Oleh Triana Amalia
Aktivis Muslimah
Tidak terasa tahun 2024 tinggal menghitung hari. Orang-orang yang dinilai berkompeten oleh para wakil rakyat di sebuah gedung mewah di Jakarta akan bersaing. Persaingan mereka dibumbui visi misi yang menjual kepada para pengusaha kaya yang ingin menguasai hajat rakyat. Tentu saja, di antara beberapa paslon itu akan menang dengan menjual janji kepada orang-orang berduit.
Sedangkan wong cilik, hanya akan menjadi tambahan angka saja di pemilihan umum nanti. Wong cilik hanya dijanjikan kesejahteraan palsu.
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam melimpah. Kekayaan alam yang negara asing tak ingin tanah Nusantara berdiri sendiri. Negara asing yang berkuasa itu ingin turut serta "memilih" calon presiden atau pemimpin bangsa yang bisa mereka jadikan boneka.
Salah satunya media dari negara yang mempunyai sejarah kelam di Indonesia, adalah Jepang. Nikkei Asia menuliskan bahwa bagaimana saat memulai masa kampanye, salah satu capres Prabowo Subianto masih unggul dan kemungkinan memperluas keunggulannya dalam survei.
Digambarkan pula capres lain seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo sudah melakukan kampanye di Jakarta dan Papua. Namun, Prabowo belum melakukannya kemarin. (CNBC Indonesia, 30/11/2023)
Tahapan kampanye peserta pemilu 2024 dimulai pada hari Selasa tanggal 28 November 2023. Bawaslu mengingatkan agar peserta pemilu untuk menaati aturan yang berlaku dalam melakukan kampanye. Sesuai dengan UU 7/2017 dan PKPU 15/2023 tentang kampanye. Untuk kampanye rapat umum dan iklan media massa, cetak elektronik dan internet boleh dilakukan 21 hari sebelum minggu tenang pada 21 Januari 2024–10 Februari 2024.
Selain itu, Bawaslu mengimbau dalam pelaksanaan kampanye ini untuk menghindari black campign atau kampanye hitam, dengan menyebarkan berita hoaks atau bohong dan yang mengandung unsur SARA. (BAWASLU, 2023)
Dunia dalam genggaman demokrasi. Yang menang adalah suara terbanyak. Kini dari seorang pemuda Etta berusia 23 tahun berasal dari Jakarta. Dia pun seorang anggota komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (L68T). Dia tentu saja ingin aspirasinya didengar bahkan diterapkan Na’udzubillahimindalik. Dia akan memilih calon presiden dan wakil presiden yang sesuai dengan pemikirannya. (BBC News Indonesia, 24/10/2023)
Survei juga membuktikan pemilih terbanyak dari Generasi Z. Mereka pun rata-rata ingin memilih pemimpin yang mampu menyelesaikan ploblematika pemuda. Dengan begini para calon presiden dan wakilnya berlomba-lomba kampanye ‘Ala Gen-Z.” Salah satunya berjoget-joget campur baur wanita dan pria.
Sungguh miris kehidupan di sistem demokrasi saat ini, kebebasan hidup kian dipertontonkan tanpa aturan. Sistem kapitalisme menghalalkan kekerasan serta berbagai penindasan terhadap manusia dan dilakukan oleh mereka yang memiliki kuasa dan harta.
Hal ini seperti yang terjadi di Palestina,Kongo, Uiyghur dan negara-negara minoritas muslim.
Mereka sulit mendapatkan kemerdekaan dan tak ada yang menolong secara total agar terbebas dari penjajahan. Namun justru tak ada satu negara pun yang membebaskan mereka karena ada sekat nasionalisme. Para pemimpin muslim hanya diam membisu tak mengerahkan tentaranya untuk membantu.
Jika demikian bagaimana Islam mengatur tentang kepemimpinan agar membawa keberkahan?
Dalam Islam kepemimpinan merupakan amanah yang harus dijaga, tidak boleh dikhianati. Nabi Muhammad saw.juga mengingatkan agar manusia tidak meminta agar dijadikan pemimpin atau dijadikan jabatan. Ini karena tanggung jawab seorang pemimpin di dunia dan akhirat sangat berat.
