Berita ini sangat mengejutkan bagi sebagian kalangan yang masih berfikir waras dan masih sehat akalnya, aneh gak sih menjadikan ODGJ termasuk DPT meski atas nama hak politik setiap warga.!
Hayo siapa yang gak waras? Mereka yang memang terganggu jiwanya atau mereka yang berpura-pura waras.
Peristiwa ini sudah dilakukan hingga kali ke 2 nya dalam pemilihan umum pada tahun 2019 dan 2024 tahun depan, ODGJ bisa menggunakan hak pilihnya dengan syarat khusus pun telah dicantumkan dalam Putusan MK bernomor 135/PUU-XIII/2015 serta kegiatan ini pun difasilitasi negara.
Jakarta - KPU DKI Jakarta memberikan kesempatan kepada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sebagai pemilih atau memiliki hak suara pada Pemilu 2024. Ribuan ODGJ di DKI Jakarta yang berhak mencoblos pada Pemilu 2024 akan didampingi KPU.
"Di DKI kami memberikan pelayanan terhadap ODGJ atau disabilitas mental untuk bisa memilih dalam Pemilu 2024," kata Anggota Divisi Data dan Informasi KPU DKI Jakarta Fahmi Zikrillah, dilansir Antara, Sabtu (16/12/2023).
Berdasarkan data dari KPU DKI Jakarta, tercatat DPT untuk Pemilu 2024 berjumlah 8.252.897 pemilih. Dari total keseluruhan 8,2 juta jumlah pemilih, 61.747 di antaranya merupakan penyandang disabilitas termasuk 22.871 disabilitas mental atau ODGJ. (detiknews, 16-12-2023)
Perlu kita ketahui pengertian dari Orang Gila, Orang gila adalah orang-orang yang kehilangan fungsi akalnya sehingga dia tidak bisa menentukan dengan benar, memilih dengan benar, juga tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Di samping itu juga konon katanya dalam sistem demokrasi memilih dalam Pemilu bukan perkara sederhana. Memilih pada saat itu adalah untuk menentukan siapa orang yang layak menjadi wakil rakyat selama lima tahun ke depan. Siapa orang yang dipercaya bisa menyampaikan aspirasi rakyat dan siapa orang yang mampu mengawal pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai penanggung jawab urusan umat. Karenanya, dapatkah anda membayangkan, jikalau sipemilihnya ini orang tak sehat akalnya. Jadi, memberikan hak memilih kepada orang gila, merupakan musibah besar karena menyerahkan masa depan bangsa kepada orang yang tidak memiliki kemampuan. Jangankan memilih mana yang baik bagi masa bangsa, mengetahui mana yang baik untuk dirinya saja orang gila itu tidak bisa, Bagaimana nasib bangsa ini jika pemimpin negeri dipilih oleh orang gila?.
Dalam kasus-kasus kriminalitas yang terjadi, apalagi kasus kriminalisasi terhadap ulama pelaku ODGJ ini bebas dari sanksi, sebagai contoh, ketika kasus maraknya penganiayaan bahkan pembunuhan kepada sejumlah ustadz dan ulama, kasusnya tidak jelas proses hukumnya bahkan terkesan dibiarkan hanya karena pelakunya diduga orang gila atau mengidap gangguan kejiwaan.
Namun ketika pemilihan umum pemilu suara mereka di ambil dengan alasan hak politik warga negara ini membuktikan adanya standar ganda di negeri ini.
Sangat berbanding terbalik dengan pasal yang mereka buat yang mana bunyi pasal tersebut,
"Tiada dapat di pidana barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal. " (Pasal 44 ayat (1) KUHP), Lalu dimana logika penguasa ketika menetapkan aturan ini?
Menyerahkan urusan memilih wakil rakyat dan memilih presiden kepada orang gila merupakan salah satu bukti tidak konsistenan sistem demokrasi.
Inilah wajah demokrasi, mampu membuat siapapun kehilangan logikanya, sistem ini pun melakukan pendataan terhadap orang-orang gila, yang penting sang tuan merasa senang, betapa buruk pengaturan urusan kaum muslimin saat ini karena menggunakan hukum tidak sesuai kehendak Allah, tetapi di atur oleh logika manusia.
Inilah salah satu bentuk cerminan hasil sistem buatan manusia atau makhluk yang dapat digunakan atau diperuntukkan sesuai keinginan hawa nafsu belaka bukan sesuatu kebutuhan.
Disisi lain yang harus kita ketahui juga, ODGJ yang didampingin saat melakukan pemilihan, besar kemungkinan mereka pun rawan untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang bisa mengakses mereka. Dengan kata lain, melibatkan mereka dalam pemilu bisa membuka pintu kecurangan, sungguh aneh ya :) , so, apakah masih mau bertahan dengan sistem ini?.
Islam memfungsikan akal sebagaimana tujuan akal diciptakan oleh Allah.
ODGJ dalam Islam diakui sebagai makhluk Allah yang wajib dipenuhi kebutuhannya, namun tidak mendapatkan beban amanah.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ali bin Abu Thalib, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda, ‘Telah diangkat pena (beban hukum) dari tiga golongan: dari orang gila hingga sembuh, dari orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak-anak hingga,baligh'
(HR.Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah)
Maka jelas sekali bahwa dalam Islam pembebanan taklif hukum berdasarkan kemampuan akalnya.
Dari hal ini dapat kita lihat, sudah nampak nyata kerusakan demokrasi, karenanya kita membutuhkan sistem pengganti yang akan menyelesaikan semua masalah manusia dengan tepat dan yang bisa menjamin kesejahteraan hidup di dunia serta akan menghantarkan pada keselamatan hidup di akhirat kelak hanyalah sistem aturan yang berasal dari Pencipta manusia, itulah sistem Islam yang memiliki mekanisme pemilihan pejabat dan wakil umat dengan cara yang sederhana dan masuk akal dan semua demi menegakkan aturan Allah yang akan dipertanggungjawabkan di akherat kelak.
Wallahu A'lam Bishawab
(hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya).
Post a Comment