(Pemerhati Masalah Umat)
Impian setiap pasangan adalah menjadikan tali pernikahan senantiasa menjadi ikatan yang kuat. Ikatan yang mampu menghantarkan pada sakinah, mawaddah, wa rahmah. Yang dengannya semakin terjalin ikatan kasih dan sayang antar sesama anggota keluarga. Lahir keturunan yang sholeh sholeha untuk menambah rasa bahagia di tengah-tengah keluarga. Bahkan kebersamaan itu, diperjuangkan dengan segala daya dan upaya agar tidak hanya bersama di dunia tetapi juga bisa bersama di surga-Nya.
Namun bagaimana jika ikatan tersebut tidak memberikan rasa aman, kasih sayang bahkan hanya cacian, makian hingga kekerasan fisik menjadi santapan hari-hari? Anak yang seharusnya diayomi justru naas ditangan sang pemimpin keluarga. Kalo ikatan pernikahan sudah begini, bagaimana mungkin bisa menggapai sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Sebagaimana yang diberitakan oleh KOMPAS pada 28/11/2023 bahwa Seorang pria bernama Jali Kartono membakar istrinya sendiri, Anie Melan, di kediaman pribadinya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Pihak berwajib mengungkapkan, Jali nekat membakar istrinya hidup-hidup lantaran terbakar api cemburu usai melihat istrinya chatting dengan pria lain.
Selanjutnya dilansir dari KOMPAS pada 8/12/2023 bahwa Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro berhasil menangkap Panca Darmansyah (41) yang mengaku telah membunuh keempat anak kandungnya di dalam rumah kontrakan wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Fakta diatas hanya secuil kejadian yang terliput media, kejadian yang serupa bahkan lebih sadispun kerap terjadi namun tidak terliput media. Sungguh miris
Perilaku kekerasan yang dilakukan suami terhadap istrinya atau ayah terhadap anaknya tampaknya sering terjadi. Maraknya KDRT bukan hanya di kota-kota besar, seperti Depok, Jakarta, Bandung, melainkan juga terjadi di desa-desa. Para suami sudah terang-terangan memukuli istrinya di jalan raya dan disaksikan khalayak ramai. Sang ayah pun tidak peduli jika anak balitanya menyaksikan aksi kekerasan tersebut akan mengalami trauma psikis yang luar biasa.
Lantas, apa yang membuat para ayah atau suami begitu tega menganiaya istri dan anaknya? Mengapa angka KDRT makin tinggi? Bagaimanakah pandangan Islam dalam menyikapi persoalan tersebut?
Hilangnya Fungsi Qawwamah
Sungguh, penganiayaan yang dilakukan suami atau ayah terhadap istri dan anaknya menunjukkan hilangnya fungsi qawwamah (kepemimpinan) laki-laki. Padahal, saat mistaqan ghalidza (ijab kabul, ed.) itu terucap dari lisan sang suami, ia telah memikul tanggung jawab besar dihadapan Allah Swt. yakni menjadi pemimpin keluarganya.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan, mulai dari tingginya beban hidup, gaya hidup yang amat buruk, lemahnya kemampuan mengendalikan diri, dan lain-lain. Tidak bisa dinafikani, ekonomi yang sangat terpuruk bisa menjadi penyebab keretakan rumah tangga makin besar. Beban hidup yang jauh dari kata sejahtera menyebabkan banyak hak dari anak dan istri yang terabaikan.
Misalnya, suami jarang pulang ke rumah lantaran harus kerja keras mencari nafkah keluarga. Kondisi rumah yang dipenuhi banyak tuntutan juga menyebabkan sang suami tidak betah. Akhirnya, untuk menghindari stres di rumah—karena stres di tempat kerja pun sudah menumpuk—para ayah lebih nyaman di luar rumah.
