Oleh: Fatimatuz Zahro, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)
Pemanasan global semakin meningkat, terasa suhu di bumi semakin tinggi. Bahkan sempat diperkirakan mencapai 42°C pada siang hari. Dunia menghadapi ancaman perubahan iklim global. Termasuk di Indonesia.
Pemerintah Indonesia menghadapi ancaman terhadap hutan, termasuk perubahan iklim, pembalakan liar (illegal logging), kebakaran, dan penggundulan hutan (deforestasi). Sebagaimana disampaikan oleh Erick dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 (COP28) di Expo City, Dubai, Uni Emirat Arab, Kamis (30/11/2023).
Erick mengaku Indonesia tidak bisa bergerak sendiri. Ia meminta dukungan negara luar untuk menghadapi masalah iklim ini. Meski pada tahun 2020 kebakaran hutan (di Indonesia) sudah berkurang secara signifikan sebesar 82 persen dari 1,6 juta hektare pada 2019 menjadi 296 ribu hektare. Mirisnya tahun 2021 naik lagi. Artinya sebenarnya Karhutla belum bisa benar-benar diberantas tuntas.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar juga memaparkan upaya Indonesia menekan kebakaran hutan dan lahan dalam pertemuan tersebut, bahwa pada peristiwa El Nino tahun ini, Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dalam bidang iklim, karena hanya 16% dari total kebakaran hutan dan lahan yang disebabkan oleh kebakaran gambut. Selain itu, kebakaran ini tidak menimbulkan kabut asap lintas batas.
Meski karhutla tidak picu kabut asap lintas batas, rakyat Indonesia tetap merasakan dampak buruknya. Miris pencitraan di negara lain, dan melupakan dampak yang menimpa rakyatnya sendiri. Bahkan rakyat tetap dalam derita, karena kebakaran hutan terjadi berulang bila musim panas terjadi dan musim hujan akan terjadi banjir tiap tahunnya.
Jika kita melihat potensi hutan Indonesia sungguh luar biasa, yakni 99,6 juta hektare atau 52,3% dari luas wilayah Indonesia. Luas hutan yang besar tersebut, saat ini masih dapat dijumpai di Papua, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Selain itu, menurut Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Penetapan Hutan Adat dan Hutan Hak KLHK Yuli Prasetyo Nugroho tercatat 244.195 hektare per Oktober 2023 dan area tersebut ditempati sebanyak 131 kelompok adat Jakarta (ANTARA).
Berdasarkan analisis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), sebanyak 7.857 titik panas (hotspot) terdeteksi sepanjang Juni 2023. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.080 titik panas berada di area korporasi dari konsesi hak guna usaha (HGU) sawit, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan alam (IUPHHK-HA), dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman industri (IUPHHK-HTI).
Uli menyatakan pemerintah punya instrumen kebijakan dan hukum yang cukup kuat. Namun, persoalannya adalah penegakan hukum tersebut lemah untuk memberikan efek jera kepada korporasi yang gagal memproteksi wilayah konsesi sebagai konsekuensi dari izin yang mereka dapatkan. Dalam penanganan karhutla, sampai saat ini KLHK telah menggugat 22 perusahaan. Sebanyak 13 perusahaan di antaranya telah berkekuatan hukum tetap dan dalam proses eksekusi.
Inilah bukti dalam sistem kapitalisme sekuler, negara akan terlihat lemah menghadapi korporasi atau perusahaan, terutama perusahaan besar. Karena para pemilik perusahaan ini bersimbiosis mutualisme dengan para pejabat yang dikenal sebagai sistem oligarki. Padahal Islam mewajibkan negara menjaga dan melindungi rakyat dengan semaksimal mungkin.
Kerusakan alam seperti karhutla muncul akibat ulah tangan manusia, yang diletakkan bukan pada tempatnya. Saat manusia merasakan dampak dan akibat dari ulah mereka dengan diturunkannya bencana, maka mereka akan mengatakan lihatlah apa yang terjadi dimuka bumi ini, padahal itu semua akibat ulahnya sendiri. Saat itu mereka akan berbondong-bondong untuk patuh dan taat akan aturan dan ajaran Allah SWT.
Pada ayat ini juga mengajarkan manusia bahwa akibat dari ulah tangan manusia itu akan menjauhkan rahmat Allah kepada manusia. Kerahmatan yang Allah berikan itu berada diawal sebelum terjadi kerusakan, tetapi azab yang Allah berikan itu adalah setelah hilangnya rahmat. Bahwa semua makhluk hidup akan terancam dengan kerusakan hutan. Hutan itu sumber utama manusia dan makhluk lainnya. Didalamnya terdapat air, oksigen, dan penetralisasi racun dalam udara. Bahkan salah satu ancaman Allah akibat kerusakan hutan ini adalah kekurangan air. Sebagaimana dalam QS. Al-Mulk: 30, artinya “Terangkanlah kepadaKu jika sumber air kamu kering, maka siapakah yang akan mendatangkan air mengalir bagimu?” (QS. Al-Mulk :30).
Semua persoalan harus diselesaikan dari akar masalah, yaitu dengan meninggalkan sistem kapitalisme yang menjadikan manfaat dunia sebagai tujuan, sehingga menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan termasuk merusak alam khususnya hutan. Penjagaan sempurna hanya dapat terwujud dengan penerapan Islam secara kafah(keseluruhan) dalam naungan Khilafah sebagaimana yang di contohkan oleh Rasulullah SAW. Wallahu alam bisshowab.
Post a Comment