Bunuh diri bagi sebagian orang seolah dianggap sebagai jalan keluar dari berbagai masalah, sebagaimana dikutip dari situs RRI (11/11). Pemerintah mencatat, setidaknya ada 20 kasus bunuh diri anak-anak sejak Januari 2023. Hal itu disampaikan Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Nahar. Nahar mengatakan bahwa para korban bunuh diri merupakan anak-anak berusia di bawah 18 tahun. Menurutnya, kebanyakan mereka yang bunuh diri disebabkan oleh depresi.
Kasus bunuh diri saat ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga telah terjadi pada anak-anak bahkan dalam jumlah yang cukup besar. Sistem sekuler kapitalis saat ini membentuk anak-anak yang memiliki mental yang lemah. Mental lemah atau mental down bisa terjadi pada siapa saja dan penyebabnya pun beragam, mulai dari masalah keluarga, tekanan pekerjaan, dan lain sebagainya. Bagi banyak orang, terdapat kombinasi faktor yang rumit yang menjadi penyebab mental down sehingga kadang sulit untuk dipahami oleh orang awam.
Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum mengatakan ada beberapa hal yang bisa memicu fenomena bunuh diri yaitu ; Pola asuh yang membentuk anak-anak sekarang, Pengaruh media sosial, Tuntutan yang terlalu tinggi dari berbagai sisi, baik internal maupun eksternal. Semua faktor itu lahir dari sistem kapitalis sekuler yang menyediakan wadah untuk bersikap tidak sesuai dengan apa yang sudah menjadi aturan hidup dalam Islam.
Faktor pertama adalah berkaitan dengan pola asuh orang tua. Saat ini banyak orang tua yang fokus mencari uang yang banyak dengan tujuan agar anaknya bahagia, bisa berpendidikan yang layak, bisa memakai pakaian yang diinginkan dan berbagai kebahagiaan materil lainnya. Padahal anak tidak hanya membutuhkan itu, tetapi mereka butuh kasih sayang dan waktu yang banyak dengan orang tuanya. Dalam Islam orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Salah satu bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anak di dalam keluarga adalah dengan mendidik anak-anaknya.
Kedua, pengaruh media sosial, faktor ini juga berkaitan dengan faktor pertama. Orang tua yang sibuk bekerja tidak akan memiliki waktu yang banyak untuk mengurusi anak-anak mereka, apalagi banyak orang tua yang kettika pulang dirumah dan membawa pekerjaan tidak akan sempat untuk membuat diam anak-anak mereka, sehingga cara paling cepat dan efektif ada dengan memberikan handphone kepada anak. Awalnya handphone akan menjadi sebatas penghibur saja bagi anak, tetapi karena terlalu sering akan menjadi kebutuhan pokok bagi anak. Sedangkan orang tua tidak bisa mengontrol apa yang ditonton oleh anak. Media sosial adalah wadah yang bisa menampilkan apa saja tanpa menggunakan filter. Sehingga dengan tontonan yang dilihat anak dapat mempengaruhi pola perilaku dan pola pikirnya.
Ketiga, Tuntutan yang tinggi dari orang tua, faktor ini sangat mempengaruhi psikis anak, apalagi dengan keadaan saat ini, anak-anak hanya dituntut tanpa diberikan tuntunan dari orang tuanya. Mereka sibuk bekerja dan memaksa anaknya untuk menjadi seperti apa yang diinginkannya. Sehingga keitka anak tidak berhasil mereka akan merasa gagal dan berakhir pada depresi bahkan bunuh diri.
Makin banyaknya kasus seperti ini menunjukkan ada kesalahan dalam tata kehidupan, baik dalam keluarga, masyarakat maupun negara. Islam memperhatikan tumbuh kembang anak dan menjaga kekuatan mental anak melalui pendidkan anak yang berkualitas. Islam memiliki sistem pendidikan yang berbasis akidah yang mampu melahirkan generasi hebat dalam berkarya, kuat iman dan kuat mental.
Pendidikan anak dalam perspektif Islam tidak lepas dari pendidikan dan ajaran Islam yang harus didapatkan anak sejak kecil. Ajaran Islam secara garis besar terdiri dari tiga, yaitu aqidah, ibadah dan akhlak. Anak-anak adalah penerus generasi peradaban. Sehingga mereka harus memilki cukup bekal untuk tumbuh menjadi seseorang yang cerdas, kuat dan bermanaat untuk agama dan negara. Bekal tersebut haruslah disiapkan sedini mungkin, mulai dari mengenal tuhan mereka, beribadah, dan berakhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Hal-hal besar dicapai karena adanya kumpulan-kumpulan hal kecil didalamnya.
Demikian juga dengan kehidupan seseorang. Pembiasaan-pembiasaan baik yang telah dibiasakan saat ia kecil akan membentuk ia menjadi seorang yang baik dan positif. Agar anak-anak dapat terdidik dengan pemahaman Islam maka harus ada sistem yang dapat mengatur itu semua, sistem yang mampu membentuk anak-anak yang memahami apa tujuan hidupnya di dunia ini dan mengapa ia diciptakan. Sebuah sistem yang mampu untuk membentuk peradaban yang memiliki mental yang kuat dan tidak mudah untuk terperangkap dalam perbuatan maksiat dna sistem itu adalah sistem yang berpedoman pada Alquran dan Assunnah.
Inilah solusi cerdas yang harus diadopsi siapa saja yang peduli, terutama pemerintah, jika memang benar-benar tulus bermaksud menyelamatkan pemuda dan negeri ini dari bahaya dosa besar sistem pendidikan sekuler dan sekularisme.
Ia harus mendukung penuh para pemuda yang berpikir cemerlang, ikhlas, dan sungguh-sungguh berdedikasi bagi kembalinya peradaban Islam. Hal ini agar melalui tangan-tangan merekalah janji-Nya, yakni kemenangan Islam, dapat segera tertunaikan.
“Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Rabb-mu, penyembuh bagi penyakit yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yunus [11]: 57). Wallahu 'alam.
Post a Comment