Aktivitas impor beras di Indonesia masih terus terjadi hingga saat ini. Bahkan impor beras semakin lama semakin tinggi. Fenomena ini begitu miris, mengingat Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas tapi masih melakukan impor beras.
Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang hampir mencapai 280 juta jiwa pdan membutuhkan beras sebagai makanan pokok.
"Yang kita harapkan adalah kita ini ingin tidak impor beras lagi, tapi itu dalam prakteknya sangat sulit karena produksinya gak mencapai karena setiap tahun. Kita bertambah yang harus diberikan makan," kata Jokowi di acara Pembinaan Petani Jawa Tengah, Di Banyumas, Selasa (2/1/2024).(CNBC Indonesia, 2/1/2024).
Namun dalam kesempatan itu, ia mengapresiasi produksi jagung yang produksinya yang terus meningkat hingga mengurangi ketergantungan dari impor. Dari 3,7 juta ton di tahun 2015 hingga saat ini berkurang menjadi 800 ribu ton.
"Ini saya harus acungkan jempol petani yang tanam jagung, lalu padinya ini harus dikejar agar tidak impor," ucap Jokowi. (CNBC Indonesia, 2/1/2023).
Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras. Impor beras menjadi solusi pragmatis persoalan beras dan bukan mendasar. Bahkan cenderung menjadi cara praktis mendapatkan keuntungan.
Untuk mengatasi hal ini, seharusnya negara berusaha untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan dengan berbagai langkah solutif dan antispasif. Termasuk menyediakan lahan pertanian di tengah banyaknya alih fungsi lahan, berkurangnya jumlah petani dan makin sulitnya petani mempertahankan jumlah produksi yang optimal, bukan dengan jalan mengimpor beras.
Namun, dengan berlakunya sistem pemerintahan kapitalisme saat ini upaya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan memperluas lahan pertanian sehingga para petani dapat menanam padi yang berkualitas demi tercapainya produksi beras yang cukup untuk kebutuhan rakyat adalah hal yang mustahil. Sebab, lahan pertanian saat ini telah banyak yang mengalami alih fungsi lahan, misalnya untuk pembangunan infrastruktur dan pembangunan-pembangunan lainnya yang tentu berorientasi pada keuntungan semata.
Pemerintah, pihak asing dan aseng serta para pemilik modal adalah orang-orang yang menikmati keuntungan tersebut. Alhasil, impor beras makin deras, kedaulatan pangan makin kandas. Impor beras tak dapat dihindari karena kebutuhan rakyat Indonesia akan beras sangat tinggi. Kedaulatan pangan yang diharapkan menjadi solusi agar pemerintah tidak mengimpor beras hanya ilusi belaka yang tidak pernah dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintah hanya tunduk pada para pemilik modal yang mengendalikan seluruh aspek yang berhubungan dengan rakyat.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa negara tidak bertanggung jawab atas kebutuhan dan kepentingan rakyatnya. Negara sebagai pelindung dan pengayom rakyat abai dengan tugasnya untuk mengurus rakyat. Harga beras ditengah masyarakat melonjak tajam, sehingga rakyatpun kesulitan untuk membeli beras. Belum lagi ditambah dengan kesulitan-kesulitan di bidang lain yang juga dialami rakyat karena pemerintah tidak pernah bersungguh-sungguh untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Inilah gambaran rusaknya sistem kapitalis yang mengatur negeri ini. Dimana pemerintah hanya mementingkan segelintir orang dan melalaikan tanggung jawabnya untuk mengurus dan melindungi rakyat.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam menajdikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab menyediakan kebutuhan pokok, termasuk makanan. Oleh karena itu, negara Islam akan mencari berbagai jalan agar demi terwujudnya kedaulatan pangan. Apalagi Islam akan mewujudkan negara adidaya sebagai cita-cita dalam perjalannan panjangnya.
Dalam Islam, upaya mewujudkan ketahanan pangan dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi pertanian adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas tanah, menciptakan bibit unggul dan berkualitas, bagaimana meningkatkan kesuburan tanah dan kesuburan media tanam lainnya, membuat pupuk, dan obat-obatan yang ramah untuk tanah dan lingkungan. Oleh karena itu, negara akan melakukan riset pertanian yang berhubungan dengan hal tersebut. Negara pun akan mendorong para petani untuk meningkatkan produktivitas pertaniannya. Negara akan menciptakan berbagai kebijakan yang inovatif seperti pemberian lahan pada para petani, memberikan edukasi pertanian, dan lain-lain. Negara pun akan menjamin terserapnya hasil pertanian dengan harga yang layak.
Sementara itu, ekstensifikasi pertanian adalah upaya negara untuk memperluas lahan pertanian. Untuk memperluas lahan pertanian, negara akan mengatur pemberian kepemilikan tanah kepada rakyat yang mampu mengolahnya, mencegah terjadinya monopoli tanah, mengambil kepemilikan tanah rakyat yang ditelantarkan selama tiga tahun dan menyerahkan kepada siapa saja yang membutuhkan dan mau mengolahnya.
Oleh sebab itu, jelas bahwa hanya sistem Islamlah satu-satunya yang dapat menyelesaikan permasalahan impor beras, bukan sistem yang lain. Solusi ini akan hadir bila kita berada dalam naungan negara Daulah Khilafah Islamiyyah yang saat ini sedang kita perjuangkan agar dapat berdiri kembali.
Wallahu a'lam bishshowaab.
Post a Comment