Ketidakpastian Muslim Rohingya, Tanggung Jawab Siapa?


Oleh: Marlina Wati 
(Mahasiswa Peduli Umat)


Warga Rohingya kembali berdatangan di kawasan  Pidie dan Aceh sejak 14 November 2023, mereka datang melalui jalur laut menggunakan kapal. Mereka berjumlah sebanyak 346 orang yang berada di Pidie dan 249 lainnya di Bireuen.


Azharul meminta agar pemerintah memberi pertolongan kepada pengungsi Rohingya, sehingga tak terombang-ambing di atas kapal. Hal ini karena pemerintah diam saja membiarkan persoalan ini berlarut-larut, sehingga terjadi penolakan di berbagai negara terhadap masalah ini.  


Juru bicara kementerian luar negeri, Muhammad Iqbal menyampaikan bahwa Indonesia tak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya. Hal itu berdasarkan  pada aturan konvensi 1951 dan Indonesia tidak ikut meratifikasi.


Pernyataan dari Iqbal, bahwa Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsian, apalagi untuk memberi solusi permanen bagi para pengungsi tersebut. Negara lain meratifikasi konversi tersebut, namun abai terhadap urusan kemanusiaan muslim Rohingya.


Indonesia memberikan bantuan semata-mata karena urusan kemanusiaan. Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi, justru menutup pintu dan menegaskan serta menerapkan kebijakan push back terhadap para pengusaha. Iqbal juga menegaskan agar pihak lain yang terlibat harus berhati-hati dalam menerima pengungsian. (Tirto.id 16/11/2023)


Keadaan kaum muslim Rohingya tergantung-kantung di lautan, karena menyelamatkan diri dari kejahatan Rezim Myanmar, mirisnya negara-negara tetangga sekalipun itu negara Islam justru menolak kedatangan mereka.


Padahal Allah ta'ala berfirman :

 "Akan tetapi jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka dan Allah ta'ala melihat apa yang kamu kerjakan." (Qs. Al-Anfal ;72)


Dalam kondisi saat ini, pertolongan untuk mereka sangatlah sulit dilakukan, karena kaum muslim telah diracuni dengan pemahaman nasionalisme Barat, sehingga umat Islam menjadi tersekat- sekat . Hans Kohn mengatakan bahwa nasionalisme bermakna sebagai sikap pandang individu terhadap kesetiaan, kemuliaan dan pengabdian tertinggi diberikan kepada negara. 


Akibat dari pemahaman ini, menimbulkan sikap 'ashabiyah menghalangi ukhuwah Islamiyah antara kaum muslim. Sekat nasionalisme telah menghalangi negeri-negeri muslim, sehingga mereka menganggap muslim Rohingya sebagai warga negaranya. Pemahaman nasionalisme hanya diposisikan sebagai orang yang hidup di kamp-kamp pengungsian. 


Kepemimpinan global saat ini, sungguh sudah dikendalikan oleh mindset yang salah yaitu kapitalisme, sehingga mereka semakin menolak negara tetangga kaum muslim Rohingya. Kapitalisme merupakan pemahaman yang berorientasi pada untung dan rugi, maka filantropi yang diberi setengah-setengah.


Di mana mereka hanya mencukupkan pada bentuk-bentuk perlindungan yang melalui undang-undang konvensi dan sebagainya, namun kurang dalam penerapan.


Kondisi pengungsian Rohingya akan jauh lebih berbeda, ketika berada di dalam kepemimpinan Islam yaitu negara Khilafah. Mereka akan mendapatkan jaminan seperti, keamanan dan perhatian termasuk kewarganegaraan, karena khalifah akan adalah pelindung bagi setiap muslim dari manapun apalagi dengan kaum muslim yang mendapatkan kezaliman.


Rasulullah Saw  bersabda ;

"Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuatannya.( HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud)


Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa makna Imam atau Khalaifah seperti laksana perisai yakni ibarat temang yang mencegah musuh menyerang kaum muslim.


Khalifah akan mencegah masyarakat satu dengan yang lain dari serangan musuh. Seorang Khalifah akan melindungi keutamaan Islam ia sebagai masyarakat dan mereka pun takut terhadap kekuatannya.


Rasulullah Saw. pernah berpesan, "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan baik (sakit) demam dan tidak bisa tidur." (HR. Bukhari Muslim)


Dalam hadis lain, juga menyatakan kita harus saling menyayangi saudara kita. 



"Tidak beriman seseorang diantara kalian hingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri". (HR. Bukhari Muslim)


Dalam naungan negara Khilafah, kaum muslimin tidak akan ada namanya tersekat-sekat dengan batas nasionalisme. Mereka merupakan satu kesatuan di bawah akidah Islam dan negara Islam, sehingga khalifah pun tidak akan segan-segan membela kaum muslim jika ada yang teraniaya. 


Dalam Khilafah, ketika ada kaum muslim dianiaya, maka akan menyerahkan kekuatan para tentaranya untuk memerangi pihak-pihak yang melakukan kezaliman kepada kaum muslim. Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk penjagaan kemuliaan darah setiap kaum muslim. Seorang Imam hanya dapat mengurus rakyat dengan mensejahterakan mereka. Semua akan terlaksana dalam institusi khalifah Islamiyah.

Post a Comment

Previous Post Next Post