Paradoks Wujudkan Food Estate di tengah Maraknya Pertambangan


Oleh : Siti Jubaidah, M.Pd.



Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Edi Damansyah membuka Rapat Koordinasi dan Evaluasi Pembangunan Kawasan Pertanian Dalam Rangka Terus Mewujudkan Kutai Kartanegara Sebagai Lumbung Pangan Kaltim dan Evaluasi Pengendalian Inflasi di Aula Kantor Bappeda Tenggarong. Dalam arahannya Edi mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan evaluasi apa yang sudah dikerjakan oleh badan atau dinas, khususnya dinas pertanian, peternakan dan dinas perikanan serta kelautan di lima kawasan pertanian yang sudah ditentukan, yaitu Marangkayu, Sebulu, Muara Kaman, Tenggarong, Loa Kulu, Tenggarong Seberang (TribunKaltim. 19/11/23)


Edi juga menegaskan bahwa sudah banyak progres yang dilakukan seperti infrastruktur tani, jalan usaha tani dan saluran irigasi juga peralatan sudah terealisasikan tetapi belum selesai. Hal Ini merupakan salah satu usaha dilakukannya percepatan Rakor dan Evaluasi Pembangunan Kawasan Pertanian, karena nantinya di RKPD 2024 dipastikan ada kelanjutan program berkaitan penuntasan infrastruktur, sarana prasarana di kawasan pertanian.


Lumbung Pangan VS Pertambangan 


Penetapan kawasan pertanian sebenarnya kalau dikritisi tidak tepat sasaran karena faktanya ada beberapa desa yang lahannya dikuasai tambang (khususnya di Tenggarong Seberang). Secara data menurut BPS Kalimantan Timur Tahun 2021 luas panen tanaman pangan terutama padi turun cukup jauh dari 73,57 ribu hektar menjadi 66,89 ribu hektar. Meskipun Kukar daerah pertanian paling besar tetapi mengalami penurunan di tahun 2021 dari 31, 96 ribu hektar menjadi 27,75 ribu hektar.


Jika ingin menyelesaikan masalah pertanian demi kedaulatan pangan, peran negara wajib optimal untuk mengambil sebuah kebijakan. Tidak hanya kebijakan tambal sulam dengan adanya intensifikasi dalam program penanganan inflasi dari sektor pertanian. Ditambah bagaimana mewujudkan lumbung pangan sedangkan minat masyarakat terhadap pertanian kurang, termasuk lahan yang beralih fungsi menjadi pertambangan. Peran pemerintah hanya untuk kepentingan oligarki.


Kedaulatan Pangan Hanya Islam


Sistem Islam memiliki visi kedaulatan mewujudkan ketahanan pangan dengan fokus sektor pertanian karena salah satu pentingnya pangan untuk membentuk SDM yang berkualitas. Berbeda dengan demokrasi kapitalisme yang memiliki motif keuntungan sehingga seringkali impor menjadi jalan pintas solusi. Sedangkan, sistem Islam tidak akan membuat suatu negara menjadi lemah dan berada dalam ketergantungan pada negara lain


Negara harus menjamin ketersediaan lahan pertanian dan tidak boleh mengizinkan lahan subur mengalami alih fungsi lahan. Negara juga tidak akan membiarkan lahan pertanian mati (tidak digarap pemiliknya). Jika terjadi demikian, negara akan mengambilnya dan memberikan kepada orang yang mampu mengelolanya. 

Kebijakan itu diterapkan berdasar hadis Rasulullah saw., “Orang yang memagari tanah, tidak berhak lagi (atas tanah tersebut) setelah (menelantarkannya) selama tiga tahun.”

Terkait pengelolaan milik negara, negara yang akan menentukan pembelanjaannya dan untuk kepentingan negara dan masyarakat, seperti pemberian lahan pertanian kepada petani, atau pun penetapan hutan lindung atau area resapan air sebagai milik negara yang tidak boleh dijamah oleh siapa pun. Teknis penggarapan lahan, semisal eksploitasi tambang dan pembukaan lahan, haruslah merujuk kepada para ahli dengan mengutamakan keselamatan dan kepentingan masyarakat.

Tidak kalah penting dari itu semua adalah negara harus menegakkan sanksi tegas bagi mereka yang melanggar aturan/ regulasi. Dalam Islam, fungsi sanksi adalah sebagai jawabir (penebus dosa/siksa di akhirat) dan zawajir (pemberi efek jera). Itu semua hanya bisa terwujud di dalam sebuah negara yang menerapkan sistem aturan Islam secara kaffah, yakni dalam bingkai Khilafah Islamiah. Wallau’alam Bisawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post