Maraknya Bunuh Diri pada Anak; Butuh Peran Semua Pihak


Oleh: Rita Yusnita

(Pegiat Literasi)



Berbagai kasus yang menimpa anak akhir-akhir ini begitu menyesakkan dada. Dari kasus penganiayaan, pelecehan seksual, bullying, hingga kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu bunuh diri.


Seorang anak berusia 10 tahun di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Dari keterangan saksi yaitu ibu korban, peristiwa tersebut bermula pada Rabu (22/11), sekitar pukul 12.30. Pada saat itu si anak ditegur karena tidak mau berhenti bermain HP padahal belum makan siang. Ketika HP diambil ibunya, si anak marah lalu masuk kamar. Pada sore hari pukul 15.30, ibu korban berniat membangunkan anaknya yang dikira masih tidur agar segera berangkat ngaji ke TPQ. Namun, setelah beberapa kali pintu kamar diketuk, tidak ada jawaban dari kamar. Melalui lobang pintu, ibu korban mengintip kondisi dalam kamar dan langsung melihat anaknya sudah tergantung dengam menggunakan kain selendang yang diikatkan pada jendela kamarnya yang terletak di atas kasurnya.


Setelah mengetahui hal itu, ibu koran menjerit histeris hingga tetangganya berdatangan dan membuka paksa pintu kamar tersebut.  Lalu menelepon polisi dan membawa korban ke puskesmas untuk pemeriksaan medis. Kasatreskrim Polres Pekalongan, AKP Isnovim membenarkan adanya kejadian itu dan pihaknya telah menerima laporan tersebut pada Rabu sore (22/11). Dari hasil pemeriksaan petugas puskesmas, ditemukan luka seperti jeratan di leher, pupil mata melebar, keluar feses dari anus korban, badan kaku dan pucat, dilansir detik.com, Kamis (23/10/2023).


Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Kabupaten Pekalongan, Ipung Sunaryo menyayangkan terjadinya peristiwa tersebut. Pihaknya pergi ke rumah duka untuk memastikan kabar tersebut dan ternyata itu benar terjadi. Ipung menambahkan, peristiwa itu terjadi karena emosional sesaat anak tanpa bisa memikirkan akibatnya. Hal ini menjadi pr bersama, tak hanya guru, peran orang tua, lingkungan, sangat penting untuk memberikan edukasi yang ramah pada anak-anak agar tidak candu kepada HP hingga melupakan segalanya. 


Kasus di atas harus menjadi perhatian, mengingat korban masih berusia belia. Apalagi saat ini menjadi fenomena di tengah masyarakat. Pemerintah mencatat, setidaknya ada 20 kasus bunuh diri anak sejak Januari 2023. Korban bunuh diri merupakan anak-anak usia di bawah 18 tahun, kebanyakan dari mereka bunuh diri karena depresi. Hal itu disampaikan  Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar kepada wartawan di Kantor KemenPPPA Jakarta, Jumat (10/11/2023) dilansir rri.co.id. Menurutnya, korban kasus bunuh diri tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Dampak psikis yang kerap dialami anak-anak akibat kekerasan maupun perundungan, dan itu bisa mengakibatkan masalah baru.


Seperti halnya kasus lain yang menimpa anak-anak, kasus di atas pun perlu perhatian dan penanganan yang serius. Mulai dari penyebab anak bunuh diri, dari mana anak-anak mendapatkan informasi cara bunuh diri, hingga kondisi mental anak-anak saat ini. 


Sudah bukan hal baru jika perilaku dan sikap anak-anak jaman sekarang jauh dari aturan, sehingga acap kali terjadi penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan terjadinya berbagai masalah yang melibatkan mereka. Hal itu menunjukkan ada kesalahan dalam tata kehidupan, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun negara.


Saat ini, peran keluarga sangatlah minim, ini disebabkan karena kedudukan ibu dan ayah tidak lagi berjalan sesuai perannya. Terkadang seorang ibu karena minimnya ekonomi,  ikut bekerja keluar rumah membantu mencari nafkah. Sehingga kewajiban utamanya sebagai madrasatu ula terabaikan. Begitupun peran ayah, lebih sering berada di luar rumah karena merasa bahwa prioritasnya mencari nafkah sehingga tidak pernah ikut melihat dan mengamati tumbuh kembang anak-anak. Alhasil, anak lebih sering berinteraksi dengan media sosial daripada dengan orang tuanya sendiri. 


Menilik hal tersebut, maka sebagai langkah awal peran keluarga sangat penting dalam membentuk kepribadian anak sejak dini. Menanamkan akidah atau iman yang kokoh pada anak adalah tugas orang tua. Orangtualah yang akan mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama pada diri mereka. Rasulullah saw bersabda, "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, ibu dan bapaknya lah yang menjadikan dia yahudi, nasrani, atau majusi." (HR. Bukhari)


Tujuan menamkan akidah pada anak adalah agar anak mengenal Allah sebagai penciptanya, sehingga dengan begitu mereka mereka akan mulai mengetahui apa yang diperintahkan juga apa yang dilarang oleh agama mereka. Selain itu, tanamkan pada diri anak apa yang menjadi kewajibannya sebagai hamba Allah dan apa yang menjadi kewajibannya sebagai anak. Sehingga ketika orang tua mengingatkan, tidak muncul perasaan marah juga tersinggung. 


Beragam informasi dan pesatnya teknologi seharusnya diimbangi dengan pemahaman dan pola pikir yang benar. Orang tua harus mengarahkan dan membimbing anak dalam memilih tayangan dan konten-konten agar anak tidak begitu saja menyerap informasi atau pun meniru apa yang ditayangkan. Hal ini juga menjadi tanggung jawab negara. Pemerintah seharusnya bertindak tegas melarang konten-konten atau game yang mengandung unsur-unsur kekerasan, bahkan negara mampu memblokirnya.


Itulah yang bisa Islam hadirkan di tengah umat jika aturannya diterapkan secara menyeluruh. Sistem pendidikan terbaik hanya bisa dirasakan jika kurikulum berbasis akidah Islam diterapkan di setiap level usia para pelajar. Alhasil akan lahir generasi hebat yang mampu melahirkan karya hebat juga sosok berkepribadian islami yang mempunyai mental  kuat.


Wallahu'alam Bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post