Rumah harus menjadi tempat pulang teraman bagi wanita dan anak-anak, bahkan rumah menjadi tempat kehidupan khusus wanita (Q.S An-Nur : 27), yang tidak sembarang orang boleh mengusik tanpa izin. Wanita harus memperoleh kenyaman dalam melaksakan fungsi utama yakni _Ummu wa Rabbatul bait_ (Ibu dan Pengurus Rumah Tangga). Di rumah sosok suami atau ayah harus hadir menjadi _qawwam_ yang berdiri atas sesuatu dan menjaganya, wanita dan anak-anak dididik, dijamin serta dipelihara.
Ratna Susianawati, Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementrian PPPA, mengatakan 73% diantara total laporan sepanjang 2023, merupakan kasus KDRT. Bahkan baru-baru ini seorang ayah, P (41) dalam kurun waktu 60 menit, membunuh keempat anak kandungnya di rumah kontrakan wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan. P membunuh anak kandungnya AS (1), A (3), S (4) dan VA (6), dalam rentang pukul 13.00-14.00 WIB dengan selisih waktu 15 menit setiap anak.
Dalam kondisi sadar P bahkan sempat merekam video pembunuhan. "Kami menemukan bukti handphone dan laptop yang digunakan P untuk merekam sebelum dan saat kejadian (pembunuhan)," kata AKBP Bintoro, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, pada Jumat (8/12/2023) di Mapolres Metro Jakarta Selatan. Parahnya istri P berinisial D ternyata tidak ada di TKP, karena sedang dirawat akibat KDRT yang dilakukan P sehari sebelumnya.
*Cukup Keluarga Islami, Apakah Menjamin?*
Negeri dengan mayoritas Muslim kok bisa berkelakuan liar bahkan diluar nalar, padahal dalam islam ada aturan yang rinci dan jelas, mulai dari tupoksi masing-masing dalam rumah tangga, sampai bagaimana menyelesaikan masalah internal dan kapan harus melibatkan orang lain didalamnya. Kepemimpinan suami sebagai penanggung jawab bukan penguasa, begitupun istri wajib taat atas perintah yang mendekatkannya kepada Allah SWT, sebagaimana suami telah wajib memberi nafkah yang layak.
Kehidupan yang teratur dalam rumah tangga (nuansa Islami), tidak menjamin mampu mempertahankan identitas anggotanya. Sebab setiap dari kita bergesekan dengan masyarakat, bergerak keluar untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga. Setiap anggota keluarga bisa saja memilih untuk menggenggam islam, tetapi banyak kondisi eksternal yang "memaksa".Bagaimana anggota keluarga berinteraksi, tidak diatur secara shahih tata pergaulannya.
*Faktor Eksternal Utama*
Ayah bekerja keras diluar tidak sebanding dengan upah yang diperoleh, Ayah harus merantau dalam waktu yang cukup lama yang melahirkan keregangan hubungan dan masalah-masalah lain. Ayah harus berpindah-pindah tempat kerja, dipecat tiba-tiba, bahkan tidak jarang menjadi pengangguran. Sistem ekonomi kapitalis membuat ayah dan anak muda harus meminjam, dimana bank didukung negara yang sudah melegalkan riba. Wajar masyarakat makin terpuruk dan saling bunuh dalam rumah tangga langgeng terjadi, bunga saja yang jelas haram menjadi hal lumrah.
Manipulasi sistem ekonomi saat ini, yang secara factual tetap bercermin kapitalis sebagai rujukan. Kesejahteraan rakyat adalah list yang berada dibawah kepentingan pemilik modal besar. Tetap ada kepungan neoliberalisme pada pengelolaan SDA kita, Sumber daya yang harusnya tetap dikuasai negara dan bisa memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat, malah menjadi sumber kejayaan sebagian orang.
Upaya sejak lama, yang mengkondisikan kita, penduduk negeri muslim dalam suasana memiliki negara yang berdiri sendiri, dan merasa harus bisa mempertahankan sistem yang telah ditegakkan. Demikian cara penguasa menjaga pemahaman kapitalis demokrasi.
*Perhatikan dan Kembalikan Identitas Kita*
Mengambil aturan Ilahi Sang pencipta serta pengatur, tidak bisa hanya dalam lingkup keluarga. Buktinya, makin kesini perjalanan bangsa, makin kesana. Makin aneh, namun hanya bisa membuat kita menganga mendengar kasus demi kasus demikian terus terjadi. Kalau aturan islam hanya untuk kita, keluarga kita, golongan kita, maka sistem yang tidak sesuai islam tadi akan tetap menarik kita dan masyarakat kembali ke titik nol (nihil).
Islam memiliki aturan sempurna mengatur interaksi dalam rumah tangga maupun dalam kehidupan umum masyarakat, dengan segala perintilan-perintilannya sehingga terwujud baiti jannati. Negara yang menerapkan aturan Ilahi secara sempurna akan mendidik masyarakat agar mampu mengendalikan diri, tidak membahayakan nyawa itu dari sistem pendidikannya.
Sistem pendidikan yang tentu tidak hanya 2 jam seminggu diajarkan dikelas, atau cuma 2 sks selama 4 tahun pendidikan tinggi (artinya agama adalah pilihan bukan kewajiban), tetapi sampai betul-betul meresap didalam jiwa. Jadinya wajar hari ini, suami istri menikah sama-sama kurang mengerti agama, suami tidak bisa mengayomi entah karena tidak tahu atau memang memilih tidak ingin menerapkan.
Sampai sini kita paham, kenapa ada saja seruan mengambil islam itu harus keseluruhan/totalitas. Betul kata netizen, boro-boro Palestina, muslim di Uighur, India, Rohingya, negara kita saja masih hancur-hancuran. Terjadi perang pemikiran yang begitu dahsyatnya, dimana Muslim terpecah dan tidak punya cita-cita besar bersama-sama menerapakan aturan Allah SWT 100% (AL-Qur'an dan sumber hukum Islam lainnya).
Maka untuk sampai membebaskan Baitul Maqdis, dan kekerasan yang dialami saudara Muslim kita disini dan seluruh dunia, terlebih bahulu kita harus punya kekuatan untuk merdeka menjalankan aturan Islam secara sempurna.
_Wallahu A'lam Bisshowwab_
Post a Comment