Oleh: Fadia Nur Baiti
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta
Mahkamah Agung
menolak permohonan kasasi Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Siti Nurbaya, terkait kasus polusi udara Jakarta. Mahkamah Agung
menegaskan, pemerintah tetap dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum
sebagaimana putusan pengadilan sebelumnya (CNN Indonesia 16/11/23).
Penolakan
Mahkamah Agung atas kasasi pemerintah dalam kasus polusi udara di Jakarta
dinilai sebagai kemenangan rakyat. Penolakan ini berdampak pada kewajiban
melaksanakan hukuman. Namun, hukuman yang dijatuhkan berupa penentuan
pengetatan Baku Mutu Udara Ambien Nasional, dan sejenisnya yang merupakan
tupoksi para tergugat.
Keputusan ini
menunjukkan bahwa masyarakat berupaya memberikan pelajaran kepada penguasa, dan juga menunjukkan bahwa penguasa tidak
serius menyelesaikan kasus polusi. Bahkan jika rakyat mengajukan tuntutan
hukum, hal tersebut tidak menjadi solusi tuntas untuk menyelamatkan rakyat dari
polusi.
Inilah sistem
kapitalisme yang tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah, penguasa hanya
menggunakan kekuasaan untuk kelangsungan hidupnya sendiri. Sudah menjadi sifat
penguasa kapitalisme untuk tidak ingin dibuat pusing oleh tuntutan rakyat dan
tidak ingin disalahkan. Perilaku tersebut terjadi karena orientasi kekuasaan
dalam kapitalisme hanya terfokus untuk mencari keuntungan semata, bukan
mengurus rakyat.
Jika
dibandingkan dengan pemimpin yang lahir dari sistem Islam yakni khilafah, kekuatan Islam mempunyai paradigma khusus yang
digunakan untuk menerapkan hukum syariat dan melayani rakyat sesuai hukum
syariat. Rasulullah SAW bersabda, “Pemimpin yang mengatur urusan manusia (Imam/Khalifah) adalah
pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Paradigma ini
meciptakan negara yang sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga ketika polusi udara terjadi, negara khilafah
tidak akan lari dari tanggung jawab karena khilafah akan berusaha menjauhkan
dari teror ataupun yang membahayakan kehidupan rakyat. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh menimbulkan madarat
(bahaya) bagi diri sendiri maupun madarat (bahaya) bagi orang lain di dalam Islam.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad).
Karena negara
adalah perisai bagi rakyat, maka khilafah akan mencari solusi mendasar dan
komprehensif. Hal ini dilakukan dengan memastikan industri menerapkan prinsip
aspek keberlanjutan lingkungan, sehingga paradigma utama industri adalah
mencapai kemaslahatan umum, bukan untuk meraih capital gain.
Khilafah juga
akan mendorong penelitian di bidang pengolahan limbah, pengembangan bahan ramah
lingkungan maupun teknologi hijau. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
khilafah dapat menetapkan kebijakan mengenai misi kendaraan, tata ruang kota,
dan manajemen pembangunan yang bertujuan untuk mengurangi polusi udara. Upaya
ini dapat direalisasikan karena khilafah memiliki sistem keuangan yang stabil
yaitu Baitul Maal. APBN dirancang sesuai kebutuhan per-wilayah dan khilafah
akan mengalokasikan anggaran untuk upaya-upaya tersebut dari pos kepemilikan
umum dan pos kepemilikan negara baitul maal.
Jika penguasa
terbukti melakukan pelanggaran seperti gugatan kepada pemerintah saat ini,
dalam Islam akan diselesaikan oleh Qadhi Madzalim. Qadhi Madzalim yaitu
pengadilan yang menghilangkan kezaliman negara terhadap orang-orang yang berada
di wilayahnya, baik rakyat negara khilafah maupun bukan. Kezaliman itu
dilakukan oleh khilafah pejabat negara maupun pegawai yang lain. Apabila
kedzaliman dikaitkan dengan kebijakan maka Qadhi Madzalim akan membatalkan
kebijakan tersebut. Namun jika kedzaliman tersebut berkaitan dengan tindakan
sewenang-wenang, tidak peduli urusan rakyat, berpihak pada kepentingan pada
korporat, tidak bertanggung jawab, maka Qadhi Madzalim akan menghentikan
tindakan tersebut.
Qadhi Madzalim
mempunyai kewenangan untuk memberhentikan pejabat, pegawai negara, bahkan
khalifah yang melanggar hukum syariat agar rakyat mendapatkan keadilan tanpa
menunggu kepastian. Apabila terbukti penguasa melakukan pelanggaran, maka tidak
ada upaya kasasi yang memberi peluang keculasan dalam peradilan.[]
Post a Comment