KDRT terulang kembali, bagaimana caranya mengakhiri?


Oleh : Ratih Rahmawati

(Pegiat literasi )


Miris, kasus KDRT kembali terjadi. Kali ini seorang pria berinisial JK membakar istrinya sendiri yang berinisial AM di kediaman pribadinya Kebayoran lama Jakarta Selatan Selasa, 28-11-2023. JK nekat membakar istrinya hidup-hidup lantaran terbakar api cemburu usai melihat istrinya chatting dengan pria lain. (Megapolitan.kompas 05-12-2023)


Kasus pembunuhan kepada keluarga juga terjadi di Jakarta Selatan tepatnya di wilayah Jagakarsa. Kasat Reskrim polres metro Jakarta Selatan AKBP bintoro mengatakan pria berinisial PD 41 tahun mengaku membunuh keempat anak kandungnya di dalam rumah kontrakan. Sementara PD sendiri melakukan percobaan bunuh diri namun gagal. Adapun istri PD berinisial D diketahui sedang dirawat di RSUD pasar minggu. Dia dirawat intensif akibat KDRT yang dilakukan PD pada Sabtu 2 Desember 2023. Dari keterangan pihak berwajib motif PD melakukan hal tersebut diduga karena cemburu melihat istrinya bekerja sementara dirinya jadi pengangguran.  (Kompas, 9-12- 2023).


Kasus tersebut menambah deretan kasus KDRT yang semakin parah. Lagi-lagi anak dan istri yang selalu menjadi korban. Jika kita menganalisis  tentu ada banyak penyebab atas tindakan tersebut, baik itu faktor internal seperti masalah ekonomi maupun faktor eksternal seperti masalah perselingkuhan. 


Namun dalam kondisi kehidupan seperti saat ini, masalah akan terasa semakin berat, karena kehidupan suami istri dan tata pergaulan hari ini tidak diatur oleh aturan yang benar. Manusia semakin dibuat jauh dari agama. Dibuat lupa bahwa hakikatnya ia adalah seorang hamba. 


Kondisi seperti ini jelas, bahwa ini merupakan dampak sistemik dari sebuah aturan kehidupan, atau dampak dari sebuah paham yang benar-benar memisahkan agama dari aturan kehidupan (sekularisme). Paham ini semakin menancap kuat dalam diri masyarakat. Akibatnya manusia tidak lagi bertindak sesuai batasan syariat namun sesuai ego dan hawa nafsunya.


Sementara negara dengan sistem kapitalisme nya membuat kehidupan masyarakat semakin tercekik. Ekonomi semakin sulit. Padahal dengan standar materi yang menjadi ukuran kesuksesan, keberhasilan dan kebahagiaan seseorang membuat rakyat berbondong-bondong mengejar materi dengan menghalalkan berbagai cara.  Namun sayangnya kondisi seperti ini tidak ditunjang dengan banyak nya lapangan pekerjaan. 


Lapangan pekerjaan untuk laki-laki sangat sulit didapatkan. Padahal mereka adalah para pencari nafkah yang utama. Maka wajar,  konflik antara suami dan istri karena faktor ekonomi dalam rumah tangga akan semakin sulit dihindarkan. Belum lagi banyaknya PHK yang dilakukan berbagai perusahaan. Laki-laki semakin kesulitan mendapatkan pekerjaan sementara kebutuhan keluarga harus terus dipenuhi tak bisa diabaikan.

Dengan demikian jelas, sekularisme kapitalisme gagal mewujudkan rumah dan lingkungan bagi masyarakat khususnya istri dan anak. Maka tidak aneh berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga, berbagai problem sosial masyarakat semakin banyak terjadi.


