Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyampaikan bahwa hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang turun dari Selasa sore hingga malam telah menyebabkan banjir di 22 lokasi di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
Menurut Kepala BPBD Kota Samarinda Suwarso, curah hujan yang mencapai 79,8 milimeter dari pukul 17.00 sampai 19.00 WITA membuat air Sungai Mahakam meluap dan membanjiri daerah sekitarnya. "Banjir terjadi akibat luapan Sungai Mahakam dan saluran air yang tidak mampu menampung debit air hujan," kata Suwarso. (antaranews.com)
Secara umum, banjir yang melanda berbagai wilayah di Indonesia disebabkan banyaknya lahan yang berubah fungsi sehingga daerah resapan air berkurang, atau dengan kata lain, penyebab banjir bukan hanya aspek teknis tetapi juga dari sisi kebijakan.
Banjir berulang di perkotaan menunjukkan gagalnya tata kelola ruang yang dilakukan oleh pemangku kebijakan. Seharusnya, dalam pengelolaan lahan, memilah area lahan yang diperuntukkan untuk daerah industri, lalu untuk pusat perbelanjaan, perkantoran, perumahan, termasuk mana area yang diperuntukkan sebagai daerah resapan (recharge area) sehingga tercipta keseimbangan ekologis.
Penyebab banjir tidak bersifat tunggal, demikian pula penanganannya. Meski curah hujan akibat perubahan iklim selalu dituding sebagai penyebab banjir yang utama, tetapi kajian penyebab banjir dapat melebar ke berbagai aspek.
Benar jika curah hujan dan cuaca menjadi salah satu penyebabnya, tetapi alam dengan segala keseimbangannya menjadi tidak stabil saat aktivitas manusia menggeser penopang siklus alami alam. Perubahan iklim yang ekstrim dan kerap terjadi saat ini tentu tidak terjadi begitu saja. Terdapat sekian banyak kajian ilmiah yang menunjukkan besarnya pengaruh aktivitas manusia terhadap perubahan iklim.
Aktivitas manusia yang menggeser kestabilan bumi ini berakar dari keserakahan manusia. Pembangunan yang kapitalistik ini dikejar sebagai turunan dari kebijakan-kebijakan kapitalistik pula. Alih fungsi lahan banyak terjadi tatkala materi menjadi orientasi para pengambil kebijakan dan tidak memperhitungkan dampak lingkungan, sehingga membuat debit air tidak tertampung secara normal. Sampah-sampah yang menumpuk pun turut memperparah kondisi ini. Walhasil, banjir pun tidak terelakkan.
Masalah bencana banjir ini bukanlah perkara baru. Nyaris setiap musim penghujan bencana banjir pasti jadi langganan. Risiko ekonomi dan sosial yang ditimbulkan pun sudah tidak terhitung lagi. Sementara masyarakat dipaksa menerima keadaan, dengan dalih semua terjadi lantaran faktor alam. Hal ini menandakan bahwa upaya pemerintah tidak akan berhasil selama tata kelola biang kerusakan yakni kapitalisme sekuler masih diberi panggung untuk merusak SDAE. Pertambangan dan tata ruang kota yang buruk menjadi andil dalam banjir yang berulang. Oleh karena itu, berbicara penanganan banjir maka perlu melihat akar penyebab banjir.
Bencana terjadi saat keseimbangan alam terganggu oleh aktivitas manusia. Allah Swt. berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS Ar-Rum: 41).
Terlepas dari pentingnya perbaikan dan pembangunan infrastruktur dan teknologi dalam pengelolaan bencana, hal terpenting dalam antisipasi dan mitigasi bencana adalah visi takwa. Visi takwa inilah yang akan mewujudkan berbagai kebijakan dalam rangka mengurusi urusan umat menurut sistem dan metode sahih. Dengan demikian, segala upaya terbaik akan dilakukan oleh penguasa untuk mencegah dan menanggulangi bencana alam.
Demikian halnya visi sahih dalam pembangunan infrastruktur, yang di antaranya menggunakan material, desain, serta rancang bangunan terbaik. Tentunya, agar bangunan tersebut awet dan tahan lama, serta tidak menimbulkan bahaya ketika masyarakat sedang menggunakannya. Visi ini hanya diterapkan oleh negara yang menerapkan sistem Islam kaffah yaitu Daulah Khilafah.
Prinsip keberadaan khilafah untuk umat adalah sebagai pelayan (ra’in) bukan regulator yang seolah buta terkait kondisi rakyatnya layaknya negara kapitalisme saat ini. Terwujudnya jaminan keamanan dan terhindarnya masyarakat dari bahaya adalah salah satu diantara tupoksi negara. Maka terkait banjir khilafah memperhatikan agar hal demikian bisa dihindari.
Khilafah akan melakukan perawatan terhadap Aliran Daerah (DAS) dari hulu ke hilir. Dan khilafah akan monitoring pemanfaatan lahan, mengedukasi masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan, mendorong para ahli lingkungan, tanah, dan ahli terkait untuk merancang pemanfaatan alam serta mitigasi agar tidak menimbulkan kerusakan yang diberikan kepada umat. Solusi dalam khilafah yaitu menangani bencana dengan tuntas hingga akar masalah.
Wallahu'alam
Post a Comment