Marak Bunuh Diri pada Anak, Problem Serius Generasi


Oleh : Ummu Khalil Khaulah Khalid

(Penulis)


Miris, mental generasi kian rapuh. Berakhir dengan cara bunuh diri adalah salah satu bukti lemahnya pengawasan dari pihak terdekat khususnya orangtua.


Seperti dilansir dari detikJateng, Seorang bocah di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, nekat melakukan aksi bunuh diri dengan cara gantung diri. Saat ditemukan korban sudah tidak bernyawa di dalam kamarnya, ini terjadi pada rabu 22 November 2023 lalu. Diduga aksi nekad bocah SD tersebut dipicu karena dilarang bermain HP.

Kasus ini dibenarkan oleh Kasatreskrim Polres Pekalongan, AKP Isnovim. Beliau menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima adanya laporan tersebut, pada Rabu sore 22 November 2023 lalu.


Selain itu KBRN, Jakarta menyatakan bahwa Pemerintah telah mencatat setidaknya ada 20 kasus bunuh diri pada anak-anak sejak Januari 2023. Hal itu disampaikan oleh Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Nahar.

Nahar menyatakan bahwa para korban bunuh diri ini merupakan anak-anak yang usianya masih di bawah 18 tahun. Beliau memandang kasus bunuh diri ini kebanyakan dipicu oleh masalah depresi.


Sebagaimana pada tahun 2023 saja kasus bunuh diri anak sudah mencapai angka 20 kasus. Penyebabnya tidak lain adalah depresi, dugaan perundungan, dan banyak penyebabnya. KemenPPPA Jakarta, Jumat (10/11/2023).


Tragis anak 10 tahun melakukan bunuh diri gara-gara disuruh ibunya berhenti main HP. 

Tak bisa dimungkiri keberadaan HP memang telah menjadi candu bagi dunia anak-anak saat ini. Sebagai orangtua tidak bisa sepenuhnya menyalahkan anak untuk menggunakan HP. Sebab, zaman hari ini begitu sangat menuntut anak untuk beradaptasi dengan kecanggihan teknologi. Meskipun demikian anak yang menggunakan HP tetap harus mendapat kontrol dan pengawasan dari orang tua.


Kasus ini harusnya menjadi perhatian besar bagi semua pihak. Baik itu orang tua, keluarga, masyarakat maupun negara. Mengingat usia anak yang masih sangat belia. Terlebih kasus bunuh diri anak ini sudah mulai menjadi fenomena di tengah masyarakat. 


Kita pun harus tahu bahwa ada banyak hal yang perlu diperhatikan di antaranya apa yang menjadi penyebab bunuh diri, sumber anak mengetahui cara bunuh diri tersebut, dan juga kondisi mental anak-anak. Itu yang perlu kita pahami terlebih dahulu.


Penyebabnya bisa jadi anak sudah terlalu sayang dan berat untuk lepas dari HP. Melalui HP bisa menjadi cara anak memperoleh kenyamanan yang mungkin tidak di dapatkan ditengah keluarga maupun orangtua. Sehingga ketika diminta untuk meninggalkan HP atau berhenti bermain HP seolah ada yang merampas kenyamanan itu sehingga anak menjadi bingung dan tidak tau harus berbuat apa atau malah melakukan sesuatu yang berefek fatal.


Kemudian selanjutnya, seorang anak yang terbiasa melihat tayangan di YouTube tentunya akan mendapatkan informasi tentang bunuh diri ini. Karena berbagai macam tontonan yang ada hingga membuat anak bisa meniru apa yang dilihatnya tanpa pemahaman. Jadilah anak ketika mendapati masalah dia akan mudah mempraktekannya sebagaimana yang telah dia tonton di YouTube. Intinya bahwa tontonan anak hari ini seolah menjadi tuntunan mereka dalam berbuat. Sehingga hasilnya menjadi fatal bagi diri anak itu sendiri.


Kemudian jika dilihat dari sisi mental anak-anak, mereka pada dasarnya belum memiliki kemampuan mengontrol emosi dan berbagai macam suasana hati mereka. Sehingga anak tidak mampu memahami apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Anak pun tidak mampu memecahkan masalahnya disebabkan pemahaman yang masih kurang.


Dengan makin banyaknya kasus seperti ini menunjukkan bahwa ada kesalahan dalam aturan kehidupan, baik itu dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat maupun negara. 


Apabila kita melirik kepada Islam, maka ada solusi yang bisa di berikan kepada masalah seperti ini. Yaitu Islam sangat memperhatikan tumbuh kembang anak dan sangat menjaga kekuatan mental anak melalui pendidkan anak yang  berkualitas.


Hal ini sejalan dengan fakta sejarah saat Islam menjadi aturan dalam kehidupan selama 13 abad lebih. Banyak dari anak-anak yang kemudian tumbuh menjadi anak-anak hebat yang ketika dewasa mereka berdiri menjadi pembela agama Allah di Medan jihad. Seperti misalnya sultan Muhammad Al Fatih yang di usianya masih 7 tahun beliau dididik dengan keimanan yang tinggi melalui guru-guru yang hebat. Hasilnya Muhammad Al Fatih menjadi seorang penakluk konstantinopel diusianya yang masih 20 tahun.


Ini jelas membuktikan kepada kita bahwa kesalahan tidak dimulai dari lingkungan keluarga, orang tua, atau masyarakat. Melainkan bersumber dari sebuah aturan kehidupan yang salah. Yaitu dari sisi aturan pendidikan yang sangat sekuler yang memisahkan agama dari dunia pendidikan. Sehingga anak merasa memiliki hak kebebasan dalam berbuat. 


Di dalam Islam ada sistem Pendidikan yang berbasis akidah Islam. Sistem ini mampu melahirkan generasi hebat dalam berkarya dan kuat iman serta kuat mental. Olehnya itu, segala tumpuan dan harapan kita harusnya hanya disandarkan kepada Islam saja sebagai solusi. Bukan yang lain.


Wallahu'alam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post