Ibu Rumah Tangga
Akhir-akhir ini media sosial diramaikan oleh narasi penolakan netizen terhadap kedatangan warga pengungsi Rohingya di wilayah Aceh. Bahkan, beberapa dari mereka melontarkan komentar agar pengungsi Rohingya ini kembali ke laut, membiarkan mereka dalam kondisi terapung. Bukan tanpa sebab, penolakan tersebut diakibatkan oleh kejadian tidak menyenangkan yang dilakukan oleh segelintir orang Rohingya. Mulai dari kaburnya mereka dari kamp pengungsian hingga tidak merasa puas dengan sajian makanan yang disediakan oleh warga setempat. Pertanyaannya, apakah perbuatan yang dilakukan oleh segelintir orang Rohingya itu mewakili pengungsi Rohingya seluruhnya. Tentu kita tidak bisa mengeneralisasi perbuatan yang dilakukan oleh segelintir oknum kemudian menciptakan framing buruk terhadap mereka.
Sungguh sangat disayangkan ketika melihat sikap masyarakat kita saat ini terhadap pengungsi Rohingya. Padahal, nasib pengungsi Rohingya ini tidak berbeda dengan Palestina. Mereka adalah penduduk yang telah terusir dari tanah kelahirannya di Myanmar. Myanmar mencabut kewarganegaraan Rohingya pada tahun 1982, dan sejak saat itu mereka senantiasa mendapatkan serangan mengerikan yang tiada henti mulai dari pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran desa-desa. Hal inilah yang memaksa mereka melarikan diri ke negara-negara tetangga termasuk Indonesia.
Warga aceh pada awalnya menerima kedatangan pengungsi Rohingya ini sampai akhirnya muncul penolakan. Penolakan ini mengakibatkan terkatung-katungnya nasib pengungsi Rohingya. Di sisi lain pemerintah pusat kurang memberi perhatian dalam hal penanganan pengungsi Rohingya. Mirisnya, bulan Oktober lalu Indonesia terpilih dengan suara terbanyak sebagai anggota Dewan HAM PBB. Kondisi ini tidak lepas dari aturan Konvensi 1951 yang tidak mewajibkan Indonesia untuk menerima pengungsi Rohingya apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut.
Mungkinkah kita masih berharap pada sistem saat ini yang tidak mampu memberikan perlindungan bahkan solusi terhadap saudara muslim kita? Maka sudah saatnya kita berkaca pada peristiwa hijrahnya kaum muslimin dari Mekah ke Madinah. Kaum muslim Anshar dengan suka cita membuka tangan menyambut kaum Muhajirin. Begitulah, Daulah Islam memperlakukan setiap orang tanpa diskriminasi apapun. Berbagai kekuatan yang dimilikinya akan menjadi benteng perisai bagi setiap orang yang berlindung di bawah naungannya. Bangsa mana pun tidak akan berani menindas kaum muslim bahkan ketika posisinya sebagai minoritas di negerinya. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (khalifah) memerintahkan supaya bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, ia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya. Jika ia memerintahkan selain itu, ia mendapatkan siksa.” (HR. Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment