Visi Indonesia Emas 2045 Menjadi Negara Maju, Kondisi Generasi Muda Yang Memprihatinkan


Oleh : Mentari

Aktivis muslimah ngaji


Pada 2045 mendatang, Indonesia genap berusia 100 tahun (satu abad). Kementerian PPN/Bappenas pun telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025—2045 dalam mendukung pelaksanaan Visi Indonesia Emas 2045 yaitu mewujudkan Indonesia sebagai “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”.


Pada 2045, Indonesia juga diprediksi akan menghadapi ledakan bonus demografi yang sangat luar biasa. Sekitar 70% penduduk Indonesia berada pada usia produktif. Jumlah penduduk usia produktif antara 15 hingga 64 tahun lebih besar daripada jumlah penduduk usia non produktif atau usia dibawah lima belas tahun dan di atas 64 tahun.


Adanya potensi pemuda di usia produktif itu, digadang-gadang menjadi momentum kebangkitan Indonesia Emas.


Praktisi pendidikan dan pemerhati generasi Dr. Retno Palupi, drg., M.Kes. mengakui besarnya tanggung jawab pemuda dalam mempersiapkan kebangkitan Indonesia Emas. Namun, ia menyesalkan kondisi generasi muda saat ini justru memprihatinkan.


"Banyak kasus pemuda menjadi pelaku kekerasan hingga pembunuhan, pecandu narkoba, pelaku seks bebas, penyuka sesama, dan banyak yang mengalami masalah kesehatan mental,” ungkapnya kepada MNews, Ahad (3-12-2023).


Tidak hanya itu, menurutnya, mental illness ini banyak pula dialami oleh kaum intelektual muda. “Berapa banyak kejadian mahasiswa atau mahasiswi yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,” imbuhnya.


Selain itu, ia menjelaskan, gaya hidup generasi juga makin hedonis. “Flexing (pamer kekayaan-red.) menjadi kebiasaan. Sungguh generasi hari ini tidak menunjukkan potret generasi unggul dan berkualitas,” sesalnya.


Ia juga memaparkan fakta lain, intelektual muda yang digadang-gadang memiliki karakter kuat, memiliki daya kreativitas dan inovasi, justru potensinya dibajak oleh oligarki.


“Melalui Merdeka Belajar, intelektual muda disibukkan mengganti ilmu dalam perkuliahan dengan program magang ke dunia industri demi pengalaman kerja yang sering tidak sesuai dengan kompetensi. Hidup miskin visi, asal bisa memenuhi kesenangan pribadi. Keilmuan tidak lagi dihargai, lulusan perguruan tinggi yang penting segera terserap di dunia kerja dan industri,” bebernya.


Dalam penilaiannya, standar pendidikan yang hanya mengukur keberhasilan dari indikator materi akan membentuk karakter materialistis dan individualis.


“Dengan model pendidikan sekuler liberal seperti ini, alih-alih memikirkan kebangkitan negeri, yang ada fokus diri sendiri. Generasi akan memaknai kesuksesan hanya apabila membawa manfaat materi. Sukses itu, jika fresh graduate memiliki gaji dua digit. Milenial sukses adalah usia muda, pekerjaan mentereng, gaji tinggi. Itulah buah pendidikan liberal sekuler. Semua bermuara pada manfaat materi dan kepentingan pribadi,” kritiknya.


Retno menilai, generasi produk sekuler kapitalisme menyelesaikan masalah pribadi sendiri saja tidak mampu, apalagi mengemban amanah menjadi penggerak kebangkitan.


Pemikiran Islam


Dalam analisisnya, Retno mengatakan, lemahnya generasi sesungguhnya tercipta dari pemikiran sekuler kapitalis yang ditanamkan pada generasi.


“Maka untuk mewujudkan generasi berkualitas tinggi, satu-satunya jalan adalah mencampakkan sistem sekular kapitalisme, dan mengganti dengan pemikiran Islam ideologis,” ungkapnya.


Ia melanjutkan, dengan pemikiran Islam ideologis, generasi akan dididik dengan sistem pendidikan Islam, menanamkan visi dan misi hidup yang benar dengan akidah Islam.


“Bahwa visi hidup manusia adalah menjadi hamba yang bertakwa, misi hidupnya adalah beribadah kepada Allah Swt. dengan menjalankan seluruh syariat Islam dan menjauhi seluruh larangan Allah,” jelasnya.


Ia juga menerangkan, sistem sosial yang rusak menjadi salah satu penyebab rusaknya generasi. Oleh karenanya, ia menekankan, untuk mewujudkan generasi yang berkualitas, harus menerapkan sistem sosial yang benar dalam kehidupan.


“Sistem sosial yang memungkinkan interaksi di masyarakat dalam rangka ta’awun (tolong menolong-red.) untuk mewujudkan kemaslahatan. Interaksi sosial yang menerapkan syariat Islam sebagai panduan. Sehingga interaksi di antara manusia tidak akan menimbulkan kemaksiatan dan keburukan,” tegasnya.


Yang tidak kalah penting, sambungnya, peran media dalam membentuk generasi. Menurutnya, pemerintah harus mampu mewujudkan media yang berperan memberikan informasi dan edukasi yang baik untuk generasi.


“Pengawasan dan kendali terhadap media yang dilakukan oleh Pemerintah akan memfilter media yang positif. Bahkan, jika ada media yang melanggar ketentuan syariat,akan diberikan sanksi berat,” tandasnya.


Ia meyakini, media akan menentukan warna opini atau pemikiran yang berkembang di masyarakat dan akan mempengaruhi pemikiran generasi.


“Dengan sistem pendidikan Islam, akan terwujud generasi tangguh yang siap membangkitkan peradaban emas dan siap memimpin umat di masa depan.

Post a Comment

Previous Post Next Post