Oleh Ninik
Aktivis Muslimah
Tepat pada
tanggal 25 November, bangsa ini memperingati Hari Guru Nasional (HGNs) setiap
tahunnya dengan mengangkat tema yang berbeda-beda. Untuk tahun 2023 ini, HGN
mengambil tema khusus sesuai visi yang dicanangkan Menteri Pendidikan, Nadim
Makarim, yaitu "Bergerak
Bersama, Rayakan Merdeka Belajar". Berbagai kegiatan diadakan untuk merayakan
dan memeriahkan diantaranya Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Sapa
GTK, Pekan Raya Belajar dan Berkarya, Simposium Program Organisasi Penggerak,
sebagai Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2023 yang disiarkan secara
live streaming melalui saluran YouTube Kemendikbud RI.
Melihat
lebih jauh akan tema HGN tahun ini "Bergerak
Bersama, Rayakan Merdeka Belajar", apakah betul bahwa kita patut untuk
merayakan merdeka belajar? Meskipun hasil dari kurikulum merdeka belajar
ternyata tidak seindah harapan. Berbagai permasalahan timbul menerpa dunia
Pendidikan tanah air mulai dari angka bunuh diri pelajar yang semakin meningkat,
fenomena bullying di institusi Pendidikan seperti gunung es, moral dan tingkah
laku para pelajar yang semakin amburadul, belum yang terkait masalah pergaulan
bebas dan konsekuensinya serta masih banyak lagi persoalan Pendidikan lainnya. Apakah
semua problematika yang tak kunjung terselesaikan dengan model kurikulum
terbaru ini, layak untuk dirayakan setiap tahunnya? Harusnya ini justru menjadi
PR dan tamparan keras bagi kita semua akan nasib generasi serta dunia
Pendidikan negara ini. Lebih tepat untuk direnungi dan dipikirkan secara serius
solusinya, dibandingkan harus dirayakan.
Sistem Pendidikan yang seharusnya bisa menjadi salah satu
pilar penyelamat negara, ternyata kondisinya saat ini semakin memprihatinkan
dengan segunung masalah didalamnya. System Pendidikan saat ini terbukti telah
gagal dalam membangun dan membangkitkan para insan yang menjadi bagian
penyokong tegaknya negara ini. Generasi yang dihasilkan adalah generasi yang
lemah mental serta iman, bermoral buruk serta penuh masalah. Adapun individu
yang dicetak tidak lain individu yang memiliki kepribadian yang terpecah, terpisah
antara aspek keimanan dengan keduniawian (baca: sekuler). Bahkan efek dari
penerapan system Pendidikan sekuler menjadikan anak didik harus memilih antara
menjadi orang yang beriman atau orang yang berilmu pengetahuan. Seolah
dikatakan, jika ingin beriman maka sekolahlah di pesantren atau institusi
Pendidikan agama, sedangkan jika ingin berilmu pengetahuan maka sekolahlah di
sekolah pada umumnya. Meskipun sekarang banyak sekolah yang mengklaim berusaha
memnadukan dua aspek ini, namun pada prakteknya tetap terjadi dikotomi antara
aspek keimanan dan keduniawian (orientasi pada materi) sebagai konsekuensi logis
dari penerapan system kehidupan yang berdasarkan pada sekulerisme-kapitalisme (pemisahan
agama dari kehidupan sehari-hari). Alih-alih menjadi generasi pembangun
peradaban nan berkualitas, yang ada justru generasi pesakitan.
Berbeda dengan islam yang memiliki system Pendidikan shohih
dan terbukti secara historis dalam mencetak manusia-manusia yang berkualitas,
beriman dan berilmu pengetahuan. System Pendidikan islam ini berlandaskan
kepada akidah islam dalam membentuk kepribadian islam (syakhsiyah islamiyah). Sedang
kepribadian islam ini terbentuk dari pola piker islam serta pola sikap tingkah
laku yang islami pula. Sehingga dari sini akan muncul output Pendidikan yang
terintegrasi antara berkeimanan dan berkemampuan.
Dunia telah banyak mengenal dan mengakui output system
Pendidikan islam ini berupa para ilmuwan peletak teori-teori pengetahuan seperti
ibnu sina, ibnu Khaldun, alkhawarizmi dan sebagainya. Sedangkan di bidang ilmu
islam ada para imam madzab dan para ulama dunia yang diakui kepakarannya. Mereka
tidak hanya menjadi ahli dunia, namun juga ahli ibadah yang karena ilmu mereka
mampu menjadikan dunia mengenal ilmu pengetahuan modern sekarang ini. Semua ini
bisa diraih karena ada sinergisitas antara 3 pilar yaitu pilar keluarga,
masyarakat, dan negara yang saling bahu membahu menerapkan system Pendidikan
islam ini. Berbeda dengan system Pendidikan sekuler sekarang ini dimana antara
3 pilar ini saling berjalan sendiri, bahkan jika 3 pilar ini bersatu untuk
mewujudkan system Pendidikan sekuler kapitalisme yang sepenuhnya, maka yang
akan terjadi adalah realitas dunia Pendidikan yang semakin rusak dan memiriskan.
Kerusakannya akan lebih dasyat daripada yang terjadi selama ini.
Di sisi lain, ada kehebatan system Pendidikan islam jika bisa
diterapkan oleh negara ini. Bangsa ini akan mampu mengulang masa keemasan
peradaban manusia seperti yang pernah terjadi di masa lampau. Hanya saja,
system Pendidikan islam tidak bisa berdiri sendiri atau disokong dengan system
ekonomi dan politik yang berbeda dengan sistem islam. System Pendidikan islam
membutuhkan suprasistem kehidupan yang juga berasaskan islam, yaitu negara
islam (khilafah islamiyah). Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Maidah
ayat 50;
اَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ
يُّوْقِنُوْنَ
Apakah hukum Jahiliah
yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah
bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?
Post a Comment