Oleh Dwi Sri Utari, S.Pd
(Guru dan Aktivis Politik Islam)
Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Bandung mulai melakukan penyusunan dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045. Hal ini ditandai dengan Bupati
Bandung Dadang Supriatna yang membuka Kick Off Meeting RPJPD 2025-2045 di Ruang
Malabar Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida)
Kabupaten Bandung Rabu, 22 November 2023.
Dilansir
dari Visi News, Bupati Bandung berpesan agar RPJPD yang merupakan penjabaran
dari visi, misi, arah kebijakan, dan sasaran pokok pembangunan daerah jangka
panjang untuk 20 tahun ke depan, agar disusun dengan berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW). Di mana RPJPN 2025-2045 dirancang guna mewujudkan visi “Indonesia Emas
2045” yang memiliki tagline “Indonesia berdaulat, maju,
adil, dan makmur”. Dalam hal ini Bupati Bandung menandaskan, RPJPD harus bisa
menggambarkan secara global kebutuhan Kabupaten Bandung, baik dari skala mikro
maupun makro melalui proyek-proyek strategis nasional.
Pertanyaannya,
Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur, betulkah
kemakmuran rakyat itu akan terealisasi?
Apabila
diamati dengan seksama, ingar bingar program prioritas pembangunan
infrastruktur sejatinya bukan tulus untuk kemaslahatan rakyat. Bupati Dadang
Supriatna menyontohkan berapa lokasi proyek di Kabupaten Bandung yang dijadikan
proyek strategis nasional, salah satunya proyek Kereta Cepat Indonesia Cina
(KCIC) yang ada di Stadiun Tegalluar, Kecamatan Bojongsoang. Namun, faktanya KCJB
tidak mungkin dapat diakses oleh semua orang. Hanya orang-orang berkantong
tebal saja yang dapat menikmatinya. Padahal, infrastruktur umum seharusnya
dapat diakses oleh semua orang tanpa kecuali. Lebih miris lagi, uang rakyat yang
digunakan untuk membangunnya, tetapi rakyat sendiri tidak dapat mengaksesnya. Yang ada, kemaslahatan rakyat terancam dengan tambahan biaya dan utang
yang dilakukan negara. Proyek kereta cepat memang bukan bantuan dari negara lain,
melainkan proyek pinjaman dari Cina. Siapa lagi yang bakal terbebani dengan
pinjaman berikut bunganya jika bukan rakyat yang dituntut membayar dengan
tarikan pajak?
Proyek
strategis nasional lainnya, antara lain rencana pembuatan jalan bypass di
wilayah Bandung selatan. Pemkab Bandung juga tengah mengusulkan pembuatan Jalan
Tol Soreang dan Jalan Tol Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap (Getaci) yang akan
dimulai tahun 2024. Hakikatnya, pemerintah membangun infrastruktur jalan pun
bukan untuk kepentingan rakyatnya. Sebagaimana diketahui Badan Pengelola
Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
senantiasa melelang proyek tol yang sebagian besarnya berada di Pulau Jawa.
Ironisnya, semua proyek itu diprakarsai oleh badan usaha—swasta maupun pelat
merah—dan bukan oleh Kementerian PUPR. Tidak pelak, mahalnya biaya yang
dibutuhkan itu kerap memunculkan polemik. Sebab, sering kali dana yang
digunakan berasal dari utang pemerintah atau BUMN. Akibatnya, demi menutupi
utang tersebut, mau tidak mau jalan tol yang sudah selesai dibangun
berkonsekuensi untuk dijual atau didivestasikan ke swasta.
Apabila
ditelaah secara mendalam, biang keladi kondisi miris ini adalah penerapan
sistem kapitalisme. Sistem ini melahirkan konsep good governance yang
membuat negara beralih fungsi sebagai pelayan korporasi. Akibatnya, berbagai
proyek pembangunan infrastruktur dijalankan, tetapi tanpa perhitungan maupun
prioritas, yang penting apa yang dikehendaki korporasi dapat terlaksana.
Dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045, Bupati Bandung memperhitungkan
pula tentang Indeks Pembangunan Pemuda (IPP). Apalagi penduduk Kabupaten
Bandung sebanyak 3,7 juta jiwa, 52 persennya didominasi generasi muda.
Menurutnya, harus disiapkan program prioritas pelatihan kepemudaan dalam rangka
menyongsong Indonesia Emas 2045. Namun dengan teori pembangunan ala kapitalisme
yang mereka pelajari menjadi acuan dan standar. Sehingga keberhasilan pelatihan
harus diikuti dengan indikator keberhasilan pembangunannya yang dilihat
dari makin tingginya pertumbuhan ekonomi.
Teori-teori ini menjadikan intelektual kaum muslim tertipu dalam model
pembangunan ala kapitalisme.
Oleh karenanya, mereka tidak menyadari desain kapitalisme global dalam menjajah
ekonomi dunia Islam, bahkan malah menganggapnya sebagai tahapan untuk menjadi
negara maju. Maka,
Indonesia Emas 2045 dengan tagline “Indonesia
berdaulat, maju, adil, dan makmur”, selama menggunakan indikator sistem ekonomi
kapitalism hanya khayalan.
Indonesia
berdaulat secara ekonomi, serta adil dan makmur pada 2045 akan menjadi
kenyataan kalau sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem ekonomi Islam. Dengan
sistem ekonomi Islam akan bisa mewujudkan keadilan dan kemakmuran karena dalam
sistem ekonomi Islam ada pengaturan kepemilikan, yakni kepemilikanan individu,
negara, dan umum. Contohnya, barang tambang dalam Islam itu milik umum yang
wajib dikelola oleh negara untuk dikembalikan kepada rakyat. Jadi akan terwujud
pemerataan PDB, tidak terjadi kesenjangan yang tinggi. Melaui sistem ekonomi
Islam, akan dilakukan pengelolaan dan pengaturan distribusi kekayaan. Sistem ekonomi Islam juga mengharamkan penyerahan kepemilikan umum,
ungkapnya, seperti tambang mineral, batu bara, nikel, dan emas yang banyak itu
diserahkan kepada swasta, tetapi wajib dikelola oleh negara karena merupakan
milik umum. Dengan mekanisme ini, maka akan terwujud Indonesia Emas 2045 itu
adil dan makmur karena seluruh kekayaan, dalam pandangan Islam, akan memberikan
kontribusi terhadap APBN secara optimal. Kemudian negara mendistribusikannya
kepada rakyat.
Sehingga meoptimalkan peran pemuda untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045
adalah dengan memupuk pada diri para pemuda untuk melakukan perjuangan
menerapkan aturan-aturan Islam dalam mengelola negara. Sejarah membuktikan
bahwa peradaban Islam diusung oleh para pemuda. Sirah Rasulullah saw.
menggambarkan kelompok dakwah Rasul diisi oleh para pemuda. Bahkan,
keberhasilan thalabun mushrah juga ada di tangan pemuda, yaitu Mush’ab bin Umair dan Sa’ad bin Muadz.
Desain pembangunan kapitalisme telah membuat pemuda muslim jauh dari
potensi itu, ditambah lagi tantangan akibat arus moderasi. Oleh karenanya,
dibutuhkan inkubator pemuda Islam yang kuat agar tidak terjebak dan tertipu
dengan arus liberalisasi. Potensi pemuda saat ini seharusnya bisa menjadi peluang
untuk mendekatkan gambarn institusi global yang mempersatukan dunia Islam. Walhasil, sudah
saatnya pemuda mengubah visi masa depannya ke arah Islam.
Post a Comment