Ilusi Zero Stunting dalam kapitalisme


Oleh : Nur Indah Sari 
(pegiat literasi) 


Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, menyoroti penanganan stunting di Indonesia yang belum optimal. Ia pun meminta, agar pemerintah dapat melibatkan masyarakat untuk mendorong program stunting. Juga mengatakan, masyarakat perlu dilibatkan lantaran program stunting, seperti penyediaan makanan-makanan bergizi untuk anak di daerah-daerah kerap di bawah standar. Padahal, kata dia,  pemerintah telah menggelontorkan dana yang banyak untuk stunting.


Selanjutnya , Rahmad pun menyinggung program makanan tambahan untuk mencegah stunting di Kota Depok, Jawa Barat yang sempat menjadi sorotan karena temuan makanan di bawah standar.

“Ini menjadi pengalaman berharga, pengalaman yang sangat baik. Untuk itu, saya kira pendekatan untuk intervensi makanan tambahan itu pendekatan menggunakan pemberdayaan masyarakat,” ucap Rahmad kepada Beritasatu.com, Jumat (1/12/2023).


Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan dana penanganan stunting (kekurangan gizi pada anak) di tingkat daerah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sebelumnya mencatat bahwa dana stunting di suatu daerah ada yang digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas.


Presiden Jokowi menyampaikan bahwa (pendanaan stunting) tidak digunakan dengan benar, menjadi salah satu tantangan di level pelaksanaan yang banyak kendala," ujar Hasbullah kepada Beritasatu.com pada Kamis (30/11/2023).


Stunting merupakan persoalan serius bangsa yang  tidak bisa di anggap enteng, harus diselesaikan karena ini berkaitan dengan masa depan bangsa.  Ada banyak factor yang berpengaruh,  meski Sudah ada banyak program yang telah diluncurkan, namun tak kunjung terselesaikan karena tidak menyentuh akar masalah. Di sisi lain, ada dana besar dialokasikan untuk stunting namun mirisnya ada banyak  korupsi.


dengan adanya perilaku korupsi di kalangan para pejabat Indonesia, menjadi salah satu penyebab lambatnya penurunan prevalensi stunting. Para koruptor itu telah kehilangan nurani, merenggut hak anak untuk bisa hidup sehat penuh gizi. Itulah tantangan implementasi dalam seluruh program pemerintah. 


Inilah jebakan sistem politik demokrasi yang melahirkan para penguasa yang abai terhadap persoalan rakyat yang hanya mementingakan dirinya. Jabatan hanya dimaknai sebagai sumur penggali materi untuk dirinya, keluarganya, dan partainya. Mahalnya biaya kontestasi disertai keimanan yang lemah, hanya akan melahirkan perilaku korup. Alhasil, berharap seluruh alokasi dana sampai pada rakyat di sistem ini “bagai mimpi di siang bolong”.


Disamping itu Rakyat juga terjerat kemiskinan dan utang, terutama pinjol (pinjaman online). Survey Populix pada tahun 2023 menyebutkan 65% warga terjerat pinjol. Tragisnya ada 25 kasus warga bunuh diri akibat tercekik pinjol. Awal bulan ini di Malang, Jawa Timur, satu keluarga terdiri dari suami, istri dan seorang anak perempuan melakukan bunuh diri bersama akibat jeratan utang. 


Di bidang ekonomi, ternyata kekayaan alam negeri ini tidak menjamin rakyatnya sehat dan sejahtera. Masih banyak kasus kekurangan gizi dan stunting di tanah air. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebut ada 21 juta warga Indonesia yang kekurangan gizi dan 21,6 persen anak mengalami stunting. Lebih menyedihkan lagi, sejak Oktober hingga November lalu dilaporkan ada 23 orang di Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, meninggal dunia akibat kelaparan.


