Islam Sebuah Sistem Tanpa Konflik Agraria


Oleh : Suaibah S.Pd.I.

(Pegiat Literasi) 



Konflik _agraria_ semakin_menggurita_ . Kasusnya kian tak terbendung masyarakatpun terdampak imbasnya. Sebagaimana dilansir dari katadata pada 21/1/2023 bahwa dalam Laporan akhir tahun _Konsorsium Pembaruan Agraria_ (KPA) menyebutkan bahwa pada rentang 2009—2022, ada 4.107 kasus _konflik agraria_ yang melibatkan 2,25 juta kepala keluarga. 


Pada 2022, terdapat 212 _konflik agraria_ , hanya pautan empat kasus apabila dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun kenaikannya tidak besar, tetapi luas titik konflik agraria justru bertambah lebar. Pada 2021, sekitar 500.000 hektare, sedangkan 2022 sebanyak 1,03 juta hektare dengan banyaknya keluarga terdampak 346.000 keluarga. 


Bukan itu saja, KPA mencatat ada sekitar 497 kasus kriminal yang menyerang pejuang hak atas tanah. Jumlah yang terus naik secara _signifikan_ apabila dibandingkan tahun sebelumnya, 150 kasus pada 2021 dan 120 kasus pada 2020.


Sebagaimana pernyataan Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika menyatakan bahwa belum ada perubahan _signifikan_ dari pemerintah (pusat atau daerah) dalam menangani _konflik agraria._ Ia juga menilai jika pemerintah terkesan lemah dan lambat saat membendung _konflik_ agar tidak meluas. Lebih parah lagi, _konflik agraria_ justru terjadi dengan perusahaan pelat merah, bahkan jumlahnya makin meningkat. (Kompas, 9-1-2024).


 *Sebuah Keniscayaan dalam Sistem Kapitalisme* 


Seiring meningkatnya kasus _Konflik agraria_ membuktikan bahwa pemerintah tidak mampu memberikan penyelesaian tuntas. Sungguh disayangkan, jumlah _konflik agraria_ yang meningkat justru terjadi dengan perusahaan pelat merah yang _notabene_ merupakan badan usaha milik pemerintah. Masalah ini tentu menimbulkan tanya terkait _kapabilitas_ pemerintah sebagai penanggung jawab rakyat.


Sebagaimana kita ketahui, masyarakat adalah pihak yang selalu menjadi _tumbal_ . Mereka tak berdaya karena yang mereka hadapi adalah perusahaan-perusahaan besar, apalagi jika perusahaan itu punya pembela di belakang panggung. Persoalan _konflik agraria_ juga menyeret berbagai sektor, seperti sosial, politik, hukum, hingga keamanan.

 _Konflik agraria_ tidak terjadi dengan sendirinya. Konflik tersebut terjadi akibat kesemrawutan tata kelola _agraria_ . Kebebasan kepemilikan yang disahkan oleh negara membuat siapa saja yang bermodal besar bisa menghalalkan berbagai cara, termasuk dalam kepengurusan _agraria_ . 


Saat ini, siapapun pemilik tanah yang tidak mampu menunjukkan sertifikat kepemilikan, status tanahnya pun menjadi milik negara. Seperti halnya yang terjadi di Rempang. Dengan begitu negara bisa menyerahkan hak guna lahan (HGU) kepada siapa saja yang menginginkan. Negara  tidak memikirkan lagi wilayah tersebut berpenghuni atau tidak.


Selain masalah di atas, muncul masalah lainnya. Contohnya, ketika di suatu wilayah terdapat tambang atau kekayaan alam yang bisa dikeruk, maka pihak perusahaan akan berusaha menguasai meskipun status kepemilikan tanah itu milik warga. Mereka akan melakukan apapun untuk menguasai wilayah itu. Hasilnya, sering terjadi pertikaian pada pemilik sah lahan karena berusaha mempertahankan tanahnya.


Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa aturan yang ada memberi kebebasan hak pemilikan dan tidak ada aturan jelas, _konflik agraria_ menjadi sebuah keniscayaan. Ini terjadi imbas dari diterapkannya  sistem _demokrasi kapitalisme_ dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebuah aturan membebaskan pengusaha ikut campur dalam menentukan kebijakan.


 *Islam Solusi Kehidupan* 


Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna, mampu menyelesaikan semua problem kehidupan manusia termasuk masalah _agraria_ . Dalam sistem Islam, ada 3 jenis kepemilikan yang dibolehkan oleh _Syara_ ' untuk dimiliki yakni kepemilikan individu, umum dan negara.


Pada sektor kepemilikan, Islam memiliki aturan yang _khas_ . Pengaturan Islam atas SDA yang menyangkut padang gembala, air dan api (minyak bumi dan gas alam) tidak boleh dikuasai _individu_ . Atas dasar itu, _khalifah_ tidak akan memberi peluang perorangan mengelola SDA demi keuntungan pribadi. Semua harta akan dikelola negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, ketika SDA itu jumlahnya tidak banyak, maka _individu_ dibolehkan mengelolanya.


Berkaitan dengan kepemilikan _individu_ , negara mencegah individu untuk melakukan tindakan semena-mena seperti merebut hak milik atau merebut paksa tanah milik orang lain. Tidak hanya itu, negara akan menghibahkan tanah kepada rakyat ketika mereka bisa mengelola tanah tersebut.


Ini semua akan dijalankan secara maksimal ketika diterapkan sistem Islam secara sempurna. _Khalifah_ memiliki visi pelindung bagi rakyat, sehingga masyarakat akan terpenuhi kebutuhan hidupnya. Olehnya itu Kasus __konflik agraria_ akan _sirna_ dengan penerapan Islam secara sempurna dan _paripurna_ .


 _Wallahu a'lamubishowab_

Post a Comment

Previous Post Next Post