Jika keberadaan sang suami sudah tidak nyaman di rumah, bukankah hal ini satu tahap menuju terbukanya pintu kemaksiatan? Tidak mengherankan jika penyakit kelamin terus meningkat dari tahun ke tahun, misalnya, angka tertinggi pengidap HIV/AIDS adalah ibu rumah tangga lantaran para suaminya “jajan” sembarangan di luar. Na’udzubillah!
Gaya hidup yang negatif. Sudahlah jauh dari agama, para ayah harus pergi kerja sebelum anak-anaknya bangun dan pulang setelah anak-anaknya tertidur. Saat akhir pekan juga malah diisi dengan liburan unfaedah, menghambur uang tanpa ada bonding terhadap anak-anaknya.
Itulah kisah para suami dan ayah yang bekerja. Yang bekerja serabutan dan pengangguran pun tidak jauh beda keadaannya. Jangankan mengajak anak laki-lakinya untuk salat Subuh berjemaah di masjid, bangunnya saja kesiangan bahkan setelah anak-anak pergi sekolah. Sang suami juga terkadang merasa tanggung jawabnya hilang tatkala istrinya yang menjadi tulang punggung keluarga.
Bukankah ini keadaan tersebut bisa mengantarkan pada keretakan rumah tangga? Sang istri tentu menanggung beban yang amat berat. Sudahlah dituntut “mencari nafkah”, mereka juga dituntut untuk mengatur rumah dan membimbing anak-anak.
Penyebab KDRT Meningkat
Telah hilang fungsi qawwamah para ayah, sedangkan ketakwaan bukan lagi menjadi pakaian sehari-hari. Wajar jika pada akhirnya mereka lemah mengendalikan diri. Para ayah dan suami tidak segan mengelabui istri dan anak-anaknya. Inilah penyebab makin maraknya KDRT yang bahkan bisa berujung pada kematian.
Kendati demikian, KDRT bukan hanya dipicu oleh hilangnya peran qawwamah pada laki-laki, melainkan juga dipicu oleh fungsi ummun wa rabbatul bait pada sang istri. Perannya dalam menjalankan fungsi sebagai ummun (ibu) yang mendampingi penuh anak-anaknya tentu menjadi makin berat apabila turut menjadi “tulang punggung”. Begitu pun fungsinya sebagai rabbatul bait (manajer rumah tangga), tenaga dan pikirannya sudah habis terkuras di luar rumah sehingga ia absen dalam pengaturan rumah.
Padahal, seorang ibu seharusnya menjadi tumpuan semua anggota keluarganya. Para ayah yang lelah bekerja akan merasa nyaman saat bertemu istrinya. Begitu pun anak-anaknya, senantiasa memperoleh kasih sayang yang kelak menjadi bekal dalam mengarungi samudera kehidupan mereka. Namun, lagi-lagi, fungsi ini hilang.
Ketaatan para istri juga pudar sebab merasa telah menjadi “tulang punggung” keluarga. Bukankah ini pula yang mengantarkan pada tingginya KDRT? Para istri yang tidak bekerja pun bukan berarti aman dari KDRT. Berbagai tuntutan yang begitu besar untuk kenyamanan hidup juga menyebabkan para suami stres hingga berujung KDRT. Lihatlah kasus suami memutilasi istri di Karawang pada 2017 lalu, disebabkan oleh tidak sabarnya sang suami pada beban tuntutan istri dan keluarga.
Problem Sistemis
Kendati demikian, kondisi yang menyayat hati ini bukan semata lahir dari fungsi suami atau istri yang buruk. Ini bukan saja problem individu, namun sudah tersistemis. Sebagai contoh, sulitnya ayah untuk bekerja dan kemudahan ibu bekerja. Bukankah ini lahir dari sistem kapitalisme yang menginginkan buruh murah? Kita ketahui, upah perempuan memang jauh lebih rendah dari laki-laki, bukan?
