Dilansir dari jabarprov (15/2/2023), Para petani di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat diajarkan agar mampu mengubah perilaku ekonomi dan memberikan nilai tambah dengan memaksimalkan program Tani Pekarangan. Menurut Koordinator Program Pertanian Pekarangan Kelompok Tani Himpunan Orang Tani dan Niaga (Hotani), Irmawati, Petani biasanya menanam di ladang dan membiarkan pekarangan rumahnya kosong untuk menanam. Padahal kegiatan pertanian pekarangan yang dilakukan bersama kalangan ibu rumah tangga banyak memberi manfaat. Secara ekonomi juga baik, karena ibu-ibu tidak perlu belanja serta pengeluaran belanja dapur jadi hemat.
Gerakan tani pekarangan ini diinisiasi oleh Yayasan Odesa Indonesia, yang telah berjalan cukup masif, salah satunya di kampung Desa Mekarmanik dan Desa Cikadut Kecamatan Cimenyan yang saat ini jumlah binaannya telah mencapai 400 warga. Program Odesa Indonesia di tahun 2023 ini telah bekerja sama dengan Bayan Tree Global Foundation dari Bintan. Menurut Pendamping Ekonomi Pertanian Odesa Indonesia, Basuki Suhardiman, spirit dalam program gerakan tani pekarangan ini bertujuan untuk mengatasi kemiskinan dengan menumbuhkan etos kerja baru sekaligus menyuplai gizi. Basuki menambahkan, tani pekarangan memiliki nilai lebih, yakni sebagai gerakan ekonomi rakyat miskin karena orang miskin masih memiliki modal sekalipun hanya berupa lahan sepetak.
Menurutnya, Skema gerakan tani pekarangan sangat tepat untuk mengatasi kemiskinan di perdesaan. Sebab, selama ini bantuan sosial pemerintah nilainya juga setara dengan hasil dari tani pekarangan. Program pemberdayaan tani pekarangan mampu menumbuhkan etos kewirausahaan sedangkan program santunan bantuan sosial lebih mendorong orang menjadi pasif, manja dan bahkan bisa menjerumuskan menjadi peminta-minta, tutur Basuki.
Program tani pekarangan bermula saat tengah pandemi Covid-19 (2020) saat dilanda krisis pangan. Dimana Bupati Temanggung M. Al Khadziq. Di Jawa Tengah menghimbau warganga untuk menggalakkan tani dipekarangan setiap rumahnya sebagai upaya menjaga ketersediaan pangan. Program Tani Pekarangan ini diharapkan mampu meningkatkan kemandirian desa dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga, meningkatkan efisiensi pengeluaran rumah tangga, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga terutama di saat pandemi COVID-19. Hingga program ini terus berjalan sampai pada wilayah lainnya karena beberapa petani dan rumah tangga yang menjalankan tani pekarangan ini merasakan manfaatnya.
Apakah program tani pekarangan mampu menjadi solusi tuntas dalam ketahanan pangan dan mengentaskan kemiskinan?
Namun, tidak semua orang mampu melakukan kegiatan tani pekarangan ini. Banyak kendala yang dihadapi. Seperti kendala lingkungan, berupa sulitnya air saat musim kemarau. Kendala sosial, tidak semua orang dapat mengikuti penyuluhan dalam bercocok tanam dengan alasan aktifitas lain. Kendala ekonomi, hasil pekarangan maupun kebun tidak dapat dijual karena hasil relatif sedikit. Kendala teknis, meliputi keterbatasan lahan pekarangan serta media penunjang dalam berkebun.
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintahpun seakan tidak mendukung rakyatnya dalam bertani untuk kesejahteraannya. Salah satunya pemerintah yang hobi impor tentunya membuat para petani dijatuhkan dalam persaingan pasar, petanipun merugi. Tanggung jawab ketersediaan pangan dalam negeri di lemparkan pada korporasi serta para pemilik modal besar. Tentunya demi keuntungan pribadi semata, bukan demi kepentingan seluruh rakyat. Hal ini untuk meraup keuntungan dari rakyat dalam segala sektor. Bahkan di sektor pangan yang merupakan hajat pokok atau kebutuhan primer.
Dari lemahnya ketahanan pangan, menyebabkan tingginya angka stunting dalam negeri. Ironis, negeri yang melimpah ruah kekayaan alamnya, tapi anak negerinya mengalami malnutrisi sampai menyebabkan gagal tumbuh. Dari buruknya pengelolaan pangan, generasi menjadi terpuruk. Ketahanan pangan yang kuat merupakan pondasi utama dalam terbentuknya Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh. SDM ini yng menjadi modal utama bagi pembangunan bangsa dan negra. Sayangnya, harapan ini tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme-sekulerisme seperti saat ini.
Belum lagi kebijakan pemerintah yang lebih pro terhadap pembangunan kawasan metropolitan. Yang mengakibatkan banyaknya lahan petani yang terjual untuk perindustrian, perumahan, dan pembangunan lain-lain. Dalih menjaga ketahanan pangan, pemerintah membuka kran agar para pemilik modal mengelola hutan dan tanah negeri ini. Pembangunan ini juga berakibat pada banyaknya warga miskin, perumahan kumuh serta ketimpangan sosial didalamnya. Kebijakan ini dinilai kontradiktif. Investasi yang alasannya untuk kepentingan umum dan memajukan ekonomi benar-banar diberikan karpet merah. Tanah rakyat yang telah menjadi kehidupan sehari-hari digusur paksa untuk para kepentingan Oligarki.
Jangankan tanah, pekarangan pun sulit didapat saat ini. Dalam kapitalisme, nampak nyata yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Maka tani pekarangan merupakan solusi pragmatis yang diberikan pemerintah. Program lepas tangannya pemerintah dalam mengurusi rakyatnya. Di serahkan agar rakyat hidup mandiri dengan sekecil apapun yang dimiliki.
Islam memiliki aturan lengkap yang tidak pernah menyalahi fitrah manusia. Islam memahami bagaimana pentingnya ketahanan pangan bagi setiap individu, masyarakat bahkan negara. Sistem Islam menetapkan bahwa untuk memenuhi semua kebutuhan pokok rakyat, termasuk pangan adalah tanggung jawab negara.
Pemerintahan dengan sistem Islam tidak akan menyerahkan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pangan kepada swasta. Ketahanan pangan dalam Islam mencakup tiga pilar utama. Pertama, jaminan pemenuhan kebutuhan pokok pangan oleh negara. Kedua, ketersediaan pangan dan keterjangkauan pangan oleh individu dan masyarakat. Ketiga adalah kemandirian pangan negara.
Meski bukan berarti persediaan pangan sebuah negara yang bersistem Islam selalu melimpah, namun apabila krisis melanda, islam memiliki solusi yang sesuai dengan syariat. Hal ini telah terbukti salah satunya pada sejarah kekhalifahan Umar Bin Khatab. Dimana pemerintahan Umar Bin Khatab serius dan sigap menghadapi krisis. Diantara upaya yang dilakukannya adalah meminta pertolongan dari wilayah daulah islam yang kaya, tanpa meminta bantuan negara luar yang akan membahayakan stabilitas negara. Tentu diiringi dengan rasa tawakkal kepada Allah azza wa jalla bahwa Allah senantiasa memberikan pertolongan dan rahmat bagi orang-orang yang menjalankan syariatNya.
Ketahanan pangan yang kuat tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalisme. Negara harus berperan penuh dalam mengatur sektor pangan, tidak boleh diserahkan kepada swasta. Pengaturan semacam ini hanya akan terwujud dalam sistem Islam. Sebab hanya Islam yang bertumpu pada aturan Allah azza wa jalla sehingga tidak memihak kepentingan dan keuntungan pribadi siapapun selain demi kemaslahatan umat.
Wallahu a'lam bisshawab.
Post a Comment