Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Ikut Nyoblos? Demokrasi Memaksa Rakyat Untuk Ikut Keputusan Tidak Masuk Akal


Oleh : Yuli Atmonegoro

Penggiat Literasi Serdang Bedagai 


Sungguh aneh dan tidak masuk akal aturan yang dibuat oleh Pemerintah di Negeri ini. Bagaimana tidak, bisa-bisanya memasukkan daftar para ODJG ( Orang Dengan Gangguan Jiwa) ikut dalam pencoblosan pemilihan Capres dan Cawapres. Seperti dilansir Antara-detikNews pada Sabtu, 16/12/2023 bahwa KPU DKI Jakarta memberikan kesempatan kepada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sebagai pemilih atau memiliki hak suara pada Pemilu 2024. Ribuan ODGJ di DKI Jakarta yang berhak mencoblos pada Pemilu 2024 akan didampingi KPU.


"Di DKI kami memberikan pelayanan terhadap ODGJ atau disabilitas mental untuk bisa memilih dalam Pemilu 2024," kata Anggota Divisi Data dan Informasi KPU DKI Jakarta Fahmi Zikrillah, dilansir Antara, Sabtu (16/12/2023).

Fahmi menuturkan ODGJ tetap diberikan kesempatan sebagai pemilih agar hak suaranya dapat diperhitungkan dalam Pemilu 2024.


Bila kita telaah keputusan ini, nampak sekali bahwa Pemerintah di Negeri ini amat memaksakan dalam memaksimalkan suara sehingga orang yang notabene tidak waras pun diikut sertakan dalam Pemilu. Dapat kita bayangkan, bagaimana mereka membuat keputusan dalam memilih pemimpin, sudah pasti asal-asalan dan sembarangan. Dan pastinya, mereka tidak faham apa yang sedang mereka lakukan, siapa yang layak menjadi pemimpin, bahkan mereka tidak mampu berfikir untuk mengenal pemimpin yang mereka pilih. 


Sungguh berlebihan dan tampak mengada-ada. ODGJ yang notabene tidak diberi akal yang sempurna oleh Allah, tidak pantas untuk ikut dalam mengambil keputusan untuk Negeri ini. Kita semua tahu bahwa, jangankan untuk memikirkan tentang pemimpin, untuk mengurus diri mereka sendiri saja mereka tidak mampu, lalu bagaimana mereka diarahkan untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin Negeri ini untuk masa yang akan datang. 


Demokrasi yang menjadi anak emas dari Sistem Kapitalis Sekuler, yang nyata menjauhkan agama dari kehidupan, berusaha menyetir pemahaman umat untuk menganggap ringan permasalahan ini. Para pemimpin yang mengadopsi Demokrasi sebagai dasar Negara tidak menyadari  betapa rendahnya taraf berfikir mereka dalam memilih pemimpin, sampai-sampai orang yang kurang akal sekalipun dimanfaatkan untuk memilih pemimpin demi keuntungan semata.


Kita sangat memahami hukum yang berlaku dalam Negeri ini bahwa apapun yang dilakukan oleh orang yang mengalami gangguan jiwa tidak bisa dijerat oleh hukum. Berkaitan dengan pertanggung jawaban pidana sebagaimana  diatur dalam Pasal 44 KUHP, yaitu: (ayat 1) Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit tidak dipidana.


Dalam Islam, yang aturannya dibuat oleh Sang Maha Benar yakni Allah 'azza wajalla, Orang gila dikecualikan dalam pemberlakuan taklif. Karena taklif hanya berlaku bagi mukalaf. 

Dengan kata lain, taklif merupakan perintah agama bagi mereka yang sudah mampu melaksanakan beban agama yang mana perintah itu bisa perintah untuk melakukan atau perintah untuk meninggalkan suatu perkara.


Seperti juga kita diketahui, secara medis orang gila adalah orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Akal mereka tidak berfungsi dengan baik untuk berpikir dan melakukan berbagai hal. Mereka pun diperbolehkan untuk tidak menjalankan ibadah.


Untuk menjawab pertanyaan di atas, sebaiknya kita simak terlebih dahulu hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, ia bersabda,


"Catatan amal diangkat dari tiga jenis orang, orang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai dia baligh dan orang gila sampai dia sembuh dari gilanya. (HR. Ahmad).


Berdasarkan hadits di atas, maka jelas bahwa orang gila di dunia tidak dibebani tanggung jawab menjalankan ibadah atau hukum syara'. Orang gila memiliki status sama seperti anak kecil yang belum baligh sebab mereka tidak memiliki akal.


Sementara syarat untuk menjadi mukalaf adalah memiliki akal yang mampu digunakan untuk memahami. Suatu firman Allah tidak akan menjadi sia-sia untuk disampaikan kepada orang yang tidak berakal dan tidak mampu memahaminya.

 Kedudukan peniadaan taklif bagi orang gila disamakan oleh Nabi Muhammad dengan kedudukan anak kecil yang belum baligh dan orang yang dalam keadaan sedang tidur.


Dari penjelasan diatas, sudah cukup sebagai bukti bahwa ODGJ tidak sepantasnya dibebankan dalam membuat keputusan yang tak mampu mereka pertanggung jawabkan. Keputusan dalam memilih pemimpin bukanlah keputusan kecil seperti memilih pakaian atau melakukan. Memilih pemimpin adalah keputusan besar yang dapat mengubah wajah Negeri ini untuk 5 tahun kedepan, maka hendaknya melibatkan hanya orang-orang yang berakal sempurna saja, yang dapat dimintai pertanggung jawaban atas setiap perbuatannya.


Wallaahu a'laam bishshowaab

Post a Comment

Previous Post Next Post