KDRT, Wajah Asli Rusaknya Keluarga dalam Sistem Kapitalisme


Oleh: Nurhidayat S.
 (Pegiat Literasi)


Riuh nian sebaran berita nahas KDRT belakangan ini, seperti meliuk tiada henti. Dilansir dari KOMPAS, Seorang pria bernama Jali Kartono membakar Istrinya sendiri, Anie Melan, di kediaman pribadinya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (28/11/2023).


Tersulut api cemburu usai melihat sang istri akrab chatting dengan laki-laki lain. Sang suami nekat membakar istrinya hidup-hidup. Disusul kasus pembunuhan kepada keluarga pun terjadi di Jakarta Selatan, wilayah Jagakarsa Kasat Res Krim Polres Metri Jakarta Selatan AKBP Bintoro mengatakan pelaku berinisial PD berusia 41 tahun mengaku membunuh keempat anak kandungnya di dalam rumah kontrakan. Rupanya, PD sendiri sudah melakukan percobaan bunuh diri namun gagal. Adapun istri  berinisial d diketahui sedang dirawat di RSUD Pasar Minggu dan dirawat intensif akibat KDRT yang dilakukan PD pada Sabtu, 2 Desember 2023. 


Melalui keterangan pihak berwajib, motif PD melakukan hal tersebut diduga karena cemburu melihat istrinya bekerja sementara dirinya jadi pengangguran. Kabarnya, PD dulunya seorang supit taksi. Nahas KDRT kembali terjadi dan lagi-lagi anak dan istri menjadi korban. 


Mestilah ada banyak penyebab atas tindakan tersebut, baik itu faktor internal seperti masalah ekonomi maupun faktor eksternal seperti perselingkuhan. Kian runyam oleh sebab kenyataan kehidupan suami istri dan tata pergaulan hari ini enggan diatur oleh syariat Islam.


Manusia semakin jauh dari agama karena pengaruh pemahaman sekularisme yang mengakar. Jadilah manusia tak lagi bertindak sesuai ukuran syariat, memilih menurutkan ego dan hawa nafsunya. 


Negara jelas berlepas tangan menghadirkan lapangan pekerjaan bagi laki-laki dan atau memberi sekelumit syarat yang rumit dan sulit dipenuhi. Padahal mereka adalah para pencari nafkah, yang meski bekerja ada saja kebutuhan keluarga yang sulit dipenuhi hingga cukup. Fakta pilu berapa banyak PHK yang dilakukan industri. Laki-laki semakin kesulitan mendapatkan uang, sementara kebutuhan keluarga harus terus dipenuhi.


Dengan demikian, jelaslah sekulerisme kapitalisme gagal mewujudkan tempat tinggal dan lingkungan bagi masyarakat khususnya istri dan anak. Sangat berbeda dengan kehidupan suami istri yang diciptakan oleh sistem Islam.


Islam menetapkan kehidupan suami istri sebagaimana kehidupan persahabatan yang memberikan kedamaian dan ketentraman, sakinah satu sama lain sebagaimana yang dijelaskan dalam surah al-a'raf ayat 189 dan surah arrum ayat 21. 


Untuk mewujudkan hal tersebut Islam telah menetapkan pula hak dan kewajiban suami dan istri di masing-masing porsi syariat. Pemahaman terkait hak dan kewajiban suami istri inilah yang akan menjadi bekal pasangan suami istri menghadapi berbagai masalah yang mendera rumah tangga mereka. 


Tak sampai di situ, Islam juga memerintahkan bentuk pergaulan antara suami istri adalah pergaulan yang makruf. Allah Taala berfirman yang artinya "..dan bergaullah dengan mereka secara makruf atau baik." Quran surah Annisa ayat 19. 


Sempurnanya tersebab hadirnya teladan mulia tergambar jelas melalui perbuatan maupun perkataan Rasulullah Saw. tentang bagaimana berinteraksi kepada istri-istrinya adalah contoh terbaik. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Saw. "Orang yang paling baik diantara kalian yang paling baik kepada keluarga atau istrinya dan aku orang yang paling baik terhadap keluarga atau istriku." Hadis riwayat Al-Hakim dan Ibnu Hibban dari jalur Aisyah radhiallahu anha.


Pergaulan yang makruf akan tergambar dari ketaatan istri kepada suami. Sedang di sisi lain, sikap suami kepada istri ialah ramah dan toleran, penuh kasih sayang, sabar serta lembut dalam meminta sesuatu dari istrinya. Suami juga dilarang untuk mencari-cari kesalahan jika sang istri telah melaksanakan hak dan kewajibannya.


Islam menetapkan kepemimpinan dalam rumah tangga atau iiadatul bait berada di tangan suami sebagaimana dalam Quran Surah Annisa ayat 34. Kewajiban ini membuat suami menjadi pihak pemutus kebijakan atau qawwam (pemimpin) untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam rumah tangga. Suami wajib mendidik keluarganya dengan akidah dan syariat. Islam membimbing mereka untuk taat kepada Allah maupun menjauhkan mereka dari perkara kemaksiatan. 


Maka ketika didapati ada seorang istri membangkang atau nusyus kepada suaminya Allah telah memberikan hak pada suami untuk mendidik istrinya. Rasulullah Saw. dalam khutbah beliau ketika Haji Wada saat itu beliau bersabda, "Jika mereka melakukan tindakan tersebut yakni nusyuz maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan atau menyakitkan." Hadis riwayat Muslim dari jalur Jabir radhiallahu Anhu. 


Manakala permasalahan antara suami istri tidak membawa pada solusi dan justru dapat mengancam ketentraman, maka Islam mendorong mereka bersabar memendam kebencian yang ada. Ini karena bisa jadi pada kebencian itu terdapat kebaikan. Pun jikalau semua itu tak membawa hasil, sementara soalan kebencian dan pembangkangan nampaknya telah melampaui batas hingga sampai pada persengketaan. Islam memerintahkan agar ada pihak ketiga dari keluarga suami istri yang membantu menyelesaikannya.


Jika solusi ini pun tidak dapat membantu maka Islam memperbolehkan adanya talak atau perceraian walau Allah membencinya. Melalui konsep seperti ini nyatalah terlihat jelas arah kehidupan suami istri. Bagaimana mereka membina rumah tangga dan menyelesaikan masalah yang ada.


Tak hanya itu, negara juga hadir sebagai penjamin agar kehidupan suami istri berjalan sesuai syariat. Hal ini misalnya memberi ruang dan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki sehingga mereka bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Kemudian memberikan edukasi melalui sistem pendidikan, sistem pergaulan dan sejenisnya. Semua ini hanya akan terwujud jika Islam diterapkan secara sempurna oleh institusi islam yang mulia.


Wallahua'alam

Post a Comment

Previous Post Next Post