PNBP Melampaui Batas Mampukah Menyejahterakan?


Oleh :Siti Zaitun


Negara Indonesia adalah negara yang sebagian besar anggaran belanja negaranya ditopang dari pajak. Selain dari pajak, ada juga pemasukan lainnya yang berasal dari sektor nonpajak yang memiliki peran serupa. Keduanya ibarat tuh yang menjadi penentu hidup atau tidaknya ekonomi negeri ini. Tak heran, demi membuat ekonomi tetap bergerak, pemerintah terus menggenjot kedua sektor pemasukan negara tersebut. 


Pemerintah telah merilis pemasukan negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak ( PNBP). Hingga Oktober 2023,PNBP telah terealisasi sebesar Rp 494,18 triliun atau berhasil mencapai Rp 111,96℅ dari jumlah yang ditargetkan APBN 2023. PNBP tersebut ada yang berasal dari SDA ( 214,66 triliun atau 109,53℅ dari target). Pendapatan SDA mayoritas disumbang oleh SDA nonmigas yakni  sebesar Rp116, 85 triliun atau 180,30℅ dari target APBN. (28/11/2023/ bisnis. com). 


SDA nonmigas mayoritas berasal dari pertambangan minerba yang ikut berkontribusi sebesar Rp110, 13 triliun atau 203,83℅ dari target. Adapun kontributor utama sektor pertambangan minerba berasal dari iuran produksi/ royalti batu bara yakni sebesar Rp 85,50 triliun. 


Selanjutnya PNBP berasal dari pendapatan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) sebesar Rp 74,09 triliun atau 150,89℅ dari target. Kementerian Keuangan menyebut, pemasukan negara dari masing-masing sektor tersebut telah mengalami kenaikan dan mendatangkan keuntungan yang signifikan bagi BUMN, baik perbankan maupun nonperbankan. 


Kemudian Kemenkeu menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi positif, lantas untuk apa saja pemanfaatan PNBP? 

Akankah peningkatan perekonomian akan berimbas pada kesejahteraan rakyat? 

Apa yang menjadi akar masalah pengelolaan SDA negeri ini hingga pemerintah hanya mendapatkan royalti dari pengelolaan SDA? 


Peningkatan PNBP memang turut menyumbang APBN. Sayangnya, terkadang angka-angka yang tercatat dalam lembaran kertas tidak selalu linier dengan realitas. 

Misalnya saja APBN negeri ini yang dalam banyak indikator ekonomi menunjukkan catatan impresif. Namun, dalam realitasnya APBN masih mengalami defisit anggaran. Bahkan, bisa dikatakan defisit anggaran berulang kali terjadi.Apakah secara riil ekonomi bisa dikatakan meningkat? 


Imbas dari kenaikan PNBP terhadap kesejahteraan rakyat. Sejak republik ini merdeka, tidak ada rakyat yang benar-benar sejahtera, kecuali hanya segelintir orang saja. Mereka adalah orang-orang super kaya yang hanya berjumlah sekitar 191 ribu orang (0, 1℅ pada laporan tahun 2021 oleh Global Wealth Databook. 


Sementara penduduk miskin sangat banyak jumlahnya yakni sebesar 25,90 juta jiwa pada Maret 2023. Jumlah tersebut masih hitung- hitungan diatas kertas. Bisa jadi di lapangan jumlahnya lebih banyak. Artinya, sekalipun ekonomi negeri ini masih  kapitalisme. 


Berbicara mengenai kesejahteraan, pemerintah seharusnya tidak hanya mengukur kesejahteraan dari ukuran ekonomi, seperti hilangnya pengangguran, kemiskinan, maupun ketimpangan. Namun, kesejahteraan rakyat  juga harus dimaknai dari sudut lainnya, misalnya bagaimana kualitas hidup seluruh rakyat, tingkat pendidikan, kesehatan, tempat tinggal yang layak, jaminan keamanan kualitas lingkungan hidup, dan lain-lain. Inilah yang tidak menjadi prioritas pemerintah. 


Defisit anggaran yang terus terjadi dan berbagai problem perekonomian yang menjerat negeri ini sejatinya terjadi karena salah tata kelola sumber daya alam yang ada. Pengelolaan SDA tersebut masih jauh dari unsur keadilan hingga tidak bisa dinikmati oleh seluruh rakyat. Sebut saja terkait pengelolaan SDA yang masih menguntungkan para kapitalis ketimbang negara atau rakyat. 


Dinegeri ini  pengelolaan SDA sudah sangat jauh dari cita-cita luhur para pendiri bangsa. Apalagi sejak amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002, negara makin tidak berpihak pada rakyat dan malah memperkaya segelintir orang ( para pemilik modal). Menurut politikus, La Nyalla Mahmud Mattalitti, kesalahan sistem pengelolaan yang dipilih negeri ini menjadikan SDA justru banyak dikuasai dan dikelola oleh swasta. Padahal, menurutnya, orientasi perekonomian terhadap SDA seharusnya didasarkan pada kedaulatan negara, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 ayat 1,2, dan 3.(20/04/2022/detik.com,) 


Meskipun sudah menjadi amanat UU, realitas yang terjadi di lapangan justru bertolak belakang. Faktanya adalah apa yang dipertontonkan hari ini oleh penguasa. Konsepsi pengelolaan SDA bukan lagi dijalankan dengan dasar kedaulatan negara, tetapi dengan pola pemberian hak konsesi tambang dan lahan hutan kepada swasta, baik lokal maupun asing. Dari pemberian hak konsesi tersebut, negara hanya mendapatkan royalti dan bea pajak ekspor ketika para pemilik konsesi menjual SDA negeri ini ke luar negeri. 


Sebut saja SDA nonmigas, seperti batu bara, sawit, dll. Jumlah produksi nasional di sektor tersebut terbilang sangat besar. Untuk produksi batu bara nasional misalnya, jumlahnya mencapai 610 juta ton atau seharga US$158,6 miliar dan dikelola sendiri oleh pemerintah, dalam tempo beberapa tahun saja bisa melunasi utang negara seluruhnya. 


Belum lagi produksi sawit yang mencapai 47 juta ton atau senilai Rp950 triliun. Jika itu dikelola secara mandiri oleh negara, hasil tersebut bisa digunakan untuk menggratiskan biaya pendidikan dan pemberian gaji guru honorer secara layak. Itu baru dua jenis saja. Bukanlah Indonesia juga menjadi produsen nomor satu di dunia untuk beberapa SDA lainnya

Bisa dibayangkan, betapa besarnya pendapatan negeri ini jika SDA dikelola dengan cara yang benar. 


Sangat disayangkan, semua itu hanyalah angan-angan dinegeri ini, Dari pengelolaan SDA tersebut, Indonesia justru hanya mendapatkan royalti dan pajaknya saja. Dari sektor mineral dan batu bara, menurut catatan Kementerian ESDM, PNBP yang masuk ke kas negara dari tahun 2005 sampai 2020 tidak pernah mencapai Rp50 triliun setiap tahunnya. Jumlah tersebut sudah termasuk PNBP dari tembaga, nikel emas, perak, dan lain-lain. 


Sengkarut pengelolaan SDA, baik migas maupun nonmigas sejatinya berawal dari penerapan sistem kapitalisme, lahirlah liberalisme yang melegalkan pengerukan SDA atas nama investasi. Sistem ini pula yang telah memberikan ruang seluas-luasnya bagi para korporat untuk  memperkaya diri sendiri. Tak ada prinsip kemaslahatan rakyat dalam sistem kapitalisme. Semua hanya bermuara pada satu hal, yakni keuntungan. 


Bahkan, UU yang seharusnya dibuat untuk menjaga SDA dari jarahan para kapitalis, justru dijadikan jalan untuk memudahkan mereka mengeruk aset negeri ini secara legal. Kapitalisme pula menjadikan penguasa dan pengusaha membangun simbiosis mutualisme diantara keduanya. Realitas ini ibarat lingkaran setan yang sulit diputus selama sistem ini masih menjadi pijakan. Satu hal yang sudah pasti, rakyatlah pihak yang menjadi tumbal dari penerapan sistem kapitalisme. 


