Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya yang ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender.
Perempuan semakin berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender," kata Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (6/1/2024).
-Apakah Perempuan Diberdayakan dengan Bekerja?-
Gagasan bahwa bekerja akan memberikan status yang lebih tinggi bagi perempuan di masyarakat dan keamanan ekonomi adalah sebuah ilusi, karena sebagian besar perempuan yang bekerja di banyak negara di dunia justru memasuki pekerjaan yang berkualitas buruk, dengan gaji rendah, dan seringkali berbahaya dan eksploitatif – misalnya di toko-toko manisan, pabrik-pabrik yang tidak dirawat dengan baik, dan sebagai pekerja migran yang harus melakukan perjalanan ribuan mil dari anak-anak dan keluarga mereka hanya untuk mendapatkan upah minimum.
Analisis oleh Organisasi Buruh Internasional di 142 negara, yang diterbitkan dalam laporan 'Women at Work Trends' tahun 2016, menunjukkan bahwa perempuan masih secara berlebihan (dibandingkan dengan bagian mereka dalam total pekerjaan) digambarkan sebagai “bagian administrasi, pelayanan, dan penjualan” dan dalam “pekerjaan dasar ” yang merupakan pekerjaan dengan gaji terendah.
Di Inggris, 62% dari mereka yang berpenghasilan kurang dari biaya hidup sebenarnya adalah perempuan, dan hampir sepertiga dari semua perempuan yang bekerja di Inggris tidak mendapatkan upah yang mencukupi hidup mereka. (Living Wage Foundation, 2017)
Di Bangladesh, ada 4.825 pabrik garmen, yang mempekerjakan lebih dari tiga juta orang, 85% di antaranya adalah perempuan. Industri garmen Bangladesh dicirikan oleh upah rendah, pelanggaran hak-hak pekerja yang parah, jam kerja yang terlalu lama, dan kondisi kerja yang berbahaya di dalam bangunan yang tidak dirawat dengan baik.
Negara-negara kapitalis telah lama menggunakan bahasa feminisme untuk mendorong perempuan ke tempat kerja untuk meningkatkan laba bagi bisnis, dengan sedikit manfaat ekonomi bagi perempuan.
Tawaran ide kesetaraan gender itu merusak dan berbahaya yang akan membawa kedalam kehidupan yang sempit, hina dan menyesakkan. Tuntutan kesetaraan gender tidak pernah lahir dari peradaban Islam. Peradaban non Islam menganggap perempuan menjadi warga kelas dua.
Islam memandangan dalam aspek kemanusiaan laki laki dan dan perempuan itu sama. Tetapi dalam aspek feminitas dan maskulinitas itu berbeda. Islam punya pengaturan yang sangat luar biasa. Memposisikan muslimah sebagai hamba Allah SWT, anak, istri, ibu dan anggota masyarakat.
Banyak upaya strategis yang telah ditempuh dalam mengatasi berbagai persoalan perempuan, namun tak pernah berujung pada keberhasilan. Mimpi buruk pun terulang kembali, kekerasan fisik, pelecehan seksual, diskriminasi, kemiskinan, human trafficking, dan masih banyak lagi. Berangkat dari potret buram yang menimpa masyarakat, khususnya kaum perempuan inilah, kaum feminis berupaya untuk menata ulang mimpi kesejahteraan bagi setiap perempuan di dunia.
Berbagai diskursus telah dilakukan mengangkat isu feminisme. Kita pernah mendengar aksi kampanye bertema Stand up to #ArtWorldSexism yang menyoroti dunia seni modern. Di beberapa Negara bahkan Internasional Women's Day ditetapkan sebagai hari libur nasional. Indonesia pun tak ketinggalan, Indonesian Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) bekerja sama dengan UN Women mengundang pemimpin perusahaan dalam seminar bagi perempuan untuk berdaya ekonomi, juga menggelar sebuah kampanye pemberdayaan perempuan untuk mendukung kesetaraan gender melalui kampanye 'HeForShe'.
