Aktivis muslimah ngaji
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengungkapkan peringatan Hari HAM Sedunia Ke-75 dapat menjadi momentum untuk merefleksikan prinsip-prinsip HAM. Sejalan dengan semangat mempromosikan keharmonisan dalam keberagaman Yasonna mengungkapkan bahwa Kemenkumham telah menjalankan sejumlah program di bidang HAM yang menyasar instansi pemerintah maupun pelaku bisnis, di antaranya Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dan Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Stranas BHAM).
Pelapor Khusus PBB tentang Situasi Pembela HAM periode 2020–2023 Mary Lawlor bahwa selama periode 2015–2019, pembunuhan terhadap Pembela HAM paling tidak terjadi di 64 negara, termasuk Indonesia. Sepanjang 2020–2023, Komnas HAM menerima sebanyak 39 aduan mengenai dugaan pelanggaran HAM para pembela HAM dari berbagai wilayah di Indonesia. Aduan itu meliputi ancaman dan serangan berkaitan hak atas rasa aman, hak memperoleh keadilan, hak hidup, serta hak berpendapat dan berekspresi (Antara; 07/12/2023).
Negara yang menutupi fakta sejarah kejahatan kemanusiaan dan menghindari kewajiban untuk melindungi warga negaranya, tidak saja merendahkan adab politik Indonesia, tetapi juga menunjukkan kegagalan negara. Sepanjang masa pemerintahan Joko Widodo, 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, gagal diwujudkan.
Ita merujuk pada 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang tidak kunjung diselesaikan, salah satu di antaranya adalah peristiwa G30S/PKI yang membuat lebih dari dua juta orang yang dituduh sebagai anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) diburu, ditangkap secara sewenang-wenang, ditahan tanpa proses hukum, disiksa, diperkosa, dihilangkan paksa, dikenai keharusan wajib lapor hingga dibunuh (Voa; 10/12/2023).
Tidak sejalan dengan semangat itu, dikutip dari Aljazeera saat ini di Palestina Kementerian Kesehatan Palestina telah melaporkan bahwa seorang remaja tewas akibat tindakan pasukan Israel di wilayah selatan Tepi Barat yang diduduki. Sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 17.700 warga Palestina dilaporkan tewas di Gaza, sementara lebih dari 48.800 orang lainnya mengalami luka-luka. Angka-angka ini mencerminkan dampak signifikan dari konflik yang telah berlangsung di wilayah tersebut, dengan korban yang terus bertambah seiring waktu.
Di sisi lain, di Israel, angka kematian resmi yang telah direvisi mencapai sekitar 1.147 orang. Perbandingan antara jumlah korban di kedua pihak menunjukkan ketidakseimbangan dalam dampak konflik ini, yang menyoroti eskalasi ketegangan dan konflik bersenjata antara Israel dan Palestina. Genosida yan terjadi di Palestina itu termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime. Kejahatan HAM yang masuk kejahatan luar biasa itu mengacu pada pelanggaran hak asasi manusia yang bersifat sangat serius dan mencakup tindakan kejam dan sistematis terhadap kelompok tertentu (NuOnine;10/12/2023).
Negara Barat seperti AS yang menyerukan HAM ternyata justru menjadi pelanggar HAM nomor wahid. Serangan AS ke Irak dan Afganistan telah melanggar hak jutaan rakyat di sana. Hipokrisi ini menjadikan banyak pihak bertanya, sebenarnya standar HAM itu apa?Sejatinya, ide HAM berdasarkan pada kebebasan (liberalisme) sehingga menyebabkan standar ganda dalam penerapannya. Jika yang melakukan kekerasan adalah AS dan sekutunya, tidak dianggap pelanggaran HAM.
Sedangkan jika yang melakukan kekerasan adalah musuh AS, misalnya kelompok Islam, akan dituding sebagai pelanggaran HAM. Misalnya, fakta di Papua. Jika aparat bertindak tegas terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB), akan dituding melanggar HAM dan kasusnya akan dibawa ke forum internasional. Sebaliknya, ketika KKB membunuhi warga sipil Papua, meski jumlah korban besar, tidak akan ada tudingan KKB melanggar HAM.
Patutlah ide HAM demikian absurd dan bermuka dua karena ide ini berasal dari rahim sekularisme yang mendewakan kebebasan perilaku. Itulah sebabnya, ide ini bertentangan dengan Islam sejak dari akarnya. HAM adalah produk sekularisme yang bertentangan dengan akidah Islam kafah. Meski HAM adalah produk ideologi yang menguasai dunia saat ini, yaitu kapitalisme, tetapi pelanggaran HAM justru banyak terjadi akibat penerapan kapitalisme itu sendiri. HAM ibarat instrumen pemadam kebakaran ketika kapitalisme tengah berulah menciptakan beragam kezaliman.
Lucunya, negara-negara adikuasa tidak murni berkomitmen untuk melakukan penegakan HAM, melainkan menggunakan isu tersebut untuk menyerang dan memojokkan negara-negara yang dipandang tidak mau bekerja sama dan mendukung politik global negara adikuasa. Siapa salah satu negara adikuasa tersebut? Ialah Amerika Serikat (AS). AS menyiapkan panggung bagi para diktator yang brutal dan korup.
Pasalnya, terjadinya kezaliman adalah keniscayaan bagi kapitalisme karena kapitalisme adalah ideologi buatan manusia. Kapitalisme tentu saja memuat berbagai kepentingan demi perolehan uang sekaligus mustahil sibuk dan tulus mengurus persoalan kemanusiaan. Oleh karenanya, ketika kondisi ini terjadi di negeri kita, kita bisa melihat arahnya justru lebih kuat pada upaya pencitraan penguasa. Upaya ini juga sangat beralasan, terutama menjelang pesta politik akbar 2024.
Islam, sebagai aturan dan ideologi yang bersumber dari Sang Khalik, tentu saja memiliki seperangkat aturan yang sempurna. Penuntasan pelanggaran HAM menurut Islam jelas berbeda dengan mulut manis kapitalisme yang sejak awal kelahirannya sudah menciptakan dan selalu menimbulkan masalah, tidak terkecuali masalah pelanggaran HAM itu sendiri.
Islam melalui sistem pemerintahan. khilafah adalah pengayom umat, dan khalifah selaku kepala negaranya adalah pengurus seluruh urusan umat. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Khilafah memberikan jaminan terhadap harta, darah, dan kehormatan nyawa bagi setiap warga negara. Jaminan ini berupa visi politik kewarganegaraan Islam yang memberikan ruang hidup bagi manusia dengan jaminan paripurna.
Pada dasarnya, hak asasi manusia tercakup dalam lima hal pokok yang terangkum dalam dharuriyat al khamsah, yaitu hifdzu ad-din (memelihara agama); hifdzu an-nafs (memelihara jiwa); hifdzu al-‘aql (memelihara akal); hifdzu an-nasl (memelihara keturunan); dan hifdzu al-mal (memelihara harta). Itulah tujuan syariat Islam dalam memelihara lima hal pokok tersebut, tidak terkecuali bagi perempuan.
Dalam Islam, tidak ada kebebasan mutlak. Standar benar dan salah dalam Islam adalah menurut pandangan Allah Swt., bukan manusia. Dengan penerapan Islam kafah, hak dasar manusia akan terpenuhi, seperti hak hidup, mendapatkan makanan dan pakaian, menjalankan ibadah, keamanan, pendidikan, kesehatan, dll.. Dengan penerapan syariat kafah akan menghasilkan terwujudnya maqasid syariah sehingga manusia dapat hidup tenteram, semua kebutuhannya terpenuhi.
Sejarah peradaban Islam telah membuktikan terwujudnya ketenteraman hidup dalam naungan sistem Islam. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Will Durrant (1885—1981), sejarawan Barat yang terkemuka, “Agama (Ideologi) Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir hingga Maroko dan Spanyol. Wallahualam bissawab.
Post a Comment