Pangan Murah Untuk Rakyat, Hanya Sebuah Ilusi?


Oleh: Cahaya Chem's

(Pegiat Literasi)

 

Pemerintah akhir-akhir ini gencar menyelenggarakan program sembako murah di setiap daerah. Sebagai imbas naiknya harga-harga pangan di pasaran. Begitupun dengan kota Baubau. Program sembako murah ini tersebar di setiap kecamatan dengan syarat dan ketentuan berlaku. Program ini kemudian bertujuan untuk menyediakan kebutuhan pangan rakyat dengan akses yang lebih murah. Mengingat harga pangan saat ini melonjak di pasaran. Sebut saja mulai dari komoditas seperti beras, bawang merah, bawang putih, telur, gula, hingga cabe rawit yang sekilonya bisa tembus seratus ribu per kilonya (Liputan6, 26-11-2023).


Itu pun dikhawatirkan menjelang Nataru (Natal dan Tahun Baru) harga-harga pangan akan semakin menggila. Pasalnya saat ini saja harga-harga terus merangkak naik, apatah lagi pada saat Nataru. Yang sudah pasti permintaan rakyat terhadap kebutuhan pangan akan meningkat. Sialnya, seolah sudah menjadi tradisi di setiap momen Nataru dan Momen Hari Nasional selalu diikuti dengan tren kenaikan harga pangan yang melonjak. Hingga buntutnya pemerintah selalu gagal memangkas harga yang sudah terlanjur naik. Meskipun tiap tahun selalu terjadi, namun berkali-kali pula pemerintah tak dapat mengambil pelajaran untuk menekan harga pangan.


Meskipun demikian masyarakat tetap menyambut dengan perasaan antusias dengan adanya  program ini. Sebab mereka sangat terbantu. Tak sedikit warga berlomba berburu sembako murah memanfaatkan momen ini untuk berbelanja.


Namun sayang program semacam ini sifatnya tak menentu. Hanya berlaku pada momen tertentu saja dan pastinya bukan dalam jangka waktu yang panjang. Sehingga begitu program pangan murah tersebut selesai, berakhir pula programnya. Alhasil program pangan murah ataupun semisalnya hanya merupakan bentuk program seremonial belaka tanpa ada kepastian yang jelas. Seolah hanya menjadi ilusi dalam waktu sekejap hilang entah kemana. 


Pun sudah beberapa seringnya pemerintah terus meluncurkan program pangan murah, namun  sampai saat ini pun kemudahan rakyat untuk memperoleh sembako murah masih jauh dari harapan. Justru harga-harga pangan di pasaran semakin meroket, terutama beras yang merupakan kebutuhan pokok. Sehingga tetap saja tidak semua rakyat bisa menjangkau. Well, apakah rakyat harus merasa puas pada program  pemerintah yang sifatnya temporal?


Sebab fakta dilapangan, terobosan pasar pangan murah yang dikeluarkan oleh pemerintah belum mampu menghilangkan akar persoalan atas mahalnya harga pangan. Mahalnya harga pangan juga sekaligus menunjukkan negara gagal menjamin kebutuhan pangan murah.  Pemerintah tentu saja tidak boleh abai berlepas tangan pada kondisi rakyat yang mengalami kesulitan. Negara seharusnya melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi kenaikan harga pangan. Negara seharusnya mampu mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan berbagai cara sehingga masyarakat selalu terpenuhi kebutuh pangannya dengan mudah. 


Namun hari ini mustahil terwujud ketika negara hanya menjadi regulator. Sebagaimana di sistem hari ini (sistem kapitalis sekuler) negara hanya puas menjadi regulator. Sementara sifat ra'in (pengatur dan pelayan) dalam diri seorang pemimpin dan kepala negara tidak muncul. Imbasnya pemimpin dengan model begini luput memperhatikan kebutuhan rakyat serta tidak bertanggung jawab. Sehingga, rakyat tidak mendapatkan pelayanan atas kebutuhannya yang mestinya mereka dapatkan.


