Banjir yang terjadi di Indonesia tentu bukanlah hal yang baru, setiap musim penghujan beberapa kota besar di Indonesia selalu menjadi langganan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terjadi 4.940 bencana sepanjang 2023. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2022.
"Indonesia merupakan satu negara dari 35 negara di dunia yang potensi risiko bencananya paling tinggi, sehingga dikatakan kalau tadi di 2022, 3 ribu begitu ya memang ribuan terus, di 2023 BNPB mencatat lebih tinggi lagi 4.940 kali bencana," kata Kepala BNPB dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Jumat (CNN Indonesia, 12/01/2024)
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mencatat sedikitnya 6.000 orang dari sejumlah daerah di provinsi tersebut mengungsi akibat rumah, lahan dan tempat usaha mereka terdampak banjir sejak beberapa pekan terakhir ini.
"Mereka yang mengungsi berasal dari Kabupaten Rokan Hilir, Kepulauan Meranti dan Kota Dumai. Sedangkan warga dari kabupaten dan kota lain yang terdampak banjir belum tercatat ada yang mengungsi," kata Kepala BPBD Riau dalam keterangannya di Pekanbaru, seperti dikutip Antara, Sabtu (CNN Indonesia, 13/01/2024).
Tak hanya itu, banjir yang merendam ribuan rumah warga Kampung Bojongasih, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, pada Minggu (14/1/2024) pagi perlahan mulai surut. Banjir diakibatkan Sungai Citarum dan jebolnya tanggul anak Sungai Cikapundung.
Dari pantauan Beritasatu pada Minggu (14/1/2024) pagi, sebagian warga yang rumahnya sudah tidak terendam banjir terlihat mulai bersih-bersih dengan alat seadanya. Meski demikian, masih ada ribuan rumah warga di 7 RW dari total 14 RW di Desa Dayeuhkolot yang masih terendam. Ketinggian air yang masih 70 sentimeter itu, membuat aktivitas warga terganggu.
"Banjir mulai surut, yang terjadi berimbas pada 14 RW yang tergenang. Sekarang 7 RW yang tergenang dengan ketinggian air paling tertinggi di RW 4 sekitar 70 sentimeter," kata Kepala Desa saat ditemui di area kantor Desa, Minggu (Beritasatu, 14/1/2024).
Banjir yang selalu terjadi berulang, dan semakin lama semakin parah, di mana kita bisa melihat hal ini pastilah persoalan sistemik. Banjir sistematik dapat selesai dengan proyek yakni bendungan baru, pompa baru, kanal baru, dan lain-lain. Semua ini berkaitan dengan sistem-teknis.
Namun, jika masalahnya menyangkut tata ruang yang tidak dipatuhi, kemiskinan yang mendorong masyarakat menempati sempadan sungai, keserakahan investor yang membuat daerah hulu digunduli, sistem anggaran pemerintah yang tidak sesuai mengatasi bencana, pejabat yang tidak kompeten dan abai mengawasi semua infrastruktur, maka sudah terkait dengan non teknis.
Sistem non teknis ini, jika saling terkait dan bermuara pada pemikiran mendasar bahwa semua ini agar diserahkan kepada mekanisme pasar dan sistem ekonomi kapitalis.
Mekanisme pasar berarti menyerahkan semuanya pada hukum permintaan dan penawaran. Misalnya, kepemilikan tanah sepenuhnya tergantung pasar. Akibatnya, banyak orang yang tadinya punya lahan resapan air, akhirnya lahan itu dijual karena perlu uang dan demi profit investor lahan itu diubah menjadi real estate.
Sedangkan demokratis, artinya semua peraturan diserahkan pada kehendak rakyat, padahal rakyat hanya legitimasi saja, sebab wakil-wakil rakyat lebih mewakili kepentingannya sendiri.
Sehingga mekanisme pasar ini hanya menghasilkan kerusakan lingkungan yang luar biasa. Hal ini terjadi karena kebijakan penguasa tidak bisa melihat persoalan sebenarnya, tapi hanya memperhatikan sisi materi belaka apakah menguntungkan atau tidak. Rakyat hanya dijadikan obyek, sementara pemerintah sendiri bertindak laksana korporasi atau Perusahaan bukan pelayan atau pengayom.
Banjir terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, semuanya erat kaitannya dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam. Model pembangunan yang dibangun atas asas kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan dan abai atas dampak terhadap di lingkungan termasuk tata kota secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti alih fungsi lahan, pembangunan wilayah perkotaan, daerah tujuan pariwisata dan sebagainya.
Jika bencana banjir terus berulang, tentu sistem kapitalisme tak akan mampu memberikan perubahan dan tak kunjung terselesaikan. Sudah tidak layak Indonesia mempertahankan ideologi kapitalisme. Sebagai negeri dengan muslim terbesar yang tentu tidak ada pilihan lain kecuali dengan membawa perubahan itu menuju ideologi islam.
Dimana kebijakan pembangunan dalam Islam sangat mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat dan sangat menjaga lingkungan agar tetap dalam keharmonisannya. Pembangunan dilaksanakan untuk kepentingan umat dan memudahkan kehidupan seluruh umat. Penguasa menjalankan kebijakan berdasarkan aturan Allah dan Rasul-Nya.
Solusi Islam
Solusi banjir jelas mesti kita melihat dari perspektif kebijakan negara, sebab problem ini sudah masuk rana ideologis. Untuk itu islam memiliki seperangkat aturannya dalam system islam dalam mencegah terjadinya banjir.
Pertama, kasus banjir yang disebabkan keterbatasan daya tamping tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, maupun yang lain. Negara akan menempuh upaya membangun berbagai bendungan yang menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan dll. Pemetaan berbagai daerah rendah yang rawan terkena genangan air dilarang membangun pemukiman di wilayah tersebut. Atau negara akan membangun resapan agar air mengalir di daerah bisa dialihkan alirannya. Membangun kanal, Sungai buatan, atau apapun itu untuk mengurangi dan memecah volume air. Membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu.
Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan negara islam akan membuat kebijakan, pembukaan pemukiman atau awasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, dan penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya.
Mengatur syarat-syarat tentang izin pendirian bangunan, baik rumah, took, dll, makai a harus memperhatikan syarat-syarat tersebut. Kebijakan ini bukan untuk menyulitkan rakyat yang hendak membangun sebuah bangunan. Bahkan negara akan menyediakan birokrasi, dan menggratiskan surat izin pendirian bangunan bagi warganya. Hanya saja, Ketika pendirian bangunan di lahan pribadi atau lahan umum, diduga bisa menghantarkan bahaya, maka negara diberi hak untuk tidak menerbitkan izin pendirian bangunan.
Selain dari pada itu, negara membentuk suatu badan khusus untuk yang menangani berbagai bencana alam yang dilengkapi dengan beragam peralatan berat, evakuasi, pengobatan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana. Menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam yang mesti dilindungi dan melakukan sosialisasi pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Ketiga, dalam menangani korban bencana alam, negara akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan lokasi bencana. Lalu menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak, agar korban bencana alam tidak menderita wabah penyakit, kekurangan makanan atau terlantar.
Selain itu, negara mengerahkan para alim ulama memberikan tausiyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT.
Wallahu Alam Bish-Shawab
Post a Comment