Kegiatan tersebut merupakan gerakan solidaritas yang mengajak laki-laki sebagai mitra setara dan sebagai agen perubahan untuk mempercepat tercapainya kesetaraan gender. Opini #BeBoldForChange juga sempat digaungkan dengan fokus pada gerakan untuk menyemangati orang-orang --khususnya perempuan-- agar berani mengambil langkah nyata dan memberikan terobosan baru dalam membantu mewujudkan kesetaraan gender. Berbagai seruan telah diviralkan, 'Tolak perjodohan', 'Kerja setara', 'Menikahkan anak itu : JAHAT', 'Aurat gue bukan urusan lo!', dan sejenisnya.
/ Mampukah gerakan-gerakan tersebut membawa perubahan nyata bagi persoalan kaum perempuan? /
Tak dapat dipungkiri, semakin lama hidup kaum hawa kian tertekan. Di pundaknya terdapat tugas mengurus ranah domestik (rumah tangga), merawat, mendidik, membesarkan, dan menjaga putra-putrinya. Namun di sisi lain juga dituntut berkiprah di ranah publik demi mencapai target politis dan ideologis pihak tertentu, siapa lagi kalau bukan Kapitalisme. Setelah terjun ke dalam jebakan atas nama kesetaraan gender, mereka justru menjadi korban yang kerap disalahkan, direnggut kehormatannya, serta dirusak kedudukannya yang mulia.
Mengapa demikian? Karena baik perempuan maupun laki-laki ketika berdampingan dalam kehidupan bermasyarakat tidak memiliki landasan yang jelas. Kasus pelecehan seksual misalnya, pada umumnya memang dipengaruhi oleh faktor tampilan 'buka-bukaan' korban, sekalipun sebagian kasus korbannya menutup aurat. Maka, jika ada yang menyebut menutup aurat bukan solusi adalah salah. Begitupun salah besar jika menutup aurat dianggap sebagai satu-satunya solusi. Umat belum mampu menapaki persoalan mendasar dari setiap problem yang mereka hadapi.
Perlu penelusuran terhadap sistem interaksi sosial yang benar dan dapat diterima nalar sehat manusia. Nyatanya tak ada satupun sistem sosial yang lebih rapi dan terarah menuju visi kemanusiaan universal yang mampu menandingi Islam. Begitu istimewanya perempuan, terdapat satu surah khusus dalam Al-Quran yang diberi nama An-Nisa. Islam pun mengajarkan, derajat dan kemuliaan seseorang dihadapan Allah subhanahu wa ta'ala. ditentukan berdasarkan ketaatannya, bukan jenis kelaminnya.
Islam menempatkan posisi kaum perempuan pada kedudukan yang mulia, memandangnya secara positif, dan menyapanya dengan penuh kelembutan laksana permata. Siapapun yang memiliki permata, tak akan rela melepaskannya, menyerahkannya pada yang lain untuk diperlakukan sembarangan. Islam melalui peradabannya yang unggul telah membuat jutaan perempuan rindu akan payungnya yang meneduhkan dan memberi solusi.
Dari segi spiritual, Islam memandang kedudukan perempuan sama dengan laki-laki dalam hak dan tanggung jawabnya. Laki-Laki maupun perempuan adalah jenis manusia yang Allah ciptakan dengan potensi akal. Karenanya, manusia menjadi objek yang dikenakan beban hukum. Seruan Sang Pembuat Hukum berlaku untuk seluruh manusia yang sempurna akalnya, tanpa memandang gender. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan wajib terikat pada aturan yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Dan kelak seluruhnya akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia.
