(Pemerhati sosial dan generasi)
Di Penajam Pser Utara Saat ini, terdapat sekitar 1.034 balita (anak di bawah lima tahun) di PPU yang mengalami stunting. Mereka tersebar di berbagai kecamatan, dengan Kecamatan Penajam memiliki 345 balita stunting, Kecamatan Waru dengan 24 balita, Kecamatan Babulu sebanyak 311 balita, dan Kecamatan Sepaku dengan 354 balita stunting.
Dalam upaya pencegahan stunting, Dinas Kesehatan PPU memberikan tambahan gizi, mengedukasi orang tua, dan fokus pada peran penting pola asuh dan asupan gizi dalam penanggulangan stunting.
Selain itu, bagi para remaja putri juga diberikan tablet penambah darah sebagai langkah pencegahan stunting sejak dini. Tablet penambah darah diberikan kepada remaja putri untuk memastikan bahwa mereka tidak mengalami anemia atau kekurangan darah saat menikah dan hamil, yang dapat berdampak negatif pada pertumbuhan bayi dalam kandungan.
Sejauh ini terpantau jumlah kasus stunting di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) masih tinggi. Hal itu disampaikan oleh Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) PPU, Linda Romauli Siregar, angka stunting di PPU masih di kisaran 17 persen. Beliau juga mengatan “Kita akan membuat sistem itu berawal dari membangun sistemnya dahulu. Sejauh ini untuk penanganan stunting masih dalam bentuk pemberian makanan tambahan, maka perlu sistem baru,"
Indonesia sendiri telah menargetkan prevalensi stunting menjadi 14 persen tahun 2024, dimana pada 2019 mencapai 27,6 persen (Riset Kesehatan Dasar 2019) dan di 2023 turun menjadi 21,6 persen.
Sebenarnya, penyebab stunting adalah multifaktor, di antaranya pola asuh, pola makan yang kurang baik, sanitasi yang kurang layak, juga terbatasnya layanan kesehatan. Menteri PPPA menyoroti bahwa rendahnya kualitas pengasuhan sebagai fenomena sosial yang begitu menentukan terjadinya stunting ternyata justru kurang diperhatikan.
Menteri PPPA juga mengaitkan rendahnya kualitas pola asuh dengan ketaksiapan menjadi orang tua. Kualitas pengasuhan sering dikaitkan dengan ketaksiapan menjadi orang tua karena perkawinan yang dilakukan pada usia anak.
Selain itu, perkawinan anak dianggap belum didukung kemampuan finansial yang mapan yang menentukan asupan gizi yang anak dapatkan. Perkawinan anak juga dianggap sebagai praktik yang dapat mencoreng seluruh hak anak, bentuk tindak kekerasan terhadap anak, serta melanggar hak asasi manusia.
Dalam percaturan global, inilah yang juga dinarasikan sebagai salah satu penyebab stunting sebagaimana ditekankan WHO. Indonesia mengamini hal ini sehingga turut menyerukan pencegahan perkawinan anak untuk mencegah stunting. Dilakukanlah berbagai langkah untuk mencegah terjadinya perkawinan anak, termasuk pelibatan anak dan remaja.
Kemen PPPA juga menggandeng para pemuka adat karena ada praktik perkawinan anak yang erat hubungannya dengan budaya. Selain itu, ada berbagai program untuk mencegah perkawinan anak, termasuk penandatanganan MoU dengan MUI tentang pendewasaan usia perkawinan anak untuk peningkatan kualitas hidup SDM.
Upaya strategis lainnya adalah mengawal pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Dispensasi Kawin sebagai turunan UU 16/2019 tentang Perubahan Atas UU 1/1974 tentang Perkawinan. Berbagai upaya tersebut menunjukkan Pemerintah serius menjadikan pencegahan stunting melalui pencegahan perkawinan anak.
Faktor Utama: Kemiskinan
Memang betul perkawinan anak adalah salah satu penyebab stunting. Dalam data penyebab langsung stunting tahun 2020 yang ditampilkan situs stunting.go.id, terdapat 22,2% wanita hamil di bawah usia 18 tahun; 29,8 wanita kawin di bawah 18 tahun; dan 16,7 wanita melahirkan di bawah 18 tahun.
Sedangkan penyebab langsung stunting lainnya jauh lebih besar dengan tiga sebab terbanyak, yakni 79,8% bayi dan anak di bawah dua tahun (baduta) mengonsumsi MPASI buah sayur; 78,6% mengonsumsi MPASI protein hewani; dan 72,5% prolonged ASI (7—24 bulan).
Dari angka ini, jelas bahwa sejatinya persoalan stunting terkait erat dengan kurangnya akses terhadap gizi lengkap dan seimbang. Faktor utama penyebab rendahnya akses terhadap gizi adalah kemiskinan.
Jika kita telaah secara mendalam, faktor utama stunting adalah rendahnya akses terhadap makanan bergizi yang terkait erat dengan faktor kemiskinan—sebagaimana halnya rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk sanitasi dan air bersih.
Kemiskinan juga membuat remaja para calon ibu dan ayah memiliki tingkat kesehatan rendah yang jelas berisiko stunting. Ini karena gizi seorang wanita sebelum hamil terkait erat dengan kesehatan masa hamil.
Demikian pula perkawinan anak saat ini. Selain karena budaya, perkawinan anak sekarang juga dinilai menjadi salah satu langkah membebaskan diri dari kemiskinan ataupun meningkatkan taraf kehidupan. Perkawinan anak juga sering terjadi sebagai jalan keluar dari lingkungan keluarga yang tidak harmonis.
Dari fakta diatas telah tampak akar masalah stunting sebenarnya adalah kemiskinan yang berdampak pada berbagai faktor lainnya. Oleh karenanya, langkah strategis memberantas stunting harus fokus pada pengentasan kemiskinan, bukan sekadar pemberian makanan tambahan, apalagi pencegahan perkawinan anak. Ada banyak hal yang saling terkait dan membentuk jaringan kompleks sebagai penyebab stunting.
Kemiskinan ini pula penyebab terbesar perampasan hak anak. Lantas, mengapa bukannya memprioritaskan pengentasan kemiskinan? Seharusnya lagi, sistem ekonomi kapitalismelah yang digugat sebagai penyebab stunting karena nyata-nyata mengakibatkan rakyat miskin dan hidup menderita, serta berpengaruh terhadap peningkatan jumlah stunting.
Dengan demikian, pengentasan kemiskinan seharusnya menjadi langkah utama untuk mencegah dan memberantas stunting di Indonesia.
Solusi Tuntas
Islamlah satu-satunya harapan untuk memberantas stunting. Dalam Islam, negara wajib menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat, termasuk anak-anak. Khalifah akan memperhatikan kualitas generasi karena merekalah yang akan membangun peradaban masa mendatang.
Dengan sistem ekonomi Islam, negara akan mengatur kepemilikan negara dan mewajibkan pengelolaan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat tidak diberikan kepada para oligarki. Negara akan memiliki sumber pendapatan yang besar sehingga mampu menjamin rakyat individu per individu mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka dan terhindar dari kemiskinan.
Dengan dukungan berbagai sistem Islam lainnya, negara mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan sesuai dengan gizi seimbang secara berkualitas untuk semua rakyatnya. Membuka lapangan kerja melalui pengurusan pemimpin atau Khalifah dan pejabat yang adil dan amanah, lahirlah generasi bebas stunting dan hidup sejahtera; tumbuh kembang akan optimal, sehat, cerdas, kuat, produktif; serta tentu saja beriman dan bertakwa. Wallahualam.
Post a Comment