Impor Beras Kian Deras, Swasembada Pangan Kandas?


Oleh : Siti Komariah


 "Tongkat kayu dan batu jadi tanaman" lirik lagu dengan judul "Kolam Susu" dari Koes Plus menjadi gambaran negeri Indonesia adalah negeri yang memiliki kesuburan tanah luar biasa dan harusnya mampu menciptakan swasembada pangan. Namun, nyatanya gambaran tersebut tidak sesuai dengan kenyataan. Indonesia justru ketergantungan impor pangan. Sebagaimana dikutip CNBCIndonesia. 02/02/2024, alasan yang dipaparkan oleh penguasa tertinggi  negeri ini, Joko Widodo mengapa Indonesia harus impor pangan, yakni beras diakibatkan Indonesia sulit untuk mencapai swasembada pangan. Di sisi lain, ada peningkatan penduduk setiap tahunnya dan mereka membutuhkan beras. 


Sungguh miris, negeri yang memiliki kesuburan tanah yang luas, dan melimpahnya sumber daya alam, serta mendapatkan julukan sebagai negeri Agraris, namun untuk mewujudkan swasembada pangan sangat sulit. Bahkan, impor menjadi solusi praktis untuk menyelesaikan masalah tidak tercapainya swasembada pangan. Padahal, impor pangan adalah bahaya yang nyata bagi negeri ini, yakni tergerusnya kedaulatan negeri ini. 


Sejatinya ini disebabkan oleh beberapa faktor, pertama, adanya alih fungsi lahan yang masif oleh para korporasi yang didukung dalam sebuah kebijakan negeri ini. Dilansir dari republik.co.id, menurut Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY mengungkapkan bahwa setiap tahunnya terus terjadi penurunan lahan pertanian di DIY. Rata-rata, penurunan ini mencapai 150 hektare hingga 200 hektare per tahun. Dengan adanya alih fungsi lahan yang kian masif, maka produksi pertanian akan semakin sulit mencapai kedaulatan pangan.


Kedua, kapitalisasi dunia pertanian. Akibat dari adanya kapitalisasi oleh para pemilik modal atau swasta membuat hampir seluruh keperluan pertanian harus dijangkau dengan harga yang sangat mahal. Misalkan, pupuk non organik dan harga bibit kian tahun harganya kian meningkat. Alhasil banyak para petani yang berhenti untuk bertani dan lebih memilih untuk menjual tanahnya dan beralih profesi. 


Kedua faktor di atas sejatinya akibat dari penerapan sistem kapitalisme dalam negeri ini. Sistem ini telah menjauhkan peran negara sebagai periayah urusan rakyat. Dia berubah dari penanggung jawab urusan rakyat menjadi pedagang yang hanya ingin mencari keuntungan dari kepemimpinannya. Para penguasa tidak ubahnya antek untuk memenuhi kepentingan para pengusaha dan pemilik modal, sedangkan rakyat hanya akan dijadikan sapi perah untuk menjalankan kepentingan tersebut. Semua yang dilakukan disandarkan pada materi. Alhasil, sektor pertanian pun tak luput untuk dijadikan ajang bisnis bagi mereka.


Di sisi lain, penerapan sistem ekonomi kapitalisme juga telah membuat negeri ini terjerat berbagai perjanjian liberal yang mengharuskan mereka tunduk terhadap ketentuan impor dan ekspor dalam kebijakan pasar bebas. Perjanjian ini membuat negeri ini tergerus kedaulatannya, termasuk kedaulatan pangan yang berimbas pada impor kian masif. 


Islam Mewujudkan Ketahanan Pangan


Islam memandang bahwa swasembada pangan adalah aspek penting dalam sebuah negara. Selain, sebagai bahan untuk keberlangsungan hidup manusia, dia juga merupakan cermin kedaulatan sebuah negara. Jika kedaulatan pangan sebuah negara baik, maka ketahanan negara tersebut juga kuat dan akan membawa pada kesejahteraan rakyat. 


Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan berbagai sektor untuk menunjang keberhasilan pada swasembada pangan tersebut. Seperti, Islam menaruh perhatian besar dalam dunia pertanian. Di mana, negara akan menurunkan para ahli untuk memetakan mana lahan subur dan tidak subur. Lahan tidak subur akan dijadikan sebagai industri dan pemukiman, sedangkan lahan subur akan dijadikan sebagai lahan pertanian. 


Kemudian, negara pun mewajibkan seluruh rakyat yang memiliki lahan pertanian untuk mengelolanya. Tidak diperbolehkan ada lahan pertanian yang terlantar, jika hal tersebut terjadi negara akan mengambil dan diberikan kepada siapa saja yang hendak mengelolanya. Sebagaimana sabda Rasulullah, "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah tersebut menjadi miliknya." (HR. Al-Bukhari).


Negara pun akan memberikan subsidi pupuk,  bibit unggul, dan melakukan berbagai pembangunan infrastruktur untuk menunjang keberhasilan produksi yang melimpah. 


Di sisi lain, negara juga akan mengatur mekanisme impor. Tidak boleh ada impor pangan yang bisa menggerus kedaulatan pangan suatu negara. Dengan demikian, negara akan mampu mewujudkan swasembada pangan. Wallahu A'alam Bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post