Abdurrahman bin Samurah berkata, “Rasulullah saw. bersabda kepadaku, ‘Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan, tanggung jawabnya akan dibebankan kepadamu. Namun, jika kamu diangkat tanpa permintaan, kamu akan diberi pertolongan.” (HR Muslim)
Berikut merupakan mekanisme pemilihan seorang pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam yang sangat berbeda dengan sistem pemerintahan demokrasi. Jika di dalam demokrasi calon presiden dan wakilnya diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.
Maka, di dalam sistem pemerintahan Islam, calon pemimpinnya dipilih oleh AHWA. Secara bahasa, ahlul halli wal ‘aqdi adalah orang yang memberikan penyelesaian (ahlul hall) dan mengikat (wal ‘aqd). Dalam Mu’jam Lughât al-Fuqahâ’, Al-‘Allamah Dr. Rawwas Qal’ah Jie mendefinisikan AHWA sebagai orang yang mempunyai kekuatan, kekuasaan, pandangan, dan pengaturan di dalam sebuah negeri.
Al-Mawardi memberikan tiga syarat untuk AHWA. Pertama, adil. Kedua, Mempunyai ilmu yang bisa digunakan untuk mengetahui orang yang berhak menduduki jabatan imamah (khalifah) berdasarkan syarat yang diakui. Ketiga, pendapat dan kearifan yang bisa mengantarkan keterpilihan orang yang lebih layak menduduki jabatan imamah (khalifah), serta mampu mengurus kemaslahatan umat lebih lurus dan bijak.
Sedangkan Al-‘Allamah Dr. Rawwas Qal’ah Jie menetapkan empat syarat bagi AHWA. Pertama, muslim, ini karena tugas mereka adalah mencalonkan amirulmukminin (khalifah) dan mengontrol aktivitasnya, sedangkan ini tidak mungkin dilakukan nonmuslim.
Kedua, alim, yaitu mempunyai ilmu yang memungkinkannya untuk mengetahui siapa yang lebih layak bagi kaum muslim.
Ketiga, mempunyai kekuatan yang menjadikan orang-orang berkumpul mengitarinya, mengikuti, dan menjalankan perintah dan pandangannya.
Keempat, bertakwa, ini karena ketakwaan merupakan satu-satunya jaminan yang bisa melepaskan dari berbagai kepentingan.
AHWA dalam sistem kekhalifahan memiliki tugas dan fungsi antara lain:
Pertama, memilih dan memberikan baiat in’iqâd kepada khalifah. Imam al-Mawardi berkata, “Jika ahlul halli wal ‘aqdi telah berkumpul untuk memilih, maka mereka harus memeriksa kondisi orang yang mencalonkan untuk jabatan imamah yang memenuhi seluruh persyaratannya. Mereka harus mendahulukan yang paling banyak kelebihannya, yang paling sempurna persyaratannya, dan yang paling segera ditaati rakyat, tanpa bergantung pada pembaiatannya.”
Kedua, memilah dan mendahulukan calon yang terbaik untuk menjadi khalifah. Jika semua prasyarat sama-sama terpenuhi oleh semua calon, dipilih yang usianya lebih tua.
Imam al-Mawardi berkomentar, “Meskipun tambahan usia, setelah usianya sudah balig dengan sempurna, itu bukan syarat, sekalipun kalau dibaiat yang usianya lebih muda juga boleh.”
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa AHWA adalah istilah yang digunakan oleh para fukaha dan ahli sejarah untuk menyebut orang-orang yang mempunyai kekuatan, pengaruh, dan menjadi rujukan dalam menyelesaikan masalah. Mereka adalah para tokoh, ulama, pemimpin suku, dan sebagainya.
Dalam konteks kekhalifahan, kekuasaan ada di tangan umat. Oleh karenanya, mereka bisa dianggap mewakili umat untuk menentukan siapa penguasa yang akan memimpin umat, khususnya dalam melaksanakan fardu kifayah dalam pengangkatan khalifah—yang tidak harus dilakukan oleh semua orang.
Inilah fakta AHWA terkait kriteria dan tugas dalam ketatanegaraan. Menyamakan AHWA dengan anggota parlemen tidaklah tepat, apalagi ketika anggota parlemen atau partai politik itu tidak memiliki kekuatan, pengaruh, dan tidak pula menjadi rujukan. Dengan pemilihan pemimpin yang berkriteria tinggi sesuai syariat Islam, maka tidak akan ada lagi pelelangan jabatan pemimpin negara layaknya pelelangan barang.
Wallahualam bissawab.
Post a Comment