Impor Beras Semakin Deras, Kedaulatan Semakin Kandas


Oleh : Santi Villoresi


Baru-baru ini presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras.Jakarta, CNBC Indonesia


"Yang kita harapkan adalah kita ini ingin tidak impor beras lagi, tapi itu dalam prakteknya sangat sulit karena produksinya gak mencapai karena setiap tahun. Kita bertambah yang harus diberikan makan," kata Jokowi di acara Pembinaan Petani Jawa Tengah, Di Banyumas, Selasa (2/1/2024).


Menurut Jokowi setidaknya ada 4 juta - 4,5 juta bayi yang baru lahir setiap tahun. Sehingga kebutuhan akan pangan seperti beras akan bertambah setiap tahunnya.


"Semua butuh makan, penduduk kita sudah hampir 280 juta jiwa butuh makan, semua butuh beras, butuh beras semua," tegas Jokowi.


Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat, realisasi impor beras bulan Oktober 2023 tercatat sebanyak 311.394.115 kilogram (kg), melonjak 2.299,68% dibandingkan impor bulan Oktober 2022 yang tercatat hanya 12.999.012 kg. Jakarta, CNBC Indonesia


Secara bulanan, terjadi lonjakan 60,49% dibandingkan volume impor bulan September 2023 yang tercatat sebanyak 194.359.649 ton.


Sementara, volume impor beras sejak bulan Januari sampai Oktober 2023 tercatat sebanyak 2.098.342.325 kg, melonjak 595,49% dibandingkan periode sama tahun 2022 yang tercatat sebanyak 301.706.158 kg.


Impor beras tahun ini terbanyak berasal dari Thailand dengan porsi sejak awal 2023 tercatat sebesar 984.642.850 kg. Disusul Vietnam dengan akumulasi sebanyak 946.300.250 kg.


Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, keran impor beras dibuka karena terjadi penurunan produksi akibat kekeringan ekstrem El Nino. Penurunan produksi beras mencapai 5%. Arief menyatakan bahwa langkah impor tersebut merupakan penugasan langsung dari Presiden Jokowi.



Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan bertambah pula pemenuhan kebutuhan pangan. Impor beras menjadi solusi pragmatis untuk persoalan ini.  Bahkan cenderung menjadi cara singkat untuk mendapatkan keuntungan.


Seharusnya negara berusaha untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan dengan berbagai langkah solutif dan antisipatif.  Termasuk menyediakan lahan pertanian di tengah banyaknya alih fungsi lahan, dan berkurangnya jumlah petani.


Alih fungsi lahan pertanian telah terjadi secara masif sehingga merugikan ketahanan pangan Indonesia. Alih fungsi lahan misalnya,di Jawa kebanyakan dilakukan untuk kepentingan industri dan perumahan. Akibatnya, lahan pertanian kian tergerus. Bahkan lahan pertanian yang lokasinya strategis dan memiliki infrastruktur irigasi pun mengalami alih fungsi juga.


Kurang nya perhatian pemerintah untuk meningkatkan produksi beras, menunjukkan tidak adanya keberpihakan pemerintah pada petani dan rakyat. Dengan kurangnya produksi lokal, stok beras akan selalu kurang dan otomatis memicu kenaikan harga beras di pasaran.


Kebijakan pemerintah yang lebih suka impor daripada memajukan pertanian dalam negeri ini hanya menguntungkan para oligarki, yaitu para pengusaha importir yang punya hubungan dekat dengan penguasa sehingga mendapatkan tender impor. Wewenang membuka atau menutup pintu impor memang ada di tangan pemerintah, tetapi pelaku adalah pengusaha importir.


Ini semua di sebabkan oleh sistem sekuler kapitalisme sehingga para importir tersebut mendapatkan cuan dalam jumlah besar. Alhasil, mereka berpesta pora di atas penderitaan rakyat. Cuan tersebut merupakan kompensasi atas dukungan finansial para oligarki terhadap pejabat yang berkuasa. Atas jasa para oligarki itulah, para pemimpin tersebut bisa menduduki kursi kekuasaan.


Jika pemerintah terus saja membuat kebijakan yang pro pada oligarki, bisa dipastikan kemelut seputar beras akan terus terjadi setiap tahun.


Solusi Islam


Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab menyediakan kebutuhan pokok  termasuk makanan.  Oleh karena itu, negara Islam akan mencari berbagai jalan agar terwujud kedaulatan pangan.  Apalagi Islam akan mewujudkan negara adidaya sebagai cita-cita dalam perjalanan panjangnya.


Sejatinya, pangan adalah kebutuhan dasar manusia. Sabda Rasulullah saw.,


مَنْ أصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا في سربِهِ، مُعَافَىً في جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا


“Siapa di antara kalian yang berada pada waktu pagi dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepadanya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).


Negara sebagai institusi politik yang bertugas melakukan pengurusan urusan rakyat (riayah syu’unil ummah) wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyatnya. Islam mewajibkan penguasa (khalifah) untuk memastikan tiap-tiap individu rakyat bisa tercukupi kebutuhan pangannya secara layak. Khilafah tidak hanya wajib memastikan stok pangan aman, tetapi juga memastikan rakyat bisa memperolehnya dengan harga yang terjangkau.


Di dalam kitab Al-Nizham al-Iqtishadi disebutkan bahwa Khilafah harus mewujudkan swasembada penuh dalam komoditas yang penting bagi rakyat. Beras, gandum, jagung, kedelai, dan daging merupakan sebagian komoditas penting tersebut. Oleh karenanya, Khilafah akan mengoptimalkan pertanian dan membangun industri di dalam negeri sehingga kebutuhan pangan bisa tercukupi secara mandiri, tanpa impor sedikit pun.


Terkait swasembada beras, Khilafah tidak hanya menargetkan tercukupinya kebutuhan dalam negeri, tetapi juga ketahanan pangan pada masa depan untuk mengantisipasi paceklik seperti El Nino dan sekaligus terwujudnya stabilitas harga. 


Beberapa langkah Khilafah untuk mewujudkannya adalah sebagai berikut.


1. Ekstensifikasi lahan dengan membuka lahan baru dan menghidupkan lahan tidur atau mati.


2. Intensifikasi pertanian dengan metode pertanian terbaru.


3. Optimalisasi produksi dengan penggunaan benih terbaik, alat pertanian tercanggih, dan pupuk terbaik.


4. Membangun infrastruktur untuk mendukung pertanian, misalnya terkait penyediaan air irigasi.


5. Membangun industri yang mengolah hasil pertanian.


6. Memberi bantuan bagi petani baik berupa lahan, benih, alat produksi, maupun edukasi teknik pertanian.


7. Melarang dan mencegah asing turut campur dalam pengaturan pangan dalam negeri.


Dengan mekanisme tersebut, permasalahan gonjang-ganjing beras akan teratasi, bahkan Khilafah bisa memberikan bantuan pangan pada negara yang sedang membutuhkan sebagaimana dulu Khilafah Utsmaniyah membantu Irlandia. Wallahualam bissawab. [MNews/Gz]

Post a Comment

Previous Post Next Post