(Ibu Rumah Tangga)
Banjir merupakan fenomena yang acapkali datang saat musim hujan tiba, dilansir dari Beritasatu.com(14/1/24) banjir yang merendam ribuan rumah warga kampung Bojongasih, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung pada hari Minggu(14/1/24) pagi mulai surut, banjir diakibatkan sungai Citarum dan jebolnya tanggul anak sungai Cikapundung. Meski demikian, masih ada ribuan rumah warga di tujuh Rukun Warga(RW) dari total empat belas Rukun Warga(RW) di desa Dayeuhkolot masih terendam dengan ketinggian air 70 centimeter.
Sementara di Jakarta, hujan deras yang turun pada hari Kamis(11/1/24) sore, menyebabkan lima Rukun Tetangga (RT) dan enam ruas jalan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terendam banjir.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah khusus Ibukota(DKI) Jakarta, Isnawa Adji, menjelaskan terjadi peningkatan genangan dari tiga Rukun Tetangga (RT) menjadi lima Rukun Tetangga(RT) dengan ketinggian air mencapai 30 centimeter, akibat hujan deras dan luapan kali Mampang. BPBD DKI Jakarta telah melakukan mobilisasi personal untuk memantau kondisi genangan di setiap wilayah dan berkoordinasi dengan berbagai Instansi, termasuk Dinas Sumber Daya Air (SDA), Dinas Bina Marga, serta Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamat (Gulkarmat) DKI Jakarta. (Beritasatu.com11/1/24).
Banjir yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia, semuanya erat dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam, sejatinya dalam pengelolaan lahan, daerah resapan air jangan sampai terganggu. Tetapi pada kenyataannya, menjamurnya perumahan, mal-mal, pusat pertokoan dan apartemen-apartemen mengakibatkan lahan resapan air makin berkurang.
Alhasil jika hujan datang, banjir pasti melanda, rakyatlah yang menjadi korban, mereka terjebak dirumah tempat tinggalnya, kehidupan seolah berhenti, baik di sekolah, kesehatan, keamanan, semuanya menjadi derita yang dirasakan rakyat.
Inilah model pembangunan yang dibangun atas dasar kapitalistik yang hanya mengutamakan keuntungan dan abai atas dampak lingkungan, termasuk tata kota secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti alih fungsi lahan, pembangunan wilayah perkotaan, daerah tujuan wisata dan sebagainya.
Berbeda dengan kebijakan pembangunan dalam Islam, yang mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat dan menjaga lingkungan agar tetap dalam keharmonisannya, Islam memandang bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah SWT, sesuai dengan firman Allah dalam Qur'an surat Al-Hadid(57): 2 yang artinya :
"Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Dengan demikian Islam menjelaskan secara jelas tentang filosofi kepemilikan tanah, sehingga jika Islam diterapkan tidak akan ada pembangunan secara liar dan brutal yang mengabaikan dampak negatif pada manusia. Pembangunan dalam Islam akan dilaksanakan untuk kepentingan umat dan memudahkan kehidupan umat, penguasa sebagai pengurus dan penjaga umat menjalankan kebijakan berdasarkan aturan Allah dan Rasulnya yang akan melindungi dan memastikan rakyat mendapat kehidupan yang sejahtera.
Wallahu alam bishawab.
Post a Comment