Feminisme telah berupaya mendorong para ibu untuk keluar rumah, paham yang lahir dari sudut pandang sekularisme. Walhasil, ayah dan ibu tidak mengenal agama, akhirnya mengelola rumah tangga hampa tanpa aturan agama, Jadilah KDRT makin marak terjadi.
Oleh karena itu, ini bukan problem individu semata, melainkan problem sistemis yang membutuhkan solusi sistemis pula. Sementara itu, sistem sekuler kapitalisme telah terbukti gagal menyelesaikan KDRT, bahkan sistem ini sejatinya merupakan biang kerok terjadinya seluruh problematik rumah tangga, termasuk KDRT.
Islam Menyelesaikan KDRT
Sudah terbukti, seluruh persoalan KDRT yang marak terjadi adalah karena penerapan sistem sekuler kapitalisme yang menjadi biangnya. Sebaliknya, sistem kehidupan Islam telah nyata terbukti mampu membawa keberkahan kepada umat manusia termasuk sakinah, mawaddah, wa rahmah dalam pernikahan.. Setidaknya ada dua poin yang bisa kita bahas terkait hal ini.
_Pertama_ , fungsi qawwamah (kepemimpinan) dalam Islam. Hal ini telah dijelaskan dalam Nas-nas Al-Qur’an dan Sunah hakikat kehidupan suami istri. Islam telah mengatur hak dan kewajiban beserta sifat interaksinya. Allah juga menetapkan fungsi kepemimpinan suami dalam keluarga dengan konsep qawwam, “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri).”
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اَلرِّجَا لُ قَوَّا مُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَا لِهِمْ ۗ فَا لصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ وَا لّٰتِيْ تَخَا فُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَا جِعِ وَا ضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِ نْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 34)
Telah jelas dalam ayat diatas bahwa kepemimpinan (al-qawwamah) merupakan kepemimpinan yang mengatur dan melayani. Di dalamnya termasuk menafkahi dan memenuhi apa saja yang dibutuhkan dalam keluarga.
Ketika fungsi ini telah dijalankan dengan benar oleh seorang suami tersebut, tentu akan mengantarkan pada ketaatan dan penghormatan dari istri dan anak-anaknya. Inilah yang akan menjauhkan keluarga tersebut dari tragedi KDRT. Bagi suami, istri dan anak adalah penentram hati dan amanah untuk diurusi.
_Kedua_ , penerapan syariat Islam kafah. Jika diamati, sistem kehidupan sekuler kapitalistik ini sejatinya adalah penyebab adanya persoalan KDRT ini. Oleh karenanya, menerapkan Islam kafah harus segera terwujud agar persoalan KDRT dan sejenisnya sirna.
Sistem ekonomi Islam yang diterapkan akan menjadikan rakyat hidup sejahtera. Dalam Islam laki-laki berkewajiban untuk bekerja mencari nafkah, bukan perempuan. Negara akan membuka lapangan kerja yang luas dengan gaji yang memadai, sedangkan fungsi perempuan akan dikembalikan sebagai Ummu warobbatul bait.
Begitu pun sistem pendidikan Islam, menjadikan akidah Islam Islam sebagai pondasi. Pendidikan agama harus diajarkan kepada anak-anak sedari dini. Hal ini agar setelah mereka balig, mereka mampu menjalankan fungsi qawwamah dan ummun wa rabbatul bait.
Sungguh, ketika sistem Islam ditegakkan secara sempurna oleh negara maka akan terwujud keberkahan bagi masyarakatnya. KDRT dan seluruh persoalan umat manusia bisa selesai dengan tuntas, umat pun akan kembali hidup sesuai fitrahnya.
Demikian pula para ayah atau suami, mampu menegakkan fungsi qawwamah dan istri atau ibu mampu menjalankan fungsinya sebagai ummun wa rabbatul bait. Maka akan terciptalah keluarga sakinah mawwadah wa rahmah. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamin.
Wallahu a'lam bishawab.
Post a Comment