Sertifikat Tanah Elektronik: Solusi atau Bukan?


Anindya Taqiya


Pemerintah Indonesia saat ini tengah gencar mengimplementasikan sertifikat tanah elektronik. Sertifikat tanah elektronik ini diharapkan dapat meningkatkan kepastian hukum atas kepemilikan tanah, serta mengurangi terjadinya konflik agraria.

Pada dasarnya, sertifikat tanah elektronik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sertifikat tanah fisik. Sertifikat tanah elektronik lebih mudah diakses dan diverifikasi, serta lebih aman dari risiko kehilangan atau kerusakan. Selain itu, sertifikat tanah elektronik juga dapat mendukung digitalisasi pertanahan di Indonesia. mari kita telaah kembali apa saja faktor yang membuat sertifikat tanah elektronik mampu menyelesaikan konflik agraria.


Sertifikat tanah elektronik dapat meningkatkan kepastian hukum atas kepemilikan tanah. Hal ini dapat mengurangi potensi konflik agraria yang disebabkan oleh sengketa kepemilikan tanah. Sertifikat tanah elektronik juga jauh lebih mudah diakses dan diverifikasi. Hal ini dapat memudahkan masyarakat untuk mengetahui status kepemilikan tanah mereka, sehingga dapat mengurangi potensi konflik agraria yang disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang status kepemilikan tanah mereka, Namun, apakah sertifikat tanah elektronik benar-benar mampu menyelesaikan konflik agraria?


Konflik agraria sering kali terjadi karena ketimpangan sosial yang menyebabkan masyarakat miskin dan marginal tidak memiliki akses yang sama terhadap tanah. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mengurangi ketimpangan sosial, seperti melalui program reforma agraria. Konflik agraria juga sering kali terjadi karena ketidakadilan agraria, seperti kasus perampasan tanah oleh perusahaan atau pemerintah. Korupsi juga sering menjadi faktor yang memperburuk konflik agraria. Hal ini karena korupsi dapat menyebabkan tanah-tanah masyarakat dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memberantas korupsi, khususnya di bidang pertanahan. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memastikan keadilan agraria, seperti melalui penegakan hukum yang tegas terhadap kasus-kasus perampasan tanah.


Faktor-faktor lain, seperti ketimpangan sosial, ketidakadilan agraria, dan korupsi. juga menjadi alasan lain mengapa sertfikat elektronik tidak mampu menjadi solusi, Selain itu, perlu juga diperhatikan bahwa implementasi sertifikat tanah elektronik di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan. Seperti kurangnya sosialisasidan Ketersediaan infrastruktur, Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang sertifikat tanah elektronik dan Infrastruktur digital masih belum memadai di beberapa daerah di Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur digital di daerah-daerah tersebut.


Selain itu Keamanan data, Sertifikat tanah elektronik menyimpan data-data penting, seperti identitas pemilik tanah dan luas tanah. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memastikan keamanan data-data tersebut, didimpulkan dari Kompas.com : https://www.kompas.com/properti/read/2023/12/09/100000821/soal-potensi-data-sertifikat elektronik-diretas-begini-kata-hadi. Jika tantangan-tantangan tersebut dapat diatasi, maka sertifikat tanah elektronik dapat menjadi salah satu solusi yang efektif dalam menyelesaikan konflik agraria di Indonesia.


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sertifikat tanah elektronik memang dapat menjadi salah satu solusi dalam menyelesaikan konflik agraria, tetapi tidak dapat menyelesaikan konflik agraria secara menyeluruh. Masyarakat Indonesia adalah produk dari lingkungan yang membuat mereka, tetapi lingkungan yang ada bukanlah lingkungan yang dapat mewujudkan perbaikan, dan sebagai muslim, dengan negara yang mayoritas muslim pula, Islam mewajibkan negara menjaga kepemilikan individu dan mengakui keberadaannya. Pengakuan hak milik tidak semata-mata hanya dikarenakan sertifikat  tapi pengelolaannya, dan dengan Aparat yg beriman, dapat dipastikan bahwa tidak akan ada lagi  penyalah gunaaan kekuasaan dan kewenangan, Islam menyediakan solusi untuk permasalahan ini yang dapat diterapkan secara menyeluruh dan sistematis, lantas apalagi pertimbangan yang masih kita perlukan?

Post a Comment

Previous Post Next Post