Dari segi sosial, Islam menempatkan perempuan dalam posisi terhormat. Terdapat kecaman Al-Quran berulang kali terhadap pembunuhan anak perempuan pada zaman Jahiliyah. Laki-laki dan perempuan akan berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat secara alami namun berjalan sesuai koridor syara'. Setiap perempuan dibolehkan menuntut ilmu setinggi-tingginya, juga mendapat jaminan kesehatan serta layanan kemasyarakatan lainnya seperti halnya laki-laki. Islam memandang peran perempuan yang paling esensial adalah sebagai seorang istri dan seorang ibu.
Dari segi ekonomi, sekalipun secara fitrahnya, peran sebagai istri dan ibu tak bisa digantikan oleh siapapun, tak ada larangan bagi kaum perempuan untuk mengambil keuntungan dari keahlian atau profesi mereka selama tidak menjatuhkannya pada kemaksiatan, dan melalaikannya dari tanggung jawab utama.
Islam memberikan hak secara mengesankan. Setiap perempuan memperoleh hak yang sama dengan laki-laki dalam berkepemilikan selama tidak menyalahi syariat. Islam pun memberi hak waris pada perempuan, meski setengah dari porsi laki-laki tetap tak dapat disebut diskriminasi karena perempuan berhak atas mahar dan nafkah.
Dari sisi politik, kaum perempuan berhak dipilih dan memilih untuk berperan serta dalam masalah-masalah umum kemasyarakatan, termasuk dalam berpendapat. Sebagaimana pada masa Umar bin Khattab, beliau pernah beradu argumentasi dengan perempuan dalam sebuah masjid, saat itu Umar mengakui kesalahannya dan membenarkan pendapat perempuan tersebut. Walhasil, para lelaki dan perempuan dituntut untuk saling mengisi dan berbagi dalam mengemban amanah sebagai hamba-Nya, semuanya harus bermuara pada tujuan yang sama, yaitu meraih ridha Allah subhanahu wa ta'ala.
Setiap aturan yang datang dari Sang Kuasa tidak pantas diartikan sebagai sebuah tekanan, bahkan sesungguhnya ketika seluruh aturan tersebut diterapkan secara komprehensif dengan penuh ketaqwaan dan keikhlasan akan mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan bukan hanya bagi individu namun juga bagi seluruh masyarakat.
Karena itu seluruh persoalan yang menimpa kaum perempuan karena dominasi sistem Kapitalis Sekuler ini harus dipecahkan dari akarnya. Negaralah yang punya andil terbesar dalam hal ini. Individu umat wajib dibekali dengan keimanan dan ketaqwaan, sehingga membentengi dirinya dari melakukan tindak kejahatan.
Berikutnya masyarakat. Masyarakat harus berperan aktif dan positif dalam melakukan kontrol sosial. Masyarakat secara bersama-sama menegakkan prinsip amar makruf nahi mungkar, yang akan meminimalisasi bahkan menghilangkan kejahatan ini, karena masyarakat merasa peduli dan berkepentingan untuk menghilangkan kemungkaran yang terjadi, karena setiap kemungkaran yang tidak dicegah akan mengundang azab yang merata dan menjadikan doa mereka tidak diterima. Masyarakat adalah agen terpenting dalam misi pengawalan Negara terhadap pelaksanaan hukum syariah di segala sendi kehidupan.
Maka dari itu, pihak pertama dan utama yang akan mewujudkan mimpi kaum perempuan meraih kemuliaan dan kehormatan tanpa diskriminasi adalah Negara. Negara harus menegakkan hukum, dengan sanksi hukum yang dapat memberikan efek jera.
Sanksi hukum semacam itu hanya akan ditemukan pada Sistem Khilafah, yakni dengan fungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus), artinya mencegah manusia dari perbuatan dosa (pelanggaran), serta menebus sanksi akhirat yang akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan Negara (Khilafah) di dunia. Selain itu, Negara menerapkan sistem pergaulan untuk diindahkan baik kaum perempuan maupun laki-laki untuk mewujudkan keharmonisan hidup bermasyarakat dan bernegara. Wallahu'alam
Post a Comment