Sangat berbeda dengan kehidupan suami istri yang diciptakan oleh sistem Islam. Islam menetapkan kehidupan suami istri adalah kehidupan persahabatan yang memberikan kedamaian dan ketentraman. Untuk mewujudkan hal tersebut Islam telah menetapkan pula hak dan kewajiban suami kepada istri serta hak dan kewajiban istri kepada suami. Pemahaman terkait hak dan kewajiban suami istri inilah yang akan menjadi bekal pasangan suami istri menghadapi berbagai masalah yang mendera rumah tangga mereka. 


Selain itu Islam juga memerintahkan bentuk pergaulan antara suami istri adalah pergaulan yang ma'ruf. 


Allah SWT berfirman: ".... Dan bergaulah dengan mereka secara Makruf (baik)…"  (Q.S An-nisa :19)


Selain itu Rasulullah SAW juga memberikan contoh yang baik dalam berinteraksi kepada istri-istrinya. hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW: 


"Orang ang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga atau istrinya dan Aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarga atau istriku".  (H.R Al-hakim dan Ibnu hibban dari jalur Aisyah radhiyallahu anha). 


Pergaulan yang ma'ruf akan tergambar dari ketaatan istri kepada suami. Sementara sikap suami kepada istri ialah ramah dan toleran serta lembut dalam meminta sesuatu dari istrinya. Suami juga dilarang untuk mencari-cari kesalahan jika sang istri telah melaksanakan hak dan kewajibannya.


Islam menetapkan kepemimpinan dalam rumah tangga berada di tangan suami. sebagaimana Firman Allah SWT : " Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) yelah menafkahkan sebagian dari harta mereka…" (Q.S An-nisa: 34)


Kewajiban ini membuat suami menjadi pihak pemutus kebijakan dan harus mampu menyelesaikan berbagai masalah dalam rumah tangga. Suami wajib mendidik keluarganya dengan akidah dan syariat. Selain itu Islam membimbing mereka untuk taat kepada Allah maupun menjauhkan mereka dari perkara kemaksiatan.  Maka ketika didapati ada seorang istri membangkang atau Nusyuz kepada suaminya Allah telah memberikan hak kepada suami untuk mendidik istrinya. 


"..... Wanita-wanita yang kamu khawatirkan Nusyuz, maka nasehatilah mereka dan dipisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka, dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya…".  (Q.S An-nisa: 34)


Pukulan yang dimaksud adalah pukulan ringan yang tidak membahayakan atau menyakitkan. Hal ini dijelaskan pula oleh Rasulullah SAW. 


Rasulullah bersabda : " jika mereka melakukan tindakan tersebut yakni Nusyuz maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan atau menyakitkan.." ( H.R Muslim )


Ketika Permasalahan antara suami istri tidak mendapatkan solusi dan justru dapat mengancam ketentraman maka Islam mendorong mereka untuk bersabar memendam kebencian yang ada. Hal ini karena, bisa jadi pada kebencian itu terdapat kebaikan. Tetapi, jika pada semua itu tidak membawa hasil, sementara masalah kebencian dan pembangkangan telah melampaui batas hingga sampai pada persengketaan,  Islam memerintahkan agar ada pihak ketiga dari keluarga suami istri yang membantu menyelesaikannya.  Jika solusi ini pun tidak dapat membantu maka Islam memperbolehkan adanya talak atau perceraian meski Allah membencinya.


Dari konsep keluarga seperti ini terlihat jelas arah kehidupan suami istri. Bagaimana mereka membina rumah tangga dan menyelesaikan masalah. hanya saja konsep ini memerlukan dukungan dari masyarakat dan juga negara. Negara perlu hadir sebagai penjamin agar kehidupan suami istri berjalan sesuai syariat. Seperti mempermudah lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki sehingga mereka bisa mencukupi kebutuhan keluarganya, memberikan edukasi melalui sistem pendidikan, dan bisa menjaga sistem pergaulan. Semua ini hanya akan terwujud jika aturan Islam yang digunakan dalam mengatur kehidupan. Wallahualam..

Post a Comment

Previous Post Next Post