwa 2.710 kejadian berkaitan dengan konflik agraria yang berlangsung dari rentang tahun 2015 hingga tahun 2022. (databoks.katadata/16/08/2022). Maka ini sungguh miris sekali, wajar jika hal ini menjadikan konflik agraria terus saja terjadi. Bahkan menjadi masalah yang terus berkepanjangan dan tidak berkesudahan.
Maka konflik lahan saat ini nyata menjadi salah satu persoalan yang dihadapai banyak rakyat. Namun faktanya negara justru membuat aturan yang memudahkan perampasan tanah rakyat dengan dalih Pembangunan. Padahal nyatanya bukan untuk kepentingan rakyat ataupun menguntungkan rakyat. Di Deli Serdang misalnya, pembangunan perumahan mewah Citra Land Gama City yang berlokasi dibeebrapa titik, yang pertama adalah di Kec.Medan Helvetia wilayah Medan Utara ternyata mengambil sebagian besar lahan masyarakat. Ada 211 hektar lahan yang sebagian milik PTPN.II dan sebagiannya adalah milik masyarakat. Untuk membangun perumahan tersebut, masyarakat dipaksa pindah tanpa ada solusi penempatan dari pemerintah, dengan kata lain masyarakat diminta untuk mencari tempat tinggal sendiri.
Dalam sebuah acara bertajuk Forum Diskusi Muslimah pada beberapa waktu lalu, penulis menyampaikan kepada para peserta bahwa masalah ini terjadi karena penerapan system kapitalis demokrasi dinegeri ini. Sistem ini menjadikan Pemerintah hanya menjalankan perannya sebagai regulator. Menjadi alat memuluskan kepentingan para pemilik modal yang bisa menguasai hajat hidup rakyat untuk diprivatisasi, hal itu terbukti dengan banyaknya regulasi yang justru memenangkan setiap kepentingan oligarki dan mengkhianati kepentingan rakyat. Bukti salah satunya adalah pengesahan UU Ciptaker yang justru menjadi jalan mulus bagi para oligarki menguasai tanah milik rakyat. Pengesahan PP No.64/2021 tentang Badan Bank Tanah seperti yang di ungkapkan oleh WALHI justru dianggap membahayakan petani, melanggar konstitusi dan menjadi jalan untuk meliberalisme pertanahan. Apalagi pengesahan PP no.64/2021 ini 995 pasal didalamnya dibuat untuk melayani pengusaha sehingga menjadi jalan memutihkan tanah-tanah konsesi perusahaan yang bermasalah, tidak adanya izin, HGU yang kadaluarsa sehingga semakin menyuburkan mafia tanah. (walhi.orid/13/2/2023)
Dari semua fakta diatas maka jelaslah bahwa tidak ada jalan lain kecuali mengganti sistem kapitalisme-demokrasi saat ini. Sistem yang hanya berpihak kepada kepentingan Oligarki bukan berpihak kepada kepentingan rakyat. Maka solsui hakiki hanyalah kembali kepada Islam Kaffah. Islam hadir menjadi perisai bagi perempuan dan generasi dalam memberikan ruang hidup. Sebagai seorang hamba Allah, harusnya kita hanya meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya solusi atas setiap masalah yang terjadi saat ini termasuk dalam menyelesaikan konflik lahan ini. Apalagi ketika Rasulullah diutus adalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Maka sudah selayaknya hanya Islam saja yang kita ambil untuk diterapkan. Rasulullah dan para Khalifah setelah Beliau telah mencontohkan bagaimana seharusnya ketika memimpin.
Sosok pemimpin dalam Islam bisa kita ambil contoh bagaimana dahulu Khalifah Umar bin Khattab dalam mengatasi persoalan lahan yang terjadi antara seorang Yahudi dan gubernur di Mesir, Amr bin Ash. Khilafah di bawah naungan seorang Khalifah senantiasa bersikap adil, meskipun persoalan lahan yang terjadi saat itu untuk pembangunan masjid. . pemerintahan Islam yaitu Khilafah hadir untuk menjalankan syariat Islam secara kaffah, sekaligus mengurusi seluruh urusan umat termasuk pengelolaan lahan . Karenanya kepemilikan dan pengelolahan lahan yang sesuai syariat menjadi hal yang mutlak diwujudkan Khilafah. Peran utama untuk mewujudkannya ada di pundak Khalifah atau pemerintah. Rasulullah Saw. bersabda, Imam (Khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya. (HR Ahmad, Bukhari). Dalam hadis lain Beliau Saw. bersabda, Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya. (HR Muslim). Karena itu, Khalifah tidak boleh mengalihkan peran ini kepada pihak lain apalagi korporasi dan oligarki.
Dan untuk merealisasikannya akan mengacu pada syariat Islam yang berlandaskan Alquran dan Sunah Rasulullah Saw. Ada paradigma dan konsep penting dalam mengatur lahan dan menanggulangi alih fungsi lahan, yaitu Islam memandang tanah memiliki tiga status kepemilikan. Tanah yang boleh dimiliki individu seperti lahan pertanian; Tanah milik umum yaitu yang di dalamnya terkandung harta milik umum seperti tanah hutan, tanah yang mengandung tambang dengan jumlah yang sangat besar, tanah yang di atasnya terdapat fasilitas umum seperti jalan, rel kereta; Dan tanah milik negara, di antaranya tanah yang tidak berpemilik (tanah mati), tanah yang ditelantarkan, tanah di sekitar fasilitas umum, dll. Berdasarkan konsep kepemilikan ini, maka tidak diperbolehkan tanah hutan diberikan izin konsesi kepada swasta/individu baik untuk perkebunan, pertambangan, maupun kawasan pertanian.
Tanah milik individu tidak boleh diambil apalagi dirampas secara paksa karena itu adalah sebuah kedzoliman. karena mengambil hak rakyat. Bukannya negara menjamin kesejahteraan rakyat malah justru mengabaikannya hanya demi kepentingan para oligarki dan konglomerasi. Maka sudah saatnya umat hari ini menyadari, bahwa negara yang akan peduli dan sungguh-sungguh untuk meriayah mereka hanyalah negara Khilafah yang akan menerapkan Islam secara kaffah. Sehingga agenda perjuangan mewujudkan kembali tegaknya Khilafah harus menjadi agenda utama seluruh umat. Walahu`alam bisshawab
Post a Comment