Amankah Utang Luar Negeri ?


Oleh : Arsanti Rachmayanti 
(Pegiat Literasi)


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, utang pemerintah yang telah mencapai Rp 8.041 triliun atau dengan rasio terhadap PDB sebesar 38,11 persen pada November 2023 masih terkendali.


“Tentu kita lihat (rasio) utang kita tetap di bawah 40 persen, terendah dibandingkan negara maju yang bahkan di atas 100 persen juga negara berkembang yang lain. Jadi relatif ini masih hati-hati,” kata Menko Airlangga. 


Senada dengan Menko perekonomian, Ekonom Universitas Brawijaya Malang, Hendi Subandi, mengatakan bahwa rasio utang luar negeri Indonesia masih tergolong aman. Ia pun memasukkan kategori utang Indonesia sebagai utang produktif, karena digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang memberikan dampak positif jangka panjang.  


"Walaupun Indonesia berutang, negara lain juga melakukannya. Tapi selama peningkatan utang dilakukan untuk pembangunan bangsa khususnya infrastruktur, ini akan menambah aset pemerintah. Kalau aset pemerintah lebih besar dari utangnya, ini akan baik-baik saja," kata Hendi kepada Media Center Indonesia Maju. 


Sebagai informasi, utang pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga November 2023 tercatat menembus Rp8.041 triliun. Angka ini naik Rp487 triliun dibandingkan November 2022. Dengan jumlah tersebut, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) per 30 November 2023 adalah 38,11 persen atau naik dari bulan sebelumnya pada level 37,95 persen. 

Melihat rasio utang Indonesia, lanjut Hendi, sejumlah negara di Asia Tenggara justru memiliki rasio yang lebih besar, misalnya Singapura yang mencapai 167 persen atau Malaysia dengan 66,9 persen. Sementara jika dibandingkan dengan negara G20, Indonesia berada di urutan ketiga terendah setelah Rusia (21,2 persen) dan Arab Saudi (24,1 persen). (Viva.co.id/30/2023)


Direktur Pinjaman dan Hibah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Dian Lestari menyatakan pinjaman pemerintah, baik dari dalam maupun luar negeri, masih dalam posisi wajar dan aman.  "Sejauh ini, pinjaman pemerintah masih terkendali," kata Dian Lestari dalam keterangan yang diterima, Minggu (31/12/2023).


Ia menjelaskan, posisi utang pemerintah secara keseluruhan per 30 November 2023 adalah Rp8.041,01 triliun. Itu didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.048,9 triliun (88,61 persen dari total utang) dan Pinjaman sebesar Rp 916,03 triliun (11,39 persen dari total utang).


Khusus utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 886,07 triliun dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp29,97 triliun. Pinjaman luar negeri paling banyak berasal dari pinjaman multilateral (Rp540,02 triliun) disusul pinjaman bilateral (Rp268,57 triliun).


Dian menyebutkan bahwa pinjaman tersebut diperlukan untuk memenuhi pembiayaan defisit APBN, sekaligus membiayai proyek-proyek prioritas secara langsung.  "Pemerintah terus berupaya agar proyek-proyek yang dibiayai melalui pinjaman dapat terlaksana secara optimal, sehingga manfaat yang diperoleh masyarakat dapat maksimal," terangnya.


Sejauh ini, kata Dian, sudah banyak proyek prioritas nasional yang dibiayai melalui pinjaman. Diantaranya, pembangunan infrastruktur jalan tol Cisumdawu, jalan tol Medan-Kualanamu, jalan tol Solo-Kertosono, pembangunan Pelabuhan Patimban, dan MRT Jakarta.  (Antara/22/12/2023)


 *Alasan Negara Berutang* 


Dilansir dari laman Kemenkeu, utang merupakan salah satu instrumen pembiayaan yang digunakan untuk menambah kekurangan pendapatan negara yang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di negara tersebut.


Secara umum, defisit yang dialami suatu negara terjadi lantaran kebutuhan belanja yang cenderung meningkat namun belum bisa dibiayai sepenuhnya dari pendapatan.  Kenaikan kebutuhan belanja tersebut dipengaruhi oleh peningkatan kebutuhan belanja produktif, seperti kesehatan, pendidikan, insfrastruktur, perlindungan sosial, dan sebagainya.


Sebagai contoh di Indonesia, utang digunakan untuk pembiayaan APBN. Saat ini, Pemerintah Indonesia tengah mengambil kebijakan fiskal ekspansif di mana Belanja Negara lebih besar daripada Pendapatan Negara.


Tujuannya satu, untuk mendorong perekonomian tetap tumbuh. Pasalnya, Indonesia mengalami ketertinggalan dari segi infrastruktur dan masalah konektivitas sehingga menimbulkan tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat.


Selain itu, ketertinggalan tersebut juga berpengaruh pada rendahnya daya saing nasional.

Nantinya, utang akan digunakan untuk belanja produktif sehingga sering dianggap ‘aman’.  Sebab, utang yang dibelanjakan untuk hal-hal produktif akan menjadi investasi bagi pemerintah sehingga hasilnya memiliki efek multiplier berlipat di masa-masa mendatang.


Ekonom Senior, Faisal Basri mengungkapkan risiko atas utang negara  yang menggunung saat ini. Risiko itu bisa muncul bila Indonesia gagal membayar utang (default).  Ia mengatakan risiko besar jika itu terjadi adalah ancaman pada kedaulatan RI.  Ia menuturkan ancaman tersebut bisa terjadi karena jika sampai Indonesia gagal bayar utang, maka harus meminta talangan kepada Dana Moneter Internasional (IMF).


 *Pandangan Islam* 

 

Dalam memberikan “pertolongan”, IMF tentunya akan memberlakukan banyak persyaratan. Nah, syarat inilah yang berpotensi mengganggu kedaulatan RI.  Jelaslah bahwa utang adalah salah satu upaya negara-negara kapitalis menekan dan mengintervensi negara-negara pengutang,  yang tidak lain adalah negara-negara berkembang yang mayoritas  negara-negara muslim. 


Islam sebenarnya telah memiliki aturan tentang utang. Yang seharusnya negara tidak perlu berhutang. Dalam menyelesaikan masalah keuangan islam sudah memberikan contoh dengan melihat perkara yang bisa ditangguhkan dan perkara yang benar-benar urgensi.


Untuk perkara urgen sesuatu yang tidak bisa ditangguhkan maka negara akan menarik pajak pada orang-orang kaya saja yang sifatnya insidental tidak terus menerus.  Jika perkara yang bisa ditangguhkan  maka menunggu hingga negara memiliki harta.


Islam juga memiliki sejumlah sumber APBN yang bisa meminimalkan terjadinya utang. Bahkan dalam sejarahnya, APBN  dalam sistem Islam mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan publik dan menggerakkan kesehatan, pendidikan, perumahan dan transportasi. Hal ini dilakukan sebagai wujud pelayanan negara kepada rakyatnya.  Wallahualam bissawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post