Oleh Nahida Ilma
Aktivis Muslimah
Menjadi salah satu kegiatan rutin tahunan di awal Desember adalah peringatan Hari Antikorupsi Sedunia atau Harkodia. Tanggal 9 Desember ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai Hari Antikorupsi Sedunia, dalam rangka sebagai bentuk komitmen dunia dalam melawan korupsi. Bertujuan menyatukan pandangan negara-negara bahwa korupsi merupakan musuh bersama karena dampak buruk yang ditimbulkan. Peringatan Harkodia senantiasa digelar oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) melalui berbagai kegiatan, seperti sosialisasi, kampanye dan penyadaran bahaya akan korupsi kepada masyarakat melalui berbagai program dan acara menarik (media online News.detik, 30 November 2023).
Pembahasan terkait korupsi pun menjadi salah satu tema debat dalam debat perdana capres pada tanggal 12 Desember lalu. Pada topik ini, ketiga capres membahas soal terborosan efek jera bagi para pelaku korupsi. Ketiga capres sama-sama sepakat dalam upaya pemberantasan korupsi dengan tegas dan mau memberlakukan hukuman maksimal bagi para koruptor (media online Tirto, 13 Desember 2023). Namun, menurut Dewan Pengawas Indonesia Corruption Watch, Dadang Trisasongko, mengatakan “tidak ada yang terlalu progresif” dan tidak ada yang mencerminkan pemikiran bahwa korupsi merupakan masalah mendasar (BBC, 12 Desember 2023).
Di negeri ini, korupsi seperti tak mati-mati. Muncul lagi dan lagi, terjadi di semua lini. Layaknya gunung es, kasus yang Nampak hanyalah Sebagian kecil dibandingkan kasus yang tidak terlihat atau tidak terlaporkan. Sejak tahun 2004 hingga November 2023, terjadi 1479 kasus korupsi yang didominasi oleh penyuapan sebesar 65% (Kumparan, 30 November 2023). Menurut laporan KPK, selama periode 1 Januari–6 Oktober 2023 mayoritas tindak pidana korupsi dilakukan di instansi pemerintah kabupaten/kota sebanyak 29 kasus, instansi kementerian/Lembaga ada 26 kasus, BUMN/BUMD 20 kasus dan pemerintah provinsi 10 kasus (Katadata, 8 November 2023).
Namun, kini KPK tengah terguncang karena ketua lembaganya, Firli Bahuri menjadi tersangka korupsi (Kompas, 10 Desember 2023). Publik mulai mempertanyakan bagaimana kinerja dari KPK pasalnya ini menjadi rekor dimana pimpinan Lembaga anti korupsi justru menjadi pelaku korupsi.
Permasalahan korupsi dalam sistem demokrasi seakan menjadi masalah yang tidak ada habisnya. Dari situ lahirlah banyak lembaga yang bertugas menyelesaikan kasus rasuah seperti dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adanya KPK tidak membuat kasus korupsi berkurang, justru makin marak. Sampai-sampai Ketua KPK melakukan dugaan kasus korupsi, seperti Firli Bahuri yang jadi tersangka dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Berita terkait korupsi seperti sudah menjadi konsumsi sehari-hari. Korupsi di negeri ini sudah sangat memprihatinkan, terjadi di hampir seluruh sector. Mulai dari pemerintah daerah dan pusat, sector pertambangan, perikanan, kehutanan hingga pertanian. Berbagai Lembaga yang dibentuk dalam rangka memberantas korupsi dan peraturan perundang-undangan terkait kasus ini nyatanya belum berhasil menekan kasus korupsi di negeri ini. Menurut laporan Transparency International, Indonesia menjadi negara terkorup ke-% di Asia Tenggara pada 2022 (Katadata, 2 Februari 2023).
Bukan suatu hal yang mudah memberantas korupsi dalam sistem hari ini. Pasalnya, demokrasi yang mengklaim bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat, namun faktanya tidak demikian. Dalam praktiknya, kedaulatan rakyat sebagai jiwa demokrasi selalu dibajak oleh segelintir para pemilik modal atau oleh elit penguasa yang didukung oleh para kapital. Inilah yang terjadi di banyak negara yang menerapkan demokrasi, termasuk di negeri ini. Alhasil negara yang menerapkan demokrasi, dalam praktiknya tak lebih merupakan negara yang dipenuhi dan dikuasai orang-orang yang “bermental maling”. Menerobos rambu-rambu untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Ditambah dengan biaya politik dalam sistem ini juga bernilai fantastis. Sehingga orang-orang yang duduk di kursi penguasa, harus memutar otak untuk dapat menutup modal pencalonan mereka sebelumnya. Hal ini yang menjadikan korupsi sebagai jalan ninja.
Dengan realitas sistem demokrasi tersebut, jelas korupsi tak akan pernah berhenti. Bahkan bisa semakin menggila, lebih parah dari pada saat ini. Bertahan dalam sistem demokrasi juga menjadikan segala macam gagasan dari calon pemimpin yang di gadang-gadang tahun depan, hanya akan menjadi harapan semu yang hanya manis dimulut, minim realisasi.
Ditambah dengan mentalitas pemimpin yang asas kepemimpinannya bukan dibangun untuk mengurusi urusan umat dengan kesadaran penuh akan dimintai pertanggungjawaban, tetapi asas yang ada adalah untuk untung rugi semata. Padahal kekuasaan dan kepemimpinan adalah amanah yang dipertanggungjawabkan tak hanya dihadapan manusia di dunia, tetapi juga dihadapan Allah Swt. di akhirat kelak.
Sistem Islam mampu mencegah sedari dini manusia untuk memiliki niatan korupsi sejak awal. Pada titik inilah Islam memberikan solusi secara sistematis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi. Penerapan Syariah Islam secara kaffah dan segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal kepemimpinan akan membentuk pejabat dan penguasa yang bertakwa dan zuhud. Ditambah dengan upaya kuratif dengan penerapan sanksi tegas yang berefek jera.
Wallahuaalam bissawab
Post a Comment