Untuk itu menjalani persoalan Stunting tak mungkin terselesaikan selama negara masih menerapkan sistem kapitalisme dimana Kapitalisme menjadikan posisi negara terus bergantung kepada negara lain. Dunia yang kini dikuasai sistem ekonomi kapitalisme memiliki asumsi bahwa sebuah negara akan bisa mengubah nasibnya jika ia bergantung pada negara lain. Dengan bergantung pada negara maju, negara miskin dan negara menengah merasa akan mampu menjadi negara maju dengan bantuan alias suntikan dana.


Jika akar persoalan stunting terletak pada kemiskinan, sudah semestinya upaya yang dilakukan adalah menyelesaikan kemiskinan itu. Hanya saja, persoalan kemiskinan akan sulit diberantas jika kepemimpinan sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme, masih menjadi platform kerja penguasa. Ini karena justru sistem inilah yang menciptakan kemiskinan ekstrem, bahkan permanen.


Sistem kapitalisme membatasi peran penguasa menjadi sebatas regulator, sedangkan seluruh persoalan rakyat malah diserahkan kepada swasta. Hal ini makin menciptakan kemiskinan dan kesenjangan. Ini karena ketika pengaturan tata kelola urusan umat diatur berdasarkan kemaslahatan pengusaha, profitlah yang menjadi orientasi utama, bukan kesejahteraan rakyat secara seluruhnya


Selain itu, sistem kapitalisme menjadikan negara kehilangan fungsi utamanya, yaitu mengurusi urusan rakyatnya. Sistem ini menjadikan swasta yang memegang kendali. Lihatlah pengelolaan air, listrik, BBM, maupun pangan pokok, sebagian besar dikendalikan swasta. Bukankah kondisi ini menjadikan rakyat kian terpuruk? 


Sistem kapitalisme dan demokrasi membuka pintu lebar bagi kaum kapitalis untuk melobi eksekutif dan legislatif agar dibuat peraturan yang menguntungkan mereka, seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba dan UU Omnibus Law Kesehatan. Atinya, aturan dibuat bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan oligarki. Demokrasi yang katanya menjamin kedaulatan di tangan rakyat adalah mitos dan isapan jempol belaka. Pantas jika kerusakan demi kerusakan terus terjadi. Demikian seperti difirmankan Allah SWT:


Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Rum [30]: 41).


Padahal, Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menyelesaikan stunting dan mewujudkan kesejahteraan hidup individu per individu. Dengan sistem ekonomi Islam yang melekat dengan sistem pemerintahannya, yaitu Khilafah. Sistem ekonomi Islam akan mandiri, tidak tergantung dengan negara lain sebab ketergantungan akan mencabik kedaulatan bangsa. Alhasil, kemandirian bangsa diraih dengan mengelola SDA sendiri sehingga seluruh hasilnya diperuntukkan untuk menyelesaikan kebutuhan rakyat


Islam menjadikan sebuah negara bervisi menjadi negara adidaya yang dengannya ia akan mampu mengatur dunia sesuai dengan syariat Islam. Pemasukan kas negara (baitulmal) yang begitu besar dari pengelolaan SDA meniscayakan hal demikian. Semua rakyat sejahtera di bawah pengurusan penguasa yang amanah. Persoalan kemiskinan, stunting, kelaparan, atau pengangguran pun akan mampu terselesaikan.


Dari sinilah akan lahir ketahanan keluarga yang baik. Keluarga yang sejahtera akan melahirkan anak yang sehat dan cemerlang. Ditambah ibu yang tidak disibukkan dengan pencarian nafkah, menjadikan pengasuhan optimal dilakukan. Lahirlah anak yang kuat mental dan siap mengarungi kehidupan dan bermanfaat bagi umat.


Karena itu, Wahai kaum Muslim! Sadarilah, selama kita masih tidak melepaskan diri dari sistem yang rusak ini, maka upaya untuk keluar dari berbagai persoalan bangsa laksana seperti orang yang berputar-putar dalam lingkaran tanpa jalan keluar. Tidak ada solusi yang bisa menyelamatkan umat dan negeri ini melainkan dengan menjadikan Islam sebagai akidah umat dan menjalankan syariah Islam secara kâffah di bawah naungan Khilafah Islamiyah. 


Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post