Oleh. Daneen Mafaza
(Aktivis Muslimah Kalsel)
Hak dan kepentingan manusia bukanlah perkara gampang. Sebab jika keliru dalam standar acuan maka hak manusia justru kacau dan teraniaya.
Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) mengungkap skor indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia 2023 mengalami penurunan menjadi 3,2 dari sebelumnya 3,3.
Pemberian skor itu berdasarkan pemenuhan hak-hak yang mengacu pada enam indikator pada variabel hak sipil dan politik serta lima indikator pada variabel hak ekonomi, sosial, budaya yang diturunkan ke dalam 50 sub-indikator. Setara mengungkap Presiden Joko Widodo memiliki kinerja paling buruk dalam melindungi dan memenuhi hak warga atas tanah dan kebebasan berpendapat (CNN Indonesia, 10/12/2023).
Demikian yang diungkap dalam salah satu berita di media mainstream. Ialah gambaran kegagalan memenuhi hak masyarakat dalam kacamata HAM. Bukan tanpa alasan, kegagalan melindungi ataupun memenuhi hak rakyat tersebut karena standar absurd yang ada pada HAM itu sendiri. HAM tidak memiliki standar acuan jelas antara boleh dan tidak boleh. Benar dan salah berdasarkan apa yang di buat oleh manusia.
Maka tidak heran semuanya tergantung kepentingan manusia itu sendiri. Sebagai contoh ketika aparat melakukan perlawanan terhadap KKB di Papua maka akan di anggap melanggar hak asasi manusia. Namun jika KKB yang membunuhi warga sipil justru tidak dituding melanggar HAM. Dalam dunia Internasional misalnya ketika AS yang getol mengusung ide HAM justru negara nomor satu yang melakukan pelanggaran berat terhadap HAM.
Seperti penyerangan
terhadap Irak yang merugikan warga sipil di sana. Namun AS tidak di cap sebagai negara yang melakukan pelanggaran berat. Di Indonesia misalnya, 12 kasus pelanggaran berat HAM sampai saat ini tidak terselesaikan. Termasuk kasus Trisakti tahun 1998. Lalu dimana letak HAM sebagai solusi pemenuhan hak rakyat ?
Dari sini kita harus memahami bahwa sesungguhnya Hak Asasi Manusia (HAM) adalah produk gagal yang lahir dari rahim sekularisme. Oleh karena ide HAM meniscayakan manusia berbuat sesuai kebebasan (liberalisme) yang menyertainya, maka tidak heran individu satu dengan yang lain saling menuntut hak nya dengan standar yang mereka buat sendiri. Itulah kenapa HAM disebut memiliki standar ganda.
Kita harus menyadari bahwa kehidupan hari ini yang jauh dari hukum Allah Swt. melahirkan banyak ide yang rusak. Termasuk ide HAM yang dilahirkan dari ideologi sekuler kapitalis ini. Kebebasan yang sebebas-bebasnya atas dasar HAM di gunakan sebagai alat menjajah yang lain. Saling menuntut dan menghakimi adalah sesuatu yang pasti terlihat dalam ide HAM.
Oleh karena itu HAM bukanlah solusi atas jutaan persoalan masyarakat namun justru menjadi persoalan baru.
Sebagai seorang Muslim jelas ide HAM ini bertentangan dengan akidah Islam. Sebab tidak ada keterikatan terhadap hukum syara. Di mana hukum syara adalah standar jelas dan shahih yang menuntun setiap perbuatan manusia.
Allah Swt. berfirman,
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS Al-Maidah: 50).
Dengan penerapan Islam kafah, hak dasar manusia akan terpenuhi, seperti hak hidup, mendapatkan makanan dan pakaian, menjalankan ibadah, keamanan, pendidikan, kesehatan, dll. Dengan penerapan syariat kafah akan menghasilkan terwujudnya maqasid syariah sehingga manusia dapat hidup tenteram, semua kebutuhannya terpenuhi. Sejarah peradaban Islam telah membuktikan terwujudnya ketenteraman hidup dalam naungan sistem Islam.
Wallahu a'lam bishawab
Post a Comment