Nasib Pengungsi Rohingya Tak Bertepi


Zahrah 
(Aktivis Dakwah Kampus)


Nasib pengungsi Rohingya seakan tak akan pernah bertepi. Mereka terus terombang-ambing oleh ganasnya samudra. Ketika mereka menemukan daratan, tapi mereka tidak bisa menepi. Karena terhalang sekat-sekat nasionalisme. Lebih buruknya lagi mereka dianggap seperti zionis Israel yang akan merebut tanah Indonesia jika mereka dibiarkan menepi dan menetap di Indonesia. 


Dilansir dari BBC News (14/12/2023) sebanyak 45 orang Rohingya ditwmukan terdampar di Pantai Kuala Idi Cut, Aceh Timur pada Kamis (14/12) yang semunya merupakan pria. Berdasarkan laporan UNHCR hingga kini jumlah pengungai Rohingya di Indonesia mencapai 1.608 pengungsi. 


Gelombang kedatangan orang Rohingya di Indonesia diwarnai dengan sentimen negatif warganet Indonesia diberbagai platform sosial media. Bahkan narasi kebencian dan hoaks tentang Rohingya marak beredar di kalangan netizen. 


Di sisi lain, pemerintah menolak kehadiran pengungsi Rohingya. Muhammad Iqbal, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa Indonesia tidak termasuk dalam negara  yang menjamin para pengungsi, sehingga negara tidak berkewajiban menerima dan mengurusi pengungsi Rohingya. 


Pengungsi Rohingya sendiri terancama diusir dari tempat penampungan sementara, sebab selama ini telah terjadi gesekan antara warga lokal dengan pengungsi.



Sementara itu, negara absen dalam mengurusi pengungsi Rohingya yang notabene mereka adalah muslim hanya karena sekat-sekat nasionalisme mereka tidak akan pernah bisa ditolong. Sebab seperti itulah tabiat negara yang menganut sistem demokrasi sekuler. Dalam kehidupan bernegara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi dengan nasionalismenya telah menciptakan negara yang perhitungan, menjadikannya negara yang abai terhadap urusan rakyat negara lain sekalipun negeri ini mayoritas muslim dan penduduk Rohingya adalah muslim tapi itu bukan penentu pemberian pertolongan oleh negara penganut nasionalisme. 



Hal ini tentu berbeda dengan islam yang menjadikan akidah sebagai dasar negara. Menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai UU negara. Dalam islam, muslim wajib memeberikan pertolongan kepada saudaranya yang meminta pertolongannya atas dasar akidah. 


Pengungsi Rohingya adalah muslim, sehingga wajib bagi muslim di wilayah lain untuk menolong mereka. Dalam islam hukumnya adalah fardhu kifayah.  Islam memandang bahwa sesama muslim itu bersaudara serta bagaikan satu tubuh yang tidak dapat dipisahkan. Ketika salah satu nggota tubuh sakit makan anggota tubuh lainnya juga akan merasakan sakit. Jika muslim Rohingya merasakan sakit akibat penindasan rezim Myanmar maka seharusnya kaum muslimin merasakan sakit yang sama. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah saw: 

“Perumpamaan kaum mukmin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi, dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad).


Oleh karena teriakan minta tolong muslim Rohingya harus didengar dan ditolong oleh muslim yang lain. Negara dalam islam yakni khilafah akan menolong muslim Rohingya, menjamin kehidupan mereka baik dari sandang, pangan dan papan. Mulai dari kesehatan, pendidikan dan keamanan muslim Rohingya akan sama dengan muslim lainnya, sebab mereka sudah termasuk sebagai warga negara khilafah. Hal ini tidak akan terwujud dalam sistem hari ini yang masih memikirkan untung rugi. Bahasa yang sering keluar, warga lokal saja susah, mau ditambah lagi harus urus pengungsi Rohingya. 


Sedangkan khilafah, dengan kholifahnya akan menolong mereka bukan karena untung rugi tapi karena dasar keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT


Wallahu a'lam bi showwab

Post a Comment

Previous Post Next Post