Mengelola SDA demi kemaslahatan jika kapitalisme hanya melahirkan kesengsaraan dan membawa kesejahteraan bagi segelintir orang, berbeda dengan Islam. Islam diturunkan untuk dijadikan solusi semua problematika yang melanda manusia  baik dalam tanah individu, masyarakat, negat, termat bagaimana mengatur pengelolaan SDA. Satu hal yang harus diingat bahwa tujuan dari seluruh pengelolaan sumber daya alam tersebut adalah untuk mewujudkan kemaslahatan. 


Islam memiliki seperangkat aturan yang paripurna tentang pengelolaan SDA, termasuk sumber- sumber apa saja yang masuk ke dalam kas negara. Dengan demikian, tidak akan ada aset-aset umat yang salah kelola karena syariat Islam dijadikan sebagai rujukannya, baik dalam mengelompokkan harta milik individu, umat, dan negara. Dalam mengelola sumber daya alam, Khilafah akan mengelolanya dengan dua cara. Yakni, SDA yang langsung dapat dimanfaatkan oleh rakyat dan SDA yang tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh rakyat. 


Pertama, sumber daya alam yang langsung bisa dimanfaatkan oleh rakyat, seperti sumber air laut, padang rumput, hutan, dan sebagainya. Rakyat boleh langsung memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Negara Islam hanya akan melakukan pengawasan agar pemanfaatan SDA tersebut tidak mendatangkan kemudharatan bagi orang lain. 


Kedua, SDA yang tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh rakyat. Pasalnya, SDA tersebut membutuhkan teknologi yang canggih, tenaga ahli, dan tentu saja butuh biaya yang besar dalam pengelolaannya. 

Contohnya tambang minyak dan gas. 

Pihak yang paling berhak mengelola SDA tersebut adalah negara, mulai dari eksploitasi, eksplorasi, hingga pendistribusiannya. Jika negara akan melakukan kerja sama dengan pihak lain, maka akad tersebut hanya boleh dalam hal kontrak ijaroh atau sewa jasa. Oleh karena itu, status orang tersebut adalah sebagai buruh yang tidak punya hak untuk mengelola atau menguasai SDA milik rakyat. 


Pengelolaan SDA milik umum tersebut akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan, seperti pendidikan, kesehatan, BBM, membuka lapangan kerja seluas-luasnya, dan lain-lain. Selain sumber tersebut, Negara Islam juga memiliki pemasukan lainnya dalam baitulmal, seperti kharaj, jizyah, fai, khumus, ghanimah, dan usur, yang masuk dalam kepemilikan negara. Sumber-sumber baitulmal dari sektor tersebut akan dikelola untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan- jalan dan bangunan yang dibutuhkan untuk ketahanan negara dan kepentingan rakyat. Berikutnya ada pula pemasukan baitulmal dari pos zakat . Pos tersebut ( zakat) hanya diperuntukkan bagi delapan asnaf( golongan) dan tidak untuk selainnya. 


Dengan pengelolaan SDA berdasarkan prinsip syariat Islam, maka pemasukan APBN Negara Islam sangat besar dan dapat dikatakan antidefisit. Hal ini juga akan berimbas pada kesejahteraan rakyat karena prinsip yang dianut oleh Negara Islam adalah pelayanan, bukan keuntungan sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Prinsip ini pula yang telah membawa Negara Islam berhasil memimpin peradapan dunia selama 13 abad lamanya. Dibawah naungan Islam. Muslim dan non-muslim bisa hidup sejahtera. 


Demikianlah Islam mengatur pemasukan anggaran, pengelolaan SDA, dan pendistribusian kepada rakyat. Dengan prinsip pengelolaan SDA sesuai syariat, maka pemasukan anggaran negara sangat besar dan cukup untuk membiayai jalannya negara serta mewujudkan kesejahteraan rakyat. 


Sebagaimana firman Allah surah Ar-Ra'd [13] ayat 96:


Artinya: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. 


Wallahu'alam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post