Pencitraan Karhutla, Rakyat Tetap Kena Dampaknya


Oleh: Yuni Damayanti
 (Freelance writer)


Menko Marves Ad Interim Erick Thohir memamerkan aksi nyata Indonesi dalam mengatasi masalah iklim, salah satunya soal kebakaran hutan. “Kami melakukan yang terbaik dalam pencegahan kebakaran hutan. Saat ini, hampir seluruh luas kebakaran  hutan di Indonesia sudah berkurang secara signifikan sebesar 82 persen dari 1,6 juta hektare pada 2019 menjadi 296 ribu hektare di 2020” kata Erick dalam sambutanya di di Expo Dubai City, UEA, Kamis (30/11).


Walau pun data yang ditampilkan Erick menunjukan kebakaran hutan di Indonesia kembali meningkat pada 2021. Kala itu, ada 358 ribu hektare hutan terbakar. Selain kebakaran hutan, Erick memamerkan bagaimana cara Indonesia mengatasi deforestasi. Ia menyebut mulanya 3,51 juta hektare hutan gundul karena deforestasi pada 1996-2000.


Angka tersebut perlahan turun ke level 1,09 juta hektare di 2014-2015 dan 470 hektare pada 2018-2019. Lalu, Erick menyebut Indonesia sukses menurunkan 75 persen angka deforestsi ke 104 ribu hektare pada 2019-2022 atau yang terendah sejak 1990.  (CNNindonesia, 01/12/2023).


Kendati Erick memamerkan aksi nyatanya dalam mengatasi masalah karhutla di Dubai, namun hal sebaliknya justru terjadi di berbagai wilayah dalam negeri. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selama periode Januari-Agustus 2023, Indikasi luas karhutla di Indonesia sudah mencapai 267.935,59 hektare. Angka tersebut telah melebihi kasus karhutla yang terjadi pada tahun sebelumnya.


Karhutla menyebabkan berbagai masalah yang serius di tengah masyarakat. Di Singkawang, karhutla berdampak pada meningkatnya kasus infeksi saluran perapasan (ISPA). Puncaknya terjadi pada Juli 2023 yaitu 3.017 kasus. (Media Center Singkawang,14/9/2029).


Mengapa karhutla terus terjadi seolah masalah ini tidak menemukan solusi serius dari pemerintah?


Bukan rahasia lagi, karhutla terus berulang tiap tahunya seolah peraturan dan sanksi hukuman tidak mampu membuat getir pelakunya. Miris, pencitraan di negara lain dan melupakan dampaknya yang menimpa rakyat sendiri, bahkan rakyat tetap menderita karena terus berulang jika musim panas dan banjir jika musim hujan.


Bahaya karhutla dapat menyebabkan tersebarnya asap dan emisi gas karbondioksida dan gas-gas lain di udara akan berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim, selain itu infeksi saluran pernapasan pun mengintai masyarakat disekitar wilayah karhutla. Seyogiayanya pemerintah tidak perlu sibuk pencitraan di negara lain, apalah gunanya terlihat baik oleh tetangga namun dibenci masyarakat karena tidak mampu bertindak tegas pada pelaku Karhutla. 


Sebagaimana yang kita ketahui bersama membakar hutan adalah salah satu cara untuk menghemat biaya pembukaan lahan perkebunan baru oleh perusahaan. Nah, disinalah negara dituntut mampu melindungi semua masyarakatnya bukan hanya melindungi kepentingan segelinter kelompok berduit. 

Benarlah slogan yang berbunyi “uang dapat membeli segalanya” ini real terjadi disekitar kita, lewat media kita dapat menyaksikan bagaimana perselingkuhan antara pengusaha dan penguasa yang melahirkan penderitaan bagi rakyat kecil. Hal ini terbukti dengan banyaknya pejabat atau kepala daerah yang terjerat kasus korupsi karena penyalahgunaan wewenang dan keberpihakanya pada oligarki.


Karhutla adalah ancaman, jika pemerintah betul-betul ingin memberantas karhutla bisa melihat bagaimana cara Islam memberantas Karhutla. Diantara prinsip-prinsip Islam dalam mengatasi karhutla yaitu: Pertama, hutan gambut merupakan harta milik umum, dilarang untuk diperjualbelikan, apalagi ia termasuk dalam paru-paru dunia yang dibutuhan oleh puluhan juta manusia.


Kedua, negara bertanggungjawab menjaga kelestarian fungsi hutan dan lahan gambut. Haram hukumnya negara menjadi regulator bagi kepentingan korporasi, seperti perkebunan kelapa sawit. Ketiga, karhutla merupakan bencana bagi jutaan orang termasuk  anak-anak. Rosullah Saw bersabda yang artinya: tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

 

Pemimpin akan berindak tegas dalam aspek pengaturan tata guna lahan dan pemanfaatan lahan, entah untuk tempat bermukim  atau sebagai lahan pertanian. Jika terjadi masalah semisal kabut asap. Pemimpin akan segera mengambil porsi paling besar dalam menyolusikannya karena kewajiban melindungi rakyat ada padanya, dengan demikian karhutla tidak akan terulang seperti saat ini, wallahu a’lam bisshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post