Sertifikat Elektronik Mungkinkah Atasi Sengketa Lahan


Oleh : Jumiliati



Hidup diera digital niscaya mengikuti arus digitalisasi, yang terbaru ini Sertifikat elektronik dirilis dan diharapkan bisa mengatasi sengketa lahan.


Dilansir dari laman berita Bandar Lampung  ( Lampost)-- Pemerintahan Pusat resmi meluncurkan sertifikat tanah elektronik secara nasional pada Senin, 4 Desember 2023. Digitalisasi itu sebagai upaya untuk menekan konflik lahan. Sekretaris Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto, mengatakan terdapat 3.125 sertifikat hasil kegiatan pendaftaran.   Vf tanah sistematis lengkap ( PTSL ) dan di redistribusi untuk masyarakat Lampung. " Terobosan ini diharapkan dapat mengurangi konflik - konflik terkait tanah, khususnya mafia tanah, " ujar Fahrizal, saat penyerahan sertifikat Tanah dan peluncuran Sertifikat Tanah Elektronik di Novotel Bandar Lampung.


Menggunakan sarana digital bukanlah hal yang salah bahkan sangat membantu kita untuk melakukan sesuatu. Di era digitalisasi kita harus update teknologi agar kita bisa melihat apa yang terjadi di dunia. Begitu juga sertifikat Tanah Elektronik itu tidak salah, namun penerapan sistem pemerintahan yang dianut di  negara kita yang salah. Sengketa Lahan terus saja terjadi, apalagi jika pemilik modal yang menjadi lawannya, mestilah pemilik modal yang pasti berhasil memenangkan sengketa. Sudah bukan rahasia lagi hidup didalam negara yang mengadopsi sistem kapitalis pasti pemilik modal lah yang berkuasa yang mementingkan persengketaan, negara juga tidak mengakui hak milik rakyat  meskipun rakyat memiliki bukti sertifikat Tanah yang lebih lama seperti yang terjadi di provinsi Lampung, tepatnya di Kelurahan Pasir Gintung, Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung. Mereka dipaksa dan digusur oleh PT KAI Divre IV Tanjung Karang dari rumah yang ditempati sejak puluhan tahun lalu dan bersertifikat.


Warga berusaha mempertahankan haknya karena memiliki bukti kepemilikan sertifikat tanah yang diterbitkan oleh pemerintah pada tahun 1968. PT KAI Tanjung Karang menyatakan memiliki bukti kepemilikan berupa hak guna bangunan nomor 187 yang terbit pada tahun 2016, berdasarkan grondkraart  yang dimiliki PT KAI. Inilah bukti negara abai dan tidak berpihak kepada rakyat tetapi justru mementingkan Korporasi dan oligarki tanpa memperdulikan kepentingan rakyat. Padahal seorang pemimpin negara bertanggungjawab atas rakyat yang dipimpinnya.


Sangat berbanding terbalik dengan sistem pemerintahan Islam yang mampu mengatur setiap aspek kehidupan dengan baik sesuai dengan aturan Islam.


Dalam sistem Islam negera adalah sebagai ro'in atau pelayan umat yang melayani setiap permasalahan umat termasuk pula masalah sengketa lahan, itu bisa kita lihat dari kisah Abdurrahman bin Auf yang ditegur oleh Kholifah Umar bin Khattab karena telah menggusur paksa rumah seorang Yahudi karena akan membangun bangunan masjid yang besar diwilayahnya. Begitu lah sistem Islam yang mengakui kepemilikan rakyat dan tidak berlaku dzolim kepada rakyatnya. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem Allah dalam mengambil hukum, karena hukum manusia sudah terbukti rusak dan tidak layak untuk dipertahankan. Hanya hukum Allah lah yang mampu mengatur setiap aspek kehidupan termasuk juga penyelesaian sengketa Lahan. Rasulullah Saw bersabda : "siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara dzolim, maka Allah akan mengalungkan tujuh lapis bumi ke lehernya". ( HR . Al Bukhori, Mutafaq'alaih).


Wallahu'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post