Berkebalikan dengan Islam. Islam menjadikan penguasa sebagai ra’in yang wajib mengurus rakyat dan memenuhi kebutuhannya. Negara akan melakukan segenap cara untuk mewujudkan hal itu. Dan Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga kestabilan harga pangan di tengah umat. Rasulullah menegaskan dalam sabdanya "Imam (Khalifah) raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya" (HR. Ahmad, Bukhari).


Dari hadis ini jelas, rakyat paham bahwa keberadaan penguasa sejatinya adalah pengurus rakyat. Keistimewaan dalam negara Islam pemenuhan kebutuhan pangan tidak dilihat secara kolektif melainkan individu per individu. Sehingga,  tanggung jawab kebutuhan rakyat menjadi tupoksi penguasa. Oleh sebab itu, Islam telah menetapkan mekanisme menjaga kestabilan harga. Konsep ini telah tertuang dalam ekonomi Islam yang secara praktis akan diterapkan oleh negara terkait dengan harta.


Harga merupakan hasil pertukaran antara uang dengan barang. Harga ditentukan oleh penawaran dan permintaan. Apabila jumlah yang ditawarkan jumlahnya melimpah namun permintaan sedikit, maka harga menjadi turun. Sebaliknya, jika barang yang ditawarkan jumlahnya sedikit namun permintaan besar maka harga akan naik. Dengan demikian, harga akan mengikuti hukum pasar dan tidak boleh ada patokan harga. Karenanya harga akan ditentukan dengan mekanisme pasar tanpa ada patokan harga. 


Karena itu, langkah logis untuk menjaga kestabilan harga adalah dengan memastikan faktor penawaran dan permintaan barang dan jasa seimbang. Adapun untuk menjaga agar permintaan dan penawaran barang dan jasa seimbang sehingga pengendalian harga dapat dikendalikan, maka khalifah (pemimpin negara) menempuh beberapa kebijakan.


Pertama, apabila permintaan barang dan jasa berkurang, sehingga menyebabkan harga dan upaya naik sebab permintaan besar, maka diseimbangkan kembali. Dengan menyuplai barang dan jasa dari wilayah lain. Kebijakan ini pernah diterapkan oleh Khalifah Umar ra. ketika masa paceklik di Madinah. Beliau meminta kepada gubernurnya yang berada di Mesir dan Basrah agar mengirimkan logistik yang diperlukan masyarakat Madinah.


Pun bila di dalam negeri kebutuhan pangan tidak mencukupi, maka negara boleh mengimpor dari negeri lain. Akan tetapi, sifatnya temporer sampai kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan harga stabil. jika telah terpenuhi dan stabil barang dalam negeri maka kebijakan impor ditiadakan. Juga tidak boleh bekerja sama dengan negara kafir yang memerangi Islam dan muslim seperti Amerika, Prancis, dan Inggris.


Kedua, apabila ketersediaan barang berkurang karena faktor penimbunan, maka negara akan menjatuhkan sanksi ta'zir pada kartel dan mafia pangan. 


Ketiga, apabila kenaikan harga terjadi karena penipuan, maka negara bisa menjatuhkan sanksi ta'zir sekaligus hak hiyar antara membatalkan akad atau melanjutkan akad.


Keempat, apabila kenaikan harga pangan sebab kenaikan inflasi, maka negara wajib menjaga mata uang dengan menerapkan dinar dan dirham. Selain itu, negara tidak boleh menambah jumlah uang yang beredar. Kerana akan menyebabkan nilai nominal mata uang menjadi jatuh.


Demikianlah cara Islam untuk menjaga dan mengendalikan harga bahan pangan. Alhasil, upaya seperti ini jelas akan memudahkan rakyat menjangkau kebutuhan hidupnya.

Wallahualam.

Post a Comment

